Gara memang tau hubungan antara Itsa dan keluarganya bisa dikatakan kurang baik, paman dan bibi Itsa sepertinya tidak suka pada Itsa. Gara hanya tau sebatas itu. Melihat Itsa sekarang bekerja di kafe sehabis menguras tenaganya di sekolah membuat Gara marah. Gara lebih dari kata mampu untuk memenuhi semua kebutuhan dan keinginan Itsa. Melihat gadis yang ia cintai dan sayangi sedang melayani pemuda disana cukup membuat emosi Gara naik. Itsa tidak pernah memasang senyum semanis itu di depannya.
Gara bahkan sampai mengepalkan tangan sembari membiarkan pikirannya bertanya-tanya. Hidup Ghaitsa Karinasankara itu serumit apa? Di saat mungkin anak seusianya masih fokus sekolah, jalan dengan teman-temannya, atau sibuk dengan urusan percintaan, Itsa justru tidak. Gara juga tau kalau satu-satunya teman yang paling dekat dengan Itsa hanya Kalya saja. Mendapati Itsa bekerja sepulang sekolah begini membuat hati Gara tidak terima.
"Jadi mas-nya mau pesan apa?" Gara menoleh pada pelayan seumuran Itsa itu, ia memasang senyum yang tidak Gara balas sama sekali.
"lemon tea satu aja" pamit dengan sopan pelayan itu berlalu ke dapur, membiarkan Gara kini sendiri di mejanya masih menatap Itsa dari kejauhan tanpa gadis itu sadari.
-------------------
Ternyata, kerja di kafe itu lumayan susah. Apalagi dengan banyaknya menu yang harus Itsa kuasai cara buatnya. Terhitung sejak satu setengah jam lalu, Itsa diajari oleh perempuan bernama Dewi. Membuat beberapa minuman yang Itsa tau pasti harganya mahal walau dipandang dari gelasnya saja.
Di kafe ini, ada tiga karyawan untuk shift yang sama dengan Itsa. Ada Dewi, selain yang paling tua, Dewi juga yang paling senior karena sudah bekerja di kafe ini sejak dua tahun yang lalu. Lalu ada Syena, dia setahun diatas Itsa katanya, tugasnya sama seperti Itsa, sementara Dewi hanya sesekali membantu karena dia memegang kasir.
"cowok di sana ganteng banget, pake kemeja putih gitu keren banget! Padahal dari tadi cuma diem aja" sayup-sayup, Itsa yang sedang belajar membuat americano mendengar Syena yang sedang membuka obrolan. Sore menjelang magrib kafe tidak ramai tapi tidak sepi juga.
"Ganteng juga gak bakal mau sama lo" jawaban Dewi membuat Syena berdecak, Itsa fokus pada minumannya. Ini pesanan orang jangan sampai tidak enak lalu komplain
"Dia dari tadi ngeliat kesini loh" ujar Syena masih dengan ceria, menatap Gara dengan lemon teanya yang masih tersisa banyak
"Udah gak usah diliatin terus, waffle orang hangus tuh" bersamaan dengan peringatan Dewi tiga gelas americano buatan Itsa sudah jadi
"Udah kak, ini aku aja yang antar apa gimana?" Itsa dari tadi tidak dibiarkan mengantar pesanan dulu. Kalau kata Dewi, semua menu disini harus Itsa kuasai cepat-cepat.
"Gue aja sini" Syena mengajukan diri, bersemangat karena yang memesan minuman ini duduk berseberangan dengan pria yang sedari tadi ia kagumi.
"Iya biar Syena aja, kamu bantu aku buat milkshake dulu yuk" Itsa mengangguk semangat, Sebenarnya dia sudah lelah. Sehabis pulang sekolah Itsa langsung kemari tanpa ke kost dulu. Itsa tidak ingin terlambat di hari pertama bekerja, apalagi ia disini atas rekomendasi Kalya yang juga merupakan keluarga pemilik kafe.
"Sa, di panggil" karena tepukan di bahunya, Itsa menoleh menatap Syena dengan tanya.
"Cowok itu, mau ketemu sama lo katanya dia kenal sama lo." Itsa mengikuti kemana dagu Syena terarah. Meja panjang yang menjadi pembatas antara meja-meja para pengunjung yang tidak dihalangi apapun ini memang memudahkan Itsa Dewi dan Syena melihat area pengunjung dengan bebas. Mata Itsa membulat, menemukan Gara duduk di salah satu meja bagian tengah dengan tatapan tajamnya yang tak putus menatap Itsa sedari tadi.