2 bulan kemudian
Itsa sebenarnya kesulitan menahan kantuknya tiap kelas panjang ini berlangsung. Sudah beberapa kali matanya hampir terpejam, kepalanya hampir jatuh tertidur di meja namun sebisa mungkin ia menahan. Itsa bahkan merasa tangan kanannya sudah pegal karena terus di pakai untuk menopang dagunya.
Seperti saat sekolah dulu, Itsa bukan murid yang paling pintar. Kali ini pun ia juga bukan mahasiswi yang paling pintar. Dulu, ada beasiswa yang harus Itsa pertahankan, kalau sekarang ada tanggung jawab harus lulus lebih besar daripada keinginannya sendiri sebagai ucapan terimakasih pada Dewangga Bayuseno yang dengan amat baik hati mau membantu membayar semua biaya kuliahnya.
Itsa tidak mungkin mengecewakan pria itu.
Berakhirnya kelas bersamaan dengan kantuk Itsa yang pergi, entahlah selalu seperti itu. Kantuknya hilang saat ia lenggang. Aneh
"Ghaitsa" merasa namanya di panggil Itsa menoleh, orang yang mau repot menyebut namanya lengkap begitu hanya Tyas.
"Lo gak baca group kita?" Iya, mereka punya group bertiga. Tyas sendiri yang buat
Itsa menggeleng, sekarang mereka sedang berada cafetaria kampus. Itsa berniat untuk membeli kopi agar kelas selanjutnya ia tidak mengantuk
"Belum sempat" jawab gadis itu mengeluarkan laptopnya. Membuat Tyas menghela nafas. Itsa yang ambisius ingin belajar lagi.
"Ntar malem Kalya ngajakin ngumpul di rumahnya" Kalya sekarang tinggal bersama Dewangga di salah satu komplek perumahan elit yang jaraknya tidak terlalu jauh dari kampus
"Boleh, mau ngapain emang?" Tyas angkat bahu, Kalya yang menurutnya belakangan lebih sering jalan dengan Rico itu tiba-tiba minta mereka berkumpul.
"Udah capek jalan sama Rico kali" Itsa tertawa. Sebenarnya Itsa juga merasa Kalya agaknya mulai jarang ada waktu bersamanya dan Tyas. Tapi bukan masalah selama Kalya tetap kuliah dan tidak lupa urusannya di Jouska.
________
Pada pukul delapan malam, Itsa yang tidak pulang ke apartment nya untuk berganti baju langsung menuju rumah Kalya karna sahabatnya itu terus saja menerornya dengan telpon. Kalya memang paling hafal kalau Itsa selalu banyak alasan.
"Tyas belum nyampe?" Kini kedua gadis itu sedang duduk diatas karpet ruang tamu rumah sepupu Kalya yang tak lain adalah Dewangga
"Belum, paling macet" Itsa mengangguk, Bandung macetnya tidak separah jakarta setau Itsa.
"Btw, waktu ke jakarta sama mas Angga lo gak ketemu siapa-siapa yang kenal sama lo kan?" Kalya memang tau, alasan mengapa Itsa memilih pindah kota sekalian. Itsa sudah menceritakan semuanya, soal Gara, soal hatinya yang telah patah bahkan sebelum berkembang, soal keluarga Gara dan soal alasannya harus menjauh dari Gara. Tidak ada yang tidak Itsa ceritakan. Kalya meski terkejut hari itu tetap saja mau membantu Itsa untuk keluar dari masalahnya
Tidak salah Kalya khawatir, karena Gara waktu itu menghubungi semua teman Itsa tanpa terkecuali, dimana group khusus kelasnya menjadi ramai mencari keberadaan Itsa. Kepala sekolah dan wali kelas Itsa juga ikut di tanyai oleh Gara. Itsa menghilang begitu saja siang hari selepas ujian terakhir dimana satu-satunya yang tau soal keberadaan nya hanya Kalya, dimana ia meminta Kalya untuk mengatakan pada Gara kalau ia baik-baik saja dan Gara tidak perlu membuang-buang waktu berharganya untuk mencari Itsa. Meski Gara waktu itu mendesak Kalya untuk berbicara jujur mengenai keberadaan Itsa, Kalya lebih teguh pada pegangannya bahwa Gara baiknya menjauh saja dari Itsa.
"Gue sempet ketemu kak Sabria" Kalya nampak terkejut, Kalya tau dia siapa. Itsa secara ringkas pernah menjelaskan keluarga-keluarga Gara yang bukan dari kalangan biasa itu.