Itsa terbangun saat alarm ponselnya berdering nyaring, sebelum tidur tadi Itsa memang sengaja memasang alarm agar tidak kebablasan.
"Lo dari mana?" Tanya Itsa saat melihat Kalya rapi sekali, atau baru akan pergi?
"Abis ketemu sama temen, sori gue gak pamit. Lo tidur kayak mati suri, Susah dibangunin" setelah mengobrol panjang dengan Kalya dan menceritakan kejadian tadi pagi, Itsa memang istirahat sebentar dirumah Kalya. Sudah pukul tiga sore dan Itsa merasa sudah saatnya ia pulang
"Jadi nanti lo mau bawa lagu apa?" Itsa masih sibuk memikirkan itu, tapi jujur setelah Kalya memberitahu kalau akan ada hadiah berupa uang yang lumayan, Itsa bertekad untuk menang, tidak apa juara dua karna uangnya pun cukup untuk bisa bayar uang muka kos.
Jika perpindahan itu berjalan lancar, Itsa akan mulai mencari kerja sampingan walau pasti akan susah karna Itsa hampir seharian di sekolah. Namun itu jauh lebih baik daripada harus berlama-lama bersama Nesya tante Siska atau om Darma juga
"Belum tau" kata Itsa, ia merapikan bajunya sejenak lalu berdiri.
"Hue pulang ya" Kalya mengantar Itsa sampai depan gerbang kostnya
"Kepala lo udah gak papa?" Itsa menggeleng dengan senyum, Kalya tadi sempat mengompres kepala Itsa dengan air hangat sembari mulut perempuan itu mengomel juga menyumpahi Nesya dan mamanya- Siska.
"Gue anter sampe halte gimana?" Usul Kalya kemudian, tapi Itsa menggeleng lagi. Kalya sudah terlalu banyak membantunya hari ini. Mengompres kepalanya, makan bersama, mendengarkan curhatnya dan membiarkan Itsa tidur berjam-jam di tempatnya, Itsa sudah merasa sangat merepotkan.
"Gue bisa sendiri, udah sana masuk" kalya tidak masuk, Ia tetap berdiri di depan gerbang kostnya hingga Itsa tidak lagi terlihat oleh pandangannya.
🦋🦋🦋
Itsa duduk sendirian di halte. Mengeluarkan ponselnya dari saku celana, tidak ada notifikasi apapun. Karna sebenarnya juga Itsa tidak aktif dalam dunia maya. Bahkan Itsa tidak punya Instagram. Toh, buat apa? Tidak ada yang bisa Itsa share disana. Hidupnya pahit dan terlalu membosankan untuk dibahas
Memandang jalanan disekitarnya, Itsa tau jam segini memang agak susah menemukan bis. Sampai mobil yang sedang jalan menuju kearahnya seperti pernah Itsa lihat sebelumnya.
Iya, Itsa mengenali mobil itu dan berharap semoga pengemudinya tidak melihat Itsa walau mustahil karna dia sedang duduk sendirian di halte. Dan benar.. mobil itu berhenti dan turunlah Sagara dari sana.
Itsa mengumpat dalam hati, dari sekian banyak mahkluk di bumi dan banyaknya populasi jiwa di Indonesia, kenapa harus Gara lagi Gara lagi? Itsa bosan
"Kita ketemu lagi Kara" senyum pria itu memang menawan, tapi kalau orangnya menyebalkan percuma.
Itsa hanya senyum tipis, tipis sekali sampai tidak akan terlihat kalau tidak teliti.
"Kita udah berapa kali nih ketemu gak sengaja? Apa kita jodoh ya?" Dalam hati Itsa berteriak, jangan sampai seperti itu karna Itsa tidak mau. Guru satu ini memang pandai sekali menguji emosi Itsa
Tanpa di suruh, Gara duduk di samping Itsa yang langsung menggeser duduknya agar tidak terlalu dekat.
"Dari mana?" Itsa bersandar pada sandaran kursi halte, ia melihat keatas sebentar seolah jengah dengan ini.
"Bapak kok bisa sih muncul dimana aja?" Sindiran itu di tanggapi tawa oleh Gara, dan Itsa memandangnya dengan bosan.
"Saya gak ada dimana-mana, emang semesta maunya kita ketemu terus" kata Sagara Janardana dengan percaya dirinya. Itsa tidak yakin Gara adalah seorang guru. Bagaimana bisa ia menyandang status sebagai guru di sekolah unggulan dengan tingkahnya yang begini? Berbicara pada muridnya bak berbicara pada orang sebayanya. Apakah Gara begitu pada semua muridnya?