Itsa lupa kapan terakhir kali ia menjadi segelisah sekarang. Ia tidak fokus pada kelasnya yang berlangsung dan tidak mengerti pada apa yang dosennya jelaskan.
Semua karena satu kalimat dari Gerald yang nyatanya tidak bisa Itsa tanggapi dan tidak bisa Itsa jawab.
Itsa ragu jika terlihatnya Gara di sekitaran kampusnya adalah sebuah kebetulan. Apalagi baru saja tadi pagi pria itu berhasil mendatangi apartemennya. Bukan hal sulit untuk kemudian ia berhasil tau kampusnya. Jujur Itsa menjadi agak takut.
Andai bisa memilih, Itsa lebih memilih Gara untuk membencinya saja agar setidaknya mereka tidak perlu saling bertemu atau sebaiknya menjauh saja jika tidak sengaja bertemu. Itu akan sedikit lebih mudah. Gara tidak perlu mencarinya, perempuan tidak tau diri dan lemah seperti dirinya, dan Itsa pun akan fokus pada usahanya melupakan.
"Lo kenapa sih diem aja dari tadi? Sariawan? Sakit gigi? Bau mulut? Gak mau gue beliin obat aja?" Itsa terkekeh mendengar komentar Tyas terhadap sikap diamnya hari ini.
"Gak kenapa-kenapa kok" jawab Itsa yang tidak mungkin menceritakan keresahannya pada Tyas yang tidak pernah tau soal Gara atau kisahnya dulu.
"Lo pusing karena bentar lagi kita mau ujian ya?" Oh itsa hampir lupa, tahap ujiannya sebentar lagi terlaksana.
"Iya nih, takut gak bisa" jawab Itsa membenarkan asumsi Tyas.
Tyas sendiri menjadi terdiam, ia ikut melamun di samping Itsa memikirkan soal ujian yang sebentar lagi. Namun lain dengan Itsa yang sedang memikirkan ada hal penting apa sampai Gara harus kemari? Meski mungkin bukan untuknya, meski mungkin Gara punya urusan lain, Itsa khawatir pria itu akan melihat keberadaan nya disini.
Kalya masuk ke kelas Itsa yang hanya tersisa Itsa dan Tyas. Gadis itu ngos-ngosan sehabis lari menuruni banyak anak tangga.
"Lo kenapa deh? Kita lagi gak ngegosip ya" itu Tyas, menatap heran pada Kalya dan wajahnya yang sedikit berkeringat.
"Tyas, lo di panggil pak Raka" pak Raka adalah dosen mereka yang paling di idolakan seantero kampus. Masih muda, tidak sombong, ramah tamah, rajin menabung pokoknya idaman Tyas sekali.
"Serius lo?! Gue harus cepet!" Tyas yang tidak tau kalau Kalya hanya mengada-ada membereskan tasnya lalu berlari keluar kelas
"Tumben pak Raka manggil" setau Itsa, pak Raka kalau ada keperluan dengan mahasiswa selalu menyuruh asdosnya memanggil.
"Itu gak penting, gue ketemu pak Gara di depan kampus tadi" Kalya bahkan masih terserang panik, turun dari motornya ia melihat keberadaan Gara yang hanya bersandar pada kap mobilnya, menatap Kalya dengan sorotnya yang tajam yang jujur saja masih membuat Kalya merinding.
Itsa yang mendengar itu langsung menegakkan duduknya. Ikutan di serang panik seperti Kalya sekarang.
"Pak Gara pasti marah banget sama gue Sa" mengingat Kalya adalah orang yang paling di desak Gara atas kepergian Itsa.
"Gak usah takut, mungkin dia kesini karena ada urusan lain" kata Itsa lebih kepada untuk dirinya sendiri.
"Sa, ini tuh udah bukan kebetulan. Kenapa dia ada dimana-mana yang ada kaitannya sama lo kalau bukan karna emang lo tujuan dia" Itsa diam lagi, Gara datang ke Jouska, juga tau alamatnya. Dua itu saja sebenarnya sudah cukup membuktikan bahwa Gara memang sedang merencanakan sesuatu. Dan apapun itu, Itsa pastikan ia tidak akan terlibat.
"Itu dia diem doang di parkiran pasti lagi nungguin lo" ucap Kalya lagi yang kali ini ia yakini seratus persen
"Udah lah Kal, biarin aja. Nanti kalau capek pergi sendiri" Gara tidak mungkin membuang waktunya hanya untuk menunggunya saja kan? Gara adalah pria yang sibuk. Pekerjaannya bukan sekedar duduk-duduk saja sesuka hati. Mana mungkin ia tidak memikirkan pekerjaan nya.