Jouska selalu tutup sedikit lebih lama dari hari-hari biasanya ketika hari sabtu.
Pukul sebelas malam, kafe sudah benar-benar sepi, karyawan sudah pulang dan hanya menyisakan Itsa dan Gara kali ini.
Itsa sudah menolak untuk membicarakan apapun yang ingin Gara sampaikan. Ia khawatir. Mungkin bagi Gara tidak serumit itu, tapi untuk Itsa, melawan keluarga Gara adalah kesalahan besar.
Namun pria itu sepertinya tidak kenal penolakan dan menyerah dari Itsa, ia tetap disana meski Itsa berulang kali mengusirnya.
"Saya besok sibuk, gak bisa ngobrol lama-lama" Itsa selalu sibuk di hari minggu sejak beberapa bulan lalu sejak kepindahannya kemari.
"Semuanya harus selesai malam ini juga" Gara tidak peduli pada apapun yang menunggunya besok. Ia bisa saja benar-benar gila karena semua ini tak kunjung ia perjelas.
Dua hari setelah kepergian Itsa hari itu, setelah ia memaksa semua teman dan beberapa guru untuk mengaku karena berfikir mereka terlibat bahkan mendatangi Siska dan Darma yang ternyata juga tidak tau keberadaan Itsa-ia mendatangi kafe dan memaksa untuk melihat cctv.
Menampilkan Itsa yang bekerja seperti biasa sebelum Karenina mendatanginya.
Gara amat sangat mengenal wanita itu, yang sikap arogansi nya bahkan membuat Gara muak.
Pasti ada sesuatu dari hasil pembicaraan mereka berdua yang membuat Itsa jadi menghilang. Bersikap aneh dan tidak biasanya beberapa saat sebelum kepergiannya.
"Saya gak tau apa yang udah mama saya ucapkan ke kamu hari itu, tapi apapun itu Kara, seharunya kamu mendatangi saya dan bukannya pergi" ucapan Gara terdengar lirih dan Itsa membiarkan. Biarkan kulitnya terasa meremang entah karena apa, biarkan jantungnya meronta, biarkan matanya berkaca. Itsa akan biarkan
Karena jelas, apa yang Karenina katakan waktu itu adalah benar. Dia tidak salah. Dan Itsa akan selalu tau diri.
"Kenapa kamu memilih pergi?" Pertanyaan yang tidak mampu Itsa jawab. Baginya, semua terlanjur dan tidak ada yang perlu di kenang
"Saya rasa itu sudah gak penting untuk di bahas" jawaban yang membuat Gara mengepalkan tangannya.
"Karena kamu tau saya sangat menginginkan kamu, apa itu jadi alasan kamu bisa seenaknya?" Itsa menggeleng pelan, sedikit takut karena tatapan tajam Gara padanya tidak putus.
"Kita gak pernah putus kalau kamu lupa Kara"
"Kalau gitu mulai hari ini kita putus"
Hening.
Mereka berdua terdiam beberapa detik, Gara tidak peduli malam semakin larut meski suara dentingan jam itu bahkan sampai terdengar ke telinganya.
"Gak, gak akan pernah. Gak akan terjadi" Itsa menghela nafasnya berat. Dia sungguh bingung harus mengatakan apalagi pada Gara.
"Saya gak mau jadi penghancur hubungan orang lain" apalagi dengan orang yang tidak sebanding dengannya. Benar kata Disa waktu itu, kenapa ia harus berusaha menembus Gara yang tidak akan pernah bisa ia lakukan?
"Hubungan siapa? Hubungan apa?" Gara mulai tidak paham dengan arah pembicaraan ini. Apa yang Itsa bahas berbeda dengan apa yang ingin ia sampaikan.
"Hubungan kamu sama mama kamu udah buruk, saya gak mau tambah menjadi penyebab kalian makin buruk" mari jelaskan, apa yang bagi Gara tidak jelas.
"Jauh sebelum ada kamu, kami memang gak pernah seakur yang kamu kira" jawab Gara, kali ini Itsa seperti melihat seorang pria yang berbeda. Entah bagaimana, Gara terlihat seperti sedang berusaha mendapatkan sesuatu yang penting.
"Kita beda, benar kata mama kamu. Jadi ada baiknya kita mulai menjalani hidup kita masing-masing " suara Itsa menegas, diambang rasa lelah dan pikirannya yang mulai kalut. Itsa menjadi kesal saat ini, kenapa Gara tidak mempermudah semuanya? Dia kaya raya, punya Disa yang sepadan. Kenapa dia tidak mencoba menikmati dan mensyukuri itu?
"Saya gak peduli soal status sosial atau urusan ekonomi orang lain" Gara membalas tak kalah tajam, jika dengan nada lembut dan rendahnya suaranya tidak mampu membuat Itsa mengerti. Biarkan ia lihat bagaimana Gara jika sifat aslinya keluar.
"Kamu sudah cukup jauh Kara, saya gak akan menyerah dan saya gak akan kalah. Saya gak mundur sekeras apapun dorongan kamu. Saya gak peduli kamu berasal dari mana seperti apa hidup kamu seberapa banyak harta kamu saya gak akan pernah peduli dengan itu!" Itsa terdiam, Gara hampir di katakan sedang membentaknya sekarang, Itsa tidak berani menatap lama manik mata Gara yang memancarkan kemarahan.
"Saya cinta sama kamu, itu sudah cukup" nada suara Gara gara menurun, ia meraih tangan Itsa dan menggenggamnya erat.
"Saya janji gak akan ada yang bisa menyakiti kamu selama kamu tetap di belakang saya" sebut saja Gara gila, karena demi apapun! Jika mungkin Itsa meminta jantungnya sekarang juga akan Gara berikan.
Itsa masih diam, masih memaksa otaknya mencerna apapun yang sedang Gara sampaikan.
"Kita mulai semuanya dari awal, tolong jangan anggap saya kasihan, jangan pedulikan soal mama yang gak akan saya biarkan ikut campur, jangan pedulikan kekayaan saya atau kamu. Jangan bandingkan kehidupan kita" Gara ingat bagaimana ia begitu marah di depan Karenina. Ia yang mengikuti pertunangan sialan dengan Disa demi agar Itsa tidak di depak dari sekolah. Seharusnya semua selesai sesuai apa yang telah Gara rencanakan tapi Itsa lebih dulu pergi darinya.
"Terus Disa gimana?" Pertanyaan bagus, Gara memang selalu menunggu waktu dimana ia akan menjelaskan soal Disa pada Itsa.
"Saya gak peduli dengan dia, kita gak ada hubungan apapun. Kalau waktu itu kamu mau bersabar sedikit kamu akan kagum liat betapa lihainya saya mengatasi perjodohan sialan yang mereka semua susun" ada nada bangga disana, ia bangga karena berhasil menyakinkan keluarga Disa bahwa perjodohan itu tidak akan berhasil. Gara jujur akan menyakiti hati Disa di depan ayah perempuan itu kalau sampai pernikahan itu terjadi. Uang tidak bisa di jadikan jaminan pernikahan mereka akan panjang dan bahagia.
"Dia istri kamu sekarang" mereka sudah tunangan waktu itu, Gara sendiri yang bilang.
Gara tertawa rendah. Itsa pikir setelah dirinya terpuruk hidupnya berantakan tanpanya Gara bisa dengan mudah menemukan perempuan lain lalu hidup bahagia selamanya begitu?
Yang tidak Itsa tau, Gara yang memaksa dirinya tidak menyentuh alkohol banyak menjadi begitu serakah agar pikirannya tidak pada Itsa saja, merokok membuatnya tenang sejenak meski Gara menghindari itu pula demi kesehatan. Itsa membuat hidupnya benar-benar berubah.
"Mulai sekarang jangan berfikir kamu bisa lari, gak akan ada yang cocok jadi istri saya selain kamu"
____________
"Serius sa?" Tentu, Kalya sangat terkejut mendengar cerita Itsa soal apa yang terjadi hari ini.
Sekarang sudah pukul tiga pagi, selepas Gara mengantarnya sampai pintu apartment Itsa jadi di landa bingung. Ia bingung dengan hatinya sendiri sebenarnya apa maunya?!
Ia tidak ingin mendekat dengan keluarga Gara tapi tidak bisa mengelak pada rasa lega ketika ternyata Gara masih menginginkannya.
Itsa memutuskan menelpon Kalya dan menceritakan semuanya, berharap mendapat solusi dari gadis itu.
"Udah lah Sa, pak Gara udah bertahan sejauh ini. Dia lewatin semuanya dan terima alasan lo pergi. Dia tetap cinta sama lo. Udahlah, coba giliran lo yang pahamin dia" Itsa mengusap wajahnya kasar, yang terjadi selama ini adalah Gara selalu memahaminya dan Itsa berfikir Gara tidak butuh pemahaman darinya. Dia bisa. Dan Itsa tidak sadari itu.