APARTMENT

2.9K 233 3
                                    

Gadis yang sedang bergelut nyaman diatas kasur itu sebenarnya sudah merasa aneh, seingatnya kasur di kamarnya tidak setebal dan sewangi ini. Seperti bau yang sangat menenangkan Itsa yang memang sedang stress.

Itsa menggeliat, matanya terbuka sempurna dan menatap langit-langit kamar yang berwarna putih bersih. Seingat itsa langit-langit kamarnya berwarna krem. Itsa bangun buru-buru sampai kepalanya terasa pusing.

Ini bukan kamarnya, Itsa tidak punya lemari sebesar itu dan jendela kaca sebesar itu. Ini bukan kamarnya sama sekali

ranjang luas dan empuk ini membuat Itsa merasa nyaman dan enggan untuk bangun. Itsa turun dari ranjang, lega saat tau seragamnya masih utuh, hanya blazernya saja yang entah kemana. Membuka pintu kamar, Itsa di sambut dengan ruangan luas bebas tanpa sekat.

Ada sofa besar yang berbentuk melingkar di tengah dan sofa berbentuk L di dekat pintu yang sepertinya pintu masuk, disisi kiri ada dapur yang sangat cantik walau Itsa melihatnya dari jauh. Itsa melangkah pada jendela besar di sisi kanan dan terkejut karna ternyata hari sudah malam. Jalanan nampak kecil diatas sini, lalu gedung-gedung pencakar langit yang nampak indah, Itsa terpesona sesaat.

Namun kembali ke realita, ini tempat asing dan entah milik siapa. Itsa butuh menelpon seseorang tapi dimana tasnya atau blazernya? Itsa baru akan kembali masuk ke kamar yang tadi saat pintu terbuka dan menampilkan..Gara?!

Itsa mematung di tempatnya, sampai Gara tiba di hadapannya dengan kemeja putih dan celana kain hitam. Rambut pria itu agak berantakan

"Kamu udah bangun?" Astaga, jangan-jangan kamar yang tadi ia tempati adalah milik Gara? kasurnya? selimutnya?

"Maaf saya pergi gak pamit, kamu tadi pingsan. Kata dokter yang sempat saya panggil kesini, kamu kecapean dan kena gejala maag" jelas Gara, Itsa mulai mengingat pertemuannya dengan Gara di taman, terhitung Itsa sudah disini selama berjam-jam.

"Tadi waktu kamu sadar, saya tinggal buat ambil makanan di bawah pas balik ternyata kamu tidur" pria itu mengambil lengan Itsa untuk berjalan bersamanya menuju dapur.

"Kamu makan dulu ya? Ngapain aja kamu dirumah sampe kena gejala maag begini?" Itsa tidak tau sekarang pukul berapa, yang jelas sudah sangat lama dia disini. Orang-orang pasti mencarinya

"Pak, tas saya mana?" Tanya Itsa, kegiatan Gara yang sedang menyiapkan makanan yang sudah di belinya terhenti.

"Ada, kamu duduk dan makan dulu." Itsa tidak bisa makan dalam keadaan begini. Apartemen ini milik Gara, Gara adalah gurunya dan kenapa harus membawanya kesini? Kenapa tidak rumah sakit saja?

"Pak, saya harus pulang" Itsa ingin mencari dimana Gara meletakkan tasnya, namun baru beberapa langkah Gara menahannya.

"Makan dulu, kamu kelaparan" Iya benar, Itsa memang merasa sangat lapar, namun rasa panik seakan membuatnya lupa.

"Pak____

"membantah terus, coba membantah sekali lagi biar saya kurung kamu di kamar sampai besok" tentu saja, ini apartemen Gara. jelas dia bisa melakukan apa saja

"Pak, orang rumah mungkin udah nyariin saya" Gara mengangguk, membawa Itsa kembali ke mini bar menuntunnya duduk dan meletakkan sepiring nasi dengan sayur serta ayam.

"Iya, makan dulu" Itsa tau ia tidak lagi bisa mengelak, ia memang lapar. Maka saat Gara memberinya sendok dan garpu, Itsa mulai makan dengan lahap. Gara mengambil duduk di depan Itsa, memandangi Itsa yang makan tanpa suara.

Mulai hari ini Gara tegaskan, Itsa adalah miliknya dan ia akan melindunginya dari apapun.

Benar kata Itsa, orang rumahnya memang mencarinya. Saat Itsa belum sadar tadi, Gara mengambil ponsel Itsa di dalam tasnya menyalakan benda itu dan muncullah banyak notifikasi.

WABI-SABI✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang