Dua hari kepergian tante dan keluarganya ke surabaya membuat Itsa sedikit merasa lenggang, ia tidak lagi tidur di jam hampir tengah malam dan Itsa jadi bebas untuk makan kapan saja. Bukannya tante atau omnya melarang Itsa makan, tapi Itsa tidak terlalu suka kalau harus makan bersama mereka, tante Siska terlalu banyak bicara om Darma tidak membelanya dan Nesya cenderung menyudutkannya. Membuat Itsa makan dengan perasaan tidak nyaman karna selalu saja ada yang tantenya bahas.
Hari ini adalah hari minggu, Itsa baru saja menyelesaikan tugas sekolahnya lalu merenggangkan ototnya. Sudah pukul dua, itu berarti Itsa sudah berkutat dengan buku-bukunya selama dua jam tanpa makan siang. Tapi di bandingkan lapar, sekarang Itsa merasa matanya lelah dan minta di istirahatkan. Karna terlalu malas untuk masuk kamar, Itsa memilih tidur di sofa ruang tengahnya yang nyaman.
"Itsa! bangun!" Itsa merasa bahunya di goyangkan terlalu kencang, bahkan sampai terasa sakit. Membuat Itsa meringis masih dengan keadaan mata tertutup.
"Bangun! kalo gak gue siram pake air dingin!" Itsa membuka matanya secara paksa lalu duduk, sudah ada nesya dan tante siska yang memandangnya dengan marah.
Refleks Itsa menoleh kearah jam dinding di belakangnya. Sudah pukul tujuh malam, Itsa mengerang dalam hati, ia tidur selama lima jam.
"Lo tidur apa mati sih?!" Bentak Nesya karna kesal sudah membuang tenaga membangunkan Itsa. Karna sebelum hari ini, Itsa belum pernah merasa tidur berkualitas seperti tadi.
"Enak ya mentang-mentang gak ada orang dirumah" Sindiran tante Siska membuat Itsa hanya mampu menunduk, bukan begitu. Tapi memang ia kelelahan karna mengerjakan tugasnya yang banyak
"Maaf tante, tante kapan pulang? om Darma mana?" Ini di luar prediksi, Itsa pikir mereka tidak akan pulang secepat ini.
"Gak usah basa-basi!" delik Siska marah
"Tante lapar, cepet siapin makan!" Itsa lebih dulu mengambil bukunya diatas meja lalu berdiri.
"Tante mau aku masakin apa?" Ekspresi Siska tampak berfikir dengan gaya menyilangkan kaki di sofa tempat Itsa tidur tadi.
"ma, Aku mau makan sate" dalam hati Itsa mengutuk ucapan Nesya, anak manja yang bahkan tidak bisa mengerjakan tugasnya sendiri itu memang seringkali membuat Itsa kesusahan secara sengaja. Itsa yakin itu hanya akal-akalan Nesya saja yang memang senang membuat Itsa kesulitan.
"Yaudah" tante Siska mengeluarkan uang lima puluh ribu dari dalam tasnya lalu menjulurkannya pada Itsa
"Beli sate" sambungnya, Itsa menatap uang ditangannya dan tante Siska bergantian.
"Tapi tante--aku mau cari sate dimana?" Nesya tertawa kecil di tempatnya
"Ya dimana kek terserah, udah sana buruan kita laper nih" jam memang belum menunjukkan waktu tengah malam, tapi berjalan kaki untuk mencari penjual sate juga bukan hal yang menyenangkan. Itsa takut keluar di jam malam kalau sendirian. Tidak ada kendaraan yang bisa di pakai
"Tante, gimana kalau kita pesan aja?" Usul Itsa mencoba menawar, andai Itsa bisa buat sate akan ia buat sekarang juga. Tapi untuk apa repot-repot mencari kalau sekarang kebutuhan sudah serba online?
"Lama tau gak!" Itsa menghela nafas, mencoba bersabar akan tingkah Nesya yang sengaja memanas-manasi situasi.
"Apa bedanya sih? Udah sana buruan! Makin kamu lama perginya, makin lama saya dapet satenya" jelas berbeda, memesan bisa lebih praktis dan lebih mudah. Bisa jadi juga orang di tempati untuk memesan itu langsung tau orang menjual sate ada dimana, kalau Itsa kan harus cari dulu.
"Tapi tante__
"Kamu tuh kebanyakan tapi ya, makanya kalo kamu gak mau disuruh-suruh dirumah ini keluar aja!" Suara Siska memenuhi ruang tengah,.menggema ke segala penjuru sampai membuat Itsa berjingkit di tempatnya. Andai Itsa punya uang, ia juga tidak mau berada disini.