TALK

2.5K 199 0
                                    

Dua hari di Semarang, jujur saja Gara merasa badannya siap remuk. Galang tidak bilang kalau ternyata urusan itu seribet ini. Namun belum selesai kelelahannya yang lalu, resepsionis bernama Sarah itu menyerahkan key card cadangan miliknya yang pernah Gara berikan pada Itsa.

Gara mengumpat puluhan kali di tengah-tengah apartment malam itu, harusnya ia yang marah disini karna Itsa terlalu meremehkan dirinya, lalu lihat apa yang sekarang dia dapat? Itsa justru secara tidak langsung tidak ingin berurusan lagi dengannya.

Ribuan kali Gara menelfon dan mengirim pesan namun tidak satupun yang Itsa tanggapi, baru kali ini Gara merasa perempuan benar-benar sepenting itu dalam hidupnya.

Bahkan terhadap ibunya pun Gara masih bisa cuek, lalu kenapa pada Itsa dirinya seakan hampir mati?

_______

Gara menatap seisi kelas, mengabsen satu persatu muridnya pagi ini dengan teliti hingga ia kembali tidak menemukan Itsa di kelas. Kemana lagi dia?

"Kalya, Itsa kemana?" Kalya yang sedang mengambil buku dalam tasnya menatap pada Gara

"di ruang guru pak, tadi di panggil sama bu Maya" Gara mengangguk sekilas, hari ini karna masih dalam hari-hari latihan sebelum pensi besok-, Gara hanya akan mengabsen saja, kebetulan pun ia sedang tidak berselera untuk mengajar. Jadinya, Gara hanya memberi tugas yang bisa di kerjakan di rumah

"Kalau gitu saya permisi" Gara keluar kelas bahkan sebelum para muridnya menjawab, satu yang patut Gara syukuri hari ini karena tepat saat ia keluar dari kelas, Itsa juga berada di ambang pintu.

"Permisi pak" kata Itsa cuek, lalu masuk kedalam kelasnya. Sikap Itsa yang itu benar-benar tidak dapat Gara terima. Bukan Gara tidak pernah berfikir untuk menjadikan Itsa pacar, tentu Gara berfikir hampir ribuan kali. Itsa masih terlalu muda dan terlebih lagi, dia adalah muridnya. Namun itu semua seakan di tepis.

Jika Itsa masih terlalu muda, Gara juga belum tua.

Jika Itsa adalah muridnya, tidak ada peraturan di sekolah dimana guru dan siswa di larang menjalin hubungan atau tidak ada peraturan hukum atau agama bahwa dilarang untuk menjalin hubungan pada yang lebih muda atau lebih tua.

Karena siapapun juga tau bahwa, yang namanya jatuh cinta itu manusia tidak bisa menentukan ingin jatuh pada siapa. Semua sudah jalannya, semua sudah takdirnya.

Dan perlu di ketahui juga bahwa Gara bukan orang yang mudah menyerah pada perasaannya. Jika ia bisa berjuang, maka Gara akan berjuang sampai dapat.

Perasaan untuk Itsa masih ada, meski ia kesal gadis itu meremehkan perasaanya dan mengartikannya sebagai rasa kasihan, Gara masih menginginkan Itsa.

Maka tanpa berfikir dua kali, Gara kembali membuka pintu kelas dan menatap Itsa di bangkunya.

"Kara, ikut saya sebentar. Ada yang mau saya bahas" tidak menunggu Itsa menjawab, Gara berlalu begitu saja.

"Pak gara mau apa?" Itsa menggeleng menjawab pertanyaan Kalya

"Mungkin soal tugas"

"Harusnya manggil gue, kan gue ketua kelas. Tapi buruan Sa, pak Gara nunggu" itsa agak curiga sebenarnya, ia sudah membulatkan tekad untuk mengakhiri apapun yang pernah terjadi antara dirinya dan Gara. Kembali ke awal dimana mereka hanya guru dan murid. Karena Itsa pun sadar, seorang Gara tidak akan pernah pantas untuknya meski hatinya terus saja bertanya apakah dia juga suka Gara atau tidak. Maka sebelum Itsa jatuh terlalu dalam, ada baiknya ia berhenti sekarang sebelum semuanya terlambat. Karna Itsa tidak ingin bergantung pada siapapun

Itsa baru keluar kelas, saat Gara menarik tangannya menyusuri koridor yang sepi hingga sampai di bagian belakang sekolah.

"Kenapa pak?"

"Kenapa? kamu yang kenapa?" Gara tambah kesal, namun berbicara dengan anak-anak terutama Itsa, Gara harus ekstra sabar.

"Kamu tinggal dimana sekarang? hp kamu kenapa mati?" Itsa membuang pandangannya ke sisi lain, menyugar rambutnya ke belakang dimana itu tidak luput dari perhatian Gara. Itsa bahkan berkali-kali lipat cantik hanya karna ia sedang menyugar rambutnya

"Pak, saya udah punya kehidupan saya sendiri. Untuk semua bantuan bapak, dulu saya mengucapkan terima kasih." Tentu saja Gara tidak terima, itu sama saja Itsa mengakhiri hubungan mereka yang bahkan baru akan di mulai.

"Kara, saya gak merasa di repotkan. Saya senang jika seandainya kamu bergantung pada saya dan itu bukan karna saya kasihan" Gara menjawab tegas, dia punya banyak uang. Membantu Itsa untuk semua kebutuhan perempuan itu tidak akan membuatnya jatuh miskin

"Rasa cinta saya bukan karna saya kasihan, bukan juga karna saya ingin main-main, bukan juga karena saya penasaran sama kamu" tambah Gara lagi. Tatapannya begitu serius, nadanya begitu tegas dan Itsa hampir saja percaya.

"Pak, saya gak mungkin__

"Tinggal dimana kamu sekarang?" Itsa tidak mau Gara tau kalau sekarang ia sudah tinggal dengan Kalya dan ada rencana untuk kost sendiri, namun Itsa juga tidak ada jawaban lain.

"Sama Kalya" jawab Itsa pendek

"Dimana?" menghela nafas, Itsa menatap Gara jengah.

"Kenapa bapak perlu tau?" Apakah Gara tidak mengerti maksudnya? Itsa berhenti. Ia tidak ingin ada ikatan apapun dengan Gara

"Saya harus memastikan pacar saya aman" dan jawaban tegas Gara benar-benar membuat Itsa terdiam

Itsa tidak paham

"Pak__

"Kenapa nomor kamu gak pernah aktif?" Ponsel itu sudah hancur lebur, bahkan kartu simnya saja Itsa lupa ia letakkan dimana.

"Hp saya rusak, udah ya pak permisi" namun Gara belum selesai, ia mencekal tangan Itsa dan menggenggamnya.

"Rusak kenapa?" suara pria itu melembut, dan Itsa mati-matian menahan diri agar tidak terlena.

"Jatuh, udah pak saya gak enak kalau ada yang liat" demi kenyamanan Itsa, Gara menurut walau ia tidak peduli.

Toh ini bukan sebuah kesalahan.

__________

Latihan sudah sisa hari ini saja, jujur saja Itsa makin bertambah gelisah. Ia takut tidak menang, apalagi saat mendengar suara peserta lain yang jauh lebih bagus. Setidaknya menurut Itsa.

Itsa takut tidak menang, sementara hadiah yang berupa uang itu ingin Itsa gunakan sebagai uang muka untuk mencari kost, agar ia tidak usah merepotkan Kalya lama-lama.

"Itsa!" Atas teriakan heboh Kalya, Itsa yang sedang duduk sendirian di lapangan bola sekolahnya menoleh

"Sepupu gue udah bales" Itsa langsung semangat kembali, ia menarik Kalya agar duduk di sampingnya.

"Serius?" Pada pesan itu tertulis, Itsa boleh datang besok sore untuk membawa surat lamaran kerja.

"Iya, besok pulang sekolah gue temenin" seperti baru mendapatkan kebahagiaan di banyaknya penderitaan yang ada, Itsa rasanya hampir meneteskan air mata.

"kkal, tapi dia taukan gue masih sekolah?" Apalagi Itsa sudah berada di kelas akhir. Mungkin saat kerja nanti Itsa hanya punya waktu siang sampai malam

"Udah, gue udah kasih tau semuanya. Lo tenang aja" Itsa memeluk Kalya dari samping, memberitahu rasa terimakasihnya lewat sana. Karna sungguh, Itsa kehabisan kata. Entah bagaimana dia seandainya di hidupnya tidak ada Kalya.

"sekarang pulang yuk, besok udah masuk pensi. Lo santai aja, gue udah yakin lo menang" ya semoga, karna Itsa benar-benar sangat berharap, Itsa ingin mandiri tanpa perlu merepotkan orang lain. Baik itu Kalya atau juga Gara.

WABI-SABI✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang