AKWWARD MOMENT

2.3K 183 0
                                    

Ternyata Gara tidak hanya memesan pizza, ada pasta dan juga kentang goreng. Setelah insiden tidak terduga tadi, Itsa sudah ngotot ingin pulang. Tapi Gara si pemaksa memang selalu punya cara untuk membuat Itsa kalah. Dengan pizza, pasta, kentang goreng, dan soda diatas meja makan apartment Gara, itsa duduk dengan canggung. Makanan ini sangat enak. tentu saja. Jika bukan karena Gara, mustahil Itsa bisa menikmati makanan se-mahal pizza dan pasta. Tapi meski begitu, Itsa tidak menikmati karena apa yang bisa ia lakukan setelah Gara yang faktanya adalah gurunya telah menciumnya?

Berbanding terbalik dengan Gara yang biasa saja, sudah sedari tadi pria itu memerhatikan Itsa yang makan dalam diam dengan suapan kecil dan pelan. Gara tau bahwa tindakannya begitu membuat Itsa terguncang. Tapi silahkan salahkan Itsa yang begitu mahir memancingnya. Bahkan yang tadi belum seberapa, Gara masih mengendalikan dirinya demi itsa.

"Saya kenyang pak, boleh saya pulang sekarang?"  Itsa memakan satu potong pizza dan sedikit pasta yang Gara sendokkan ke piringnya tanpa Itsa minta

"Masih hujan" Gara menjawab pendek, matanya bahkan menatap pasta di piringnya. Ia makan dengan lahap seolah tidak terjadi apapun dan tidak perlu mengawatirkan apapun.

Sekarang pukul delapan malam, mau berapa lama lagi dia disini?

"Terus kalau hujannya berhenti besok, saya pulangnya baru besok gitu?" Gara menatap Itsa yang sudah mulai kesal.

"Iya" jawaban pendek itu benar-benar memuakkan di telinga Itsa

"Ya gak mungkinlah!"  Bentakan kecil Itsa tentu tidak berpengaruh

"Kamu bisa tidur di kamar saya, dan saya tidur sofa. Tapi kalau kamu mau kita tidur bersama juga gak papa" tidak ada nada bercanda disana, Gara terdengar serius. Dan Itsa sungguhan mulai merasa takut. sulit mengendalikan diri saat rasa marah dan takut itu bercampur menjadi satu

Itsa takut Gara melakukan hal-hal yang tidak seharusnya seperti ciuman tadi atau bahkan lebih dari itu. Bisa jadikan? Melihat betapa Itsa payah dan dan tak mampu melawan tadi, Gara pasti menang dan itu adalah buruk.

Itsa kesal, pada dirinya yang tidak bisa melakukan apa-apa. Kesal pada Gara yang bertindak seenaknya memanfaatkan kelemahan Itsa disini

"Pak, saya harus pulang. Besok saya sekolah kalau bapak lupa" Itsa berusaha melembut, berharap Gara akan luluh atau paling tidak merasa kasihan padanya.

Gara meminum habis air di gelasnya, masih dengan menatap Itsa, tidak ada yang bersuara hingga beberapa sekon.

"Ok, saya antar pulang. Tunggu disini" Gara masuk ke kamar dan detik itu pula Itsa bernafas lega. Tidak bisa Itsa bayangkan jika ia kembali menginap disini dikamar Gara dalam kondisi berbeda

"Pake ini" Gara menyerahkan jaket berwarna coklat moka pada Itsa yang diambil gadis itu dalam diam. Ia memilih menurut agar semuanya berjalan cepat dan ia bisa segera pulang

Jaket Gara tentu kebesaran ditubuhnya. Itsa seperti tenggelam dalam jaket Gara yang kebesaran

"Lucu" gara tertawa kecil lalu bergerak maju mengecup singkat pipi Itsa karena merasa gemas. Itsa? Belum keluar dari keterkejutan tadi, sekarang Gara malah menambah satu lagi kejutan. Itsa sungguhan marah pada dirinya sendiri yang tampak sangat bodoh malam ini

"Kost kamu campur atau khusus perempuan?" Tanya Gara begitu mobilnya berhenti di depan gerbang kost Itsa

"Campur" jawab Itsa sembari melepas seat belt lalu berniat melepas jaket Gara dan mengembalikannya

Gara terdiam

"Pakai aja Kara, di luar dingin. Masih hujan juga" gerimis masih menjatuhi bumi, udaranya memang lumayan dingin setelah di terpa hujan deras berjam-jam.

"Kalau gitu saya permisi pak, makasih makanannya" lihat kan? Betapa Itsa bahkan masih mampu bersikap baik bahkan berterimakasih meski Gara telah membuatnya amat syok

Gara tentu tidak semudah itu membiarkan Itsa pergi, ia menahan lengan Itsa yang hendak membuka pintu sampai gadis itu menoleh dengan kedua alisnya yang menekuk

"Kenapa?" Gara tidak tau saja betapa Itsa mati-matian menahan malu saat harus menatap wajah Gara seperti sekarang.

"Setelah hari ini, saya janji kamu akan jadi milik saya" Itsa merinding, entah karena cuaca yang semakin dingin atau suara Gara yang mengalun pelan dan sarat akan keseriusan itu terasa menyentuh hatinya. Netra Gara yang menatapnya lekat dan tak putus seperti memaksa Itsa untuk tenggelam di dalamnya

"Kamu gak perlu melakukan apapun, tapi tolong. Jangan halangi saya untuk membuat kamu jatuh cinta sama saya. Itu gak mudah, tapi saya yakin saya bisa. tolong kamu jangan menghalangi saya. Kasih saya kesempatan untuk membuktikan ke kamu kalau saya gak mendekati kamu karena kasihan dan apa yang ada di kepala kamu mengenai saya adalah salah" Itsa belum pernah mendengar Gara berbicara selembut tadi, suara pria itu agak serak bahkan wajah mereka lumayan dekat hingga Itsa dapat merasakan nafas Gara menerpanya. Apa yang terjadi disini? Bagaimana bisa pria seperti Gara menginginkannya? Benar begitu?

"Bapak cinta sama saya?" Itsa takut di tinggalkan, orang tuanya pergi dan tidak mengatakan apapun. Itsa tidak tau cinta itu apa dan bagaimana. Itsa takut pada apa yang dapat terjadi jika saja ia jatuh cinta. Apa yang menjamin Gara tidak akan meninggalkannya?

"Setelah bapak bosan, bapak akan pergi. Benar begitu kan?" Gara terdiam, dan itu membuat Itsa membenarkan asumsinya sendiri. Gara hanya penasaran. Tidak lebih

"Setelah bapak dapatkan apa yang bapak mau, semuanya selesai kan? Saya gak tertarik pak. Tolong cari perempuan lain saja asal jangan libatkan saya" Itsa berniat melepas tangan Gara dari lengannya namun pria itu justru semakin mengeratkan pegangannya

"Ini bagian tersulit nya Kara, kamu dan pikiran kamu yang macam-macam itu memang sulit untuk di taklukan" Itsa mengernyit. Darimana pula Gara mendapatkan ketenangan luar biasa ini? Disaat Itsa saja rasanya tidak dapat mengendalikan diri, Gara justru biasa saja.

"Apa dengan menikahi kamu bisa membuat kamu percaya kalau saya gak seperti yang kamu kira? Apa dengan menikahi kamu bisa membuat kamu mengerti kalau saya memang mencintai kamu? Perlu kamu tau Kara, saya bukan orang yang mudah melepaskan apa yang sudah jadi milik saya. Termasuk kamu. Kamu mau jaminan apa supaya kamu percaya?" Giliran Itsa yang terdiam, ia tidak bisa menyembunyikan keterkejutannya mendengar kalimat Gara.

"Jawab" Gara terdengar mendesak, membuat Itsa terserang panik sekaligus bingung secara bersamaan. Berefek pada kepalanya yang terasa mulai pusing. Jangan lupakan tangan Gara yang masih memegang erat kedua tangannya seolah Itsa bisa keluar dengan cepat dari mobil ini

"Bapak udah gila" respon yang buruk, Itsa menyadarinya. Tapi ia harus bagaimana saat mendapati guru baru di sekolahnya, yang tidak di kenalnya tiba-tiba mengatakan cinta dan setuju menikah?

"Mungkin iya, saya udah gila." Gara tersenyum kecil diakhir kalimatnya. Dan Itsa rasa percakapan ini harus di hentikan sebelum ia ikut gila seperti Gara.

"Lepasin tangan saya pak, saya mau turun" Gara sebenarnya merasa bersalah membuat Itsa ketakutan seperti sekarang. Tapi dia juga sudah tidak bisa menunggu lama

"Ok, masuk dan istirahat" Gara melonggarkan genggaman nya hendak mendekat namun Itsa yang memundurkan wajahnya menahan dada Gara agar tidak semakin dekat dengan wajahnya.

"Permisi pak" dengan gerakan cepat dan tanpa menunggu jawaban Gara, Itsa keluar dari mobil Gara dan berlari masuk ke kost nya.

Gara yang melihat itu dari dalam mobil tertawa kecil. Satu hal yang pasti, Itsa sudah berada di genggamannya.

WABI-SABI✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang