EXHAUTED DAY

2.1K 157 16
                                    


Selepas ujian hari kedua selesai, Itsa memutuskan untuk datang ke kafe jam 11 siang. Gadis itu mengenakan cardigan untuk menutupi seragamnya. Siang itu kafe lumayan ramai, seperti kata Dewangga yang memberinya kesempatan untuk menyelesaikan ujiannya, harusnya Itsa tidak usah datang ke kafe dan bekerja. Tapi karena tidak ada lagi kegiatan dan Itsa memilih belajar di malam hari, maka tidak masalah bagi Itsa untuk datang dan membantu di kafe seperti seharusnya meski Dewangga sudah mencegahnya.

Itsa berganti baju dan langsung bekerja hingga tidak sadar kalau hari sudah sore saat Dewangga kembali datang saat dirinya sedang membersihkan meja yang baru di tinggal pemiliknya beberapa menit lalu.

"Itsa, udah sana pulang! Belajar" katanya sembari mengibas tangannya sekali, Itsa melirik jam tangannya. Sudah pukul lima sore.

"Boleh pulang sekarang mas?"  Dewangga yang sedang duduk dengan laptop di depannya mengangguk. Memiliki atasan yang baik dan pengertian adalah sebuah anugerah

Itsa pamit menuju ruang karyawan, mengganti kembali bajunya dengan seragam sekolahnya lalu pulang.

Itsa lelah, lumayan lelah. Tapi bayangan mengenai kuliah di kampus impiannya jelas lebih besar. Itsa sudah menyusun mimpinya sendiri, hanya karna lelah saja tidak akan membuatnya mundur. Itsa memang yakin, meski belakangan pikirannya lumayan kacau memikirkan hal yang sebenarnya tidak perlu.

Itsa turun dari angkot lalu berjalan sedikit untuk bisa sampai ke kost. mobil Ranger Rover yang terparkir tepat di depan kostnya itu cukup familiar. Tapi pemilik mobil jenis itu tidak hanya satu kan? Itsa abai, ia terus berjalan sampai suara itu, suara yang sudah berhari-hari ini tidak ia dengar memanggil namanya, membuat Itsa refleks menoleh.

"Dari mana?" Alis Gara hampir bertaut, menatap Itsa yang masih mengenakan seragamnya.

"Bapak ngapain disini?" Itsa balik bertanya, dia pikir setelah dua minggu lebih menghilang, muncul namun tak menatap apalagi saling menyapa tidak ada lagi alasan untuk Gara menemuinya.

"Kenapa malah nanya balik, kamu dari mana sih?"  Gara diam sejenak.

"Kafe?" Itsa mengangguk, sebenarnya jika boleh ia jujur pada dirinya sendiri Itsa senang. Ada rasa senang melihat Gara kembali, ada rasa penasaran dan ingin tau kemana ia belakangan ini? Atau kenapa ia gemar sekali bertindak tiba-tiba. Datang tiba-tiba, pergi juga tiba-tiba.

"Itsa, kamu lagi ujian. Harusnya kamu belajar bukan malah kerja!" Nada suara pria itu agak meninggi, menahan bentakan dan amarahnya di depan Itsa memang sudah sering

"Saya belajar kok, setiap malam juga saya belajar" jawab Itsa membela diri, Itsa tidak suka memaksa diri, walau hari masih panjang pun jika dirinya ingin belajar tengah malam atau subuh sekalian ya tidak masalah.

Gara menghela nafas, menatap bangunan kost Itsa yang berlantai tiga. Ada segerombolan anak muda yang mungkin seumuran Itsa, bermain gitar, bernyanyi dan tertawa-tawa. Gara kembali menatap Itsa

"Kenapa kamu pilih kost yang isinya campur?" Karna Gara tidak suka, ia menjadi sensi sendiri kalau Itsa berdekatan dengan laki-laki lain. Itsa itu cantik, wajahnya yang natural dan terkesan polos itu pasti banyak disukai. Ia yang tampil apa adanya dan memancarkan auranya selalu mempunyai daya tarik tersendiri

Dan Gara tidak suka miliknya di ganggu gugat.

Itsa tersenyum tipis, Gara dan pertanyaan spontan nya memang selalu menyebalkan. Ia tidak tau kalau tidak semua orang nyaman di tanyai hal-hal mengenai pilihan hidupnya

"Karena saya cuma mampu bayar yang ini" Gara terdiam, bukan kesana maksud pertanyaannya. Ia merasa bersalah membuat Itsa jadi berfikir yang tidak-tidak. Gara tidak bermaksud merendahkan. Pria itu mendekat, hendak meraih tangan Itsa namun di tolak.

WABI-SABI✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang