"Tante." Freya dan Arsen menyalami tangan Iren.
Iren tersenyum melihat dua keponakannya. "Kemarin ayah sama bunda, mama sama papa kalian ke sini, sama Dzikra juga."
"Iya, Fre sama Arsen gak bisa ikut. Maaf ya, Tan, baru bisa jenguk lagi sekarang," ucap Freya. Karena kesibukan, keduanya jarang menjenguk Delam, hanya mendapat kabarnya dari ibu mereka.
"Gak pa-pa," sahut Iren lembut, seperti biasa. "Tumben jam segini udah pada pulang ngampus?" Ini masih pukul 13.00.
"Sengaja, udah kangen berat sama Delam," sahut Freya diakhiri kekehan.
"Om ke mana, Tan?" tanya Arsen.
"Lagi belanja keperluan Delam dulu."
Arsen mengangguk. "Ooo." Pantes, biasanya Om Tama tak lepas dari Tante Iren.
"Oh, iya." Lupa pada kantong besar di tangannya, Arsen menyodorkan kantong itu. "Ini dari temen-temen, mereka mau banget jenguk, tapi Arsen bilang, tunggu keadaan Delam lebih baik."
"Apa ini? Ngerepotin banget." Iren menerimanya. Karena penasaran, dia ambil barang yang ada dalam kantong itu. Berisi sebuah bingkai cukup besar yang dilapisi kaca, di dalamnya dihiasi foto-foto mereka dengan Delam tentunya ditambah sticky-sticky note, yang dibuat pop up ala-ala. Dalam sticky note warna-warni itu mereka tuliskan do'a-do'a untuk kesembuhan Delam dan beberapa kata yang ingin disampaikan, juga ada banner flag kecil yang terangkai di bagian atas, bertuliskan ...
"Our Beloved bestfriend"
"Delamsyah"
❤Iren tersenyum haru. Itu berarti, teman-teman Delam berhasil membuatnya. Karena sesuai ingin mereka, jikapun dalam pahitnya Delam tak akan pernah bisa melihat karya mereka itu, mereka ingin siapa pun orang yang melihat bingkai itu tahu, kalau Delam seberharga itu untuk mereka. Terlebih pada kedua orang tuanya, pesan yang ingin mereka sampaikan pada Mami Iren dan Papi Tama; kalian punya anak yang super nyebelin, tapi ngangenin, terimakasih sudah membuat anak macam Delam ada. Dia sangat baik, walaupun reseknya suka minta ampun. Selalu ada untuk membantu, walaupun diiringi misuh-misuh. Tingkahnya yang ceroboh dan kadang di luar nalar itu selalu bisa buat mereka tertawa, walaupun diikuti rasa ingin memaki. Mulut sampahnya yang nyaring selalu kena gaplokan tangan mereka yang betina, tapi sebenarnya mereka sayang. Delam itu ... ada ngeselin, tapi kalo gak ada pasti dicariin.
Dibalik makian yang sering mereka lontarakan karena sosok itu memang menyebalkan, sebenarnya mereka benar-benar sayang. Baik kaum betina maupun kaum pria, mereka semua rindu.
Bingkai itu dibuat dengan sepenuh hati, ke-19 orang anak kelas menyempatkan waktu sibuk mereka untuk ke rumah Jenit kemarin, membuatnya sambil bernostalgia, mengingat-ingat masa SMA. Yang cewek-cewek malah sambil meneteskan air mata, gak cuma cewek sih, Toni-Beno pun untuk kedua kali menangis di hadapan anak kelas. Ya, gimana, trio racun.
Setulus itu bingkai dibuat dari lubuk hati. Mami Iren melihat dan membaca tulisan-tulisannya sampai meneteskan air mata. Ya, itu berarti, mereka berhasil membuatnya.
"Makasih, bagus banget. Delam pasti seneng kalo liat," kata Iren.
Freya jadi ikut sedih melihat tantenya yang terkekeh tapi menangis.
"Mau liat Delam?" Iren mendongak, melirik bergantian dua keponakannya. "Tapi baru jam segini, paling liat dari luar."
"Gak pa-pa, kita liat dari luar aja, Tan," ucap Arsen. Lagi pula hatinya sakit jika melihat Delam dari dekat. Walaupun mereka tak begitu dekat. Tak seperti Delam dengan Toni atau Beno, tapi tetap saja Arsen mengenal sepupunya dari kecil.
KAMU SEDANG MEMBACA
Delam 1999 (Selesai)
Ficção Adolescente**Jangan plagiat nyerempet copy paste** Butiran debu