Acara pentas seni yang diadakan sekolah akhirnya dimulai, sebenarnya hal-hal seperti ini membuat Itsa merasa bosan karna pelajaran jadi berkurang. Guru juga banyak yang tidak sempat mengajar. Sebenarnya juga Itsa tidak ada keinginan untuk mengikuti pentas apapun, namun sebagai murid berprestasi di sekolah guru jelas akan heran dan bertanya-tanya kenapa Itsa tidak mau ikut pensi apapun. Tapi meski menjalani dengan setengah hati dan mengeluh dalam hati, Itsa selalu berusaha melakukan yang terbaik dan tidak main-main dalam menjalankannya.
Namun kali ini keinginan untuk menolak benar-benar besar sekarang, karna andai saja Itsa bisa ia ingin ikut lomba volley saja. Tapi Itsa lupa sahabatnya bernama Kalya ini memang tidak tertebak dan kadang juga kurang ajar.
"Lo kok tega sih? Harusnya izin dulu sama gue!" Omel Itsa karna mendapati namanya terdaftar pada peserta lomba nyanyi. Sementara Kalya di sampingnya sedang tertawa terbahak-bahak.
"Kalya gue serius!" Pesan di group kelasnya bermunculan. Ada yang heran karna tidak pernah mendengar Itsa bernyanyi, ada yang mendukung, bahkan ada yang memberi Itsa saran lagu yang bisa dibawakan nanti.
"Lo kan jago nyanyi, apa salahnya?" Kata kalya tanpa merasa bersalah, itsa bisa menyanyi. Kalya tau tentu saja. Beberapa kali walau sembunyi-sembunyi temannya itu sesekali bernyanyi dulu semasa mereka masih memakai rok biru.
Kalya yakin itsa akan menang diantara sembilan peserta lain
"Gak gitu dong, gue ikut volley aja sama kayak lo" Itsa cuma mau numpang nama saja, Tapi ia juga janji tidak akan main-main saat latihan dan bertanding nanti.
"no way! Gak bisa, soalnya nama lo udah terdaftar gak bisa di cancel. Banyak tau yang mau ikut lomba nyanyi tapi kapasitasnya udah penuh" Itsa memasukan ponsel jadulnya ke dalam tas lalu bersandar malas pada kursi.
"Bagi yang ikut lomba nyanyi ini latihannya sendiri-sendiri, lagunya juga bebas" kalya berceloteh dan Itsa hanya diam mendengarkan.
"Bahasa korea kek, bahasa Inggris bahasa china bebas!" Kata Kalya sembari memberi gestur yang berlebihan.
"Lo udah kepikiran mau nyanyi lagu apa?" Kepala Kalya yang di tumbuhi rambut sepunggung itu menoleh pada Itsa yang lemas di tempat
"Gak, gue mikir gimana caranya biar gak usah ikut lomba" bahu Itsa di pukul pelan. Lagi-lagi Itsa mendapati mata Kalya yang segaris itu di paksa melotot.
"Gak gitu konsepnya! Hadiahnya lumayan tau"
"Emang bakal ada hadiah?" tanya Itsa penasaran, kalau memang ada hadiah masih bisa di pertimbangkan. Walau Itsa juga tidak percaya diri untuk menang. Tapi kalau bisa ia menyombongkan diri sedikit, Itsa memang mengakui ia bisa bernyanyi. Tapi Itsa minder setelah melihat nama-nama lain yang ikut dalam lomba.
Ada nama Sasha, vokalis band sekolahnya yang selalu mampu menggapai nada tinggi setiap dia bernyanyi.
Ada Indri si penggemar K-Pop yang memiliki suara halus yang dapat membuat pendengarnya menjadi tenang.
Sementara Itsa? Ia tidak ingin berbangga diri karna bernyanyi baginya hanya sekedar pelepas penat disaat tubuhnya sudah lelah karna segala tugasnya.
"Gue penasaran reaksi orang-orang denger lo nyanyi gimana ya?" Kalya cekikikan, karna memang selain dirinya tidak ada yang pernah mendengar suara Itsa saat bernyanyi.
Itsa melirik jam diatas papan tulis kelasnya, sudah waktunya istirahat. Walaupun memang dari tadi kelas sudah sepi karna guru di jam kedua sedang berhalangan untuk hadir. Para peserta pensi sudah melakukan latihan karna waktu yang di berikan untuk mempersiapkan diri hanya dua minggu di mulai dari sekarang.
"Gue mau latihan, lo mau ikut apa mau disini aja?" Kata Kalya lagi, gadis keturunan Chinese itu sudah mengambil tasnya bersiap pergi. Mungkin supaya bisa langsung pulang karna latihan volley memang memakan waktu yang lumayan walau cuma akan bertanding melawan kelas lain.
Itsa menggeleng, sepertinya ia harus mulai berfikir lagu apa yang cocok untuk ia bawakan nanti.
"Gue disini dulu" Kalya mengangguk, jam terakhir pelajaran sepertinya juga akan di tiadakan karna semua murid sudah mulai latihan.
"Yaudah gue duluan ya ,bye!" Itsa balas melambaikan tangan pada Kalya yang sudah keluar dari kelas. Merenungi nasib, Itsa membuka perpustakaan musik di ponselnya.
Mencari ide kiranya lagu apa yang bisa dibawakan nanti, karna jujur saja Itsa lebih sering mendengar lagu dengan volume keras daripada bernyanyi. Biasanya dirumah setelah semua kerjaan selesai, Itsa akan di kamar berbaring dengan headset yang menyumpal telinganya. Bahkan Itsa sudah sampai pada tahap merasa kosong dan harinya tidak lengkap kalau tidak mendengar satu lagu saja dalam sehari.
Perut Itsa berbunyi, gadis yang hari ini mengikat asal rambutnya itu melangkah keluar menuju kantin. Mungkin mengganjal perut dengan roti dan susu bisa membantu. Itsa akan makan nasi kalau sudah dirumah.
"Mau kemana kara?" Sial karna di tengah perjalanan, Itsa harus bertemu dengan Gara. Bagi Itsa itu kesialan tapi bagi Gara untuk sungguh kebetulan yang indah.
Karna sejak insiden di pangkalan angkot beberapa hari itu, Itsa menghindari Gara mati-matian. Bahkan pesan dari Gara yang mengirimkan permintaan maaf hanya Itsa abaikan. Ia sedikit bingung, kenapa Gara harus minta maaf?
"Mau ke kantin pak permisi" Itsa mengernyit, karna Gara justru menghalangi jalannya.
Melihat Itsa mengabaikan banyak pesannya membuat Gara sangat terusik, setidak peduli itu Itsa padanya? Gara tidak bisa bohong, ada rasa senang karna akhirnya bisa bertemu dengan Itsa hari ini, karna meski satu lokasi, tidak mudah untuk bertemu apalagi Gara seorang guru yang sibuk dan meski Gara bisa, ia tidak ingin menggunakan kekuasaannya untuk memanggil Itsa mendekat padanya. Harus ada sebuah alasan agar tidak menimbulkan fitnah
Itsa agak heran, kenapa setiap kali bertemu dengan Gara lorong koridor selalu sepi?
"Kenapa pesan saya gak kamu balas-balas?" Karna itu tidak penting, Itsa merasa tidak wajar Gara mengiriminya pesan permintaan maaf secara berulang dan lebih tidak wajar lagi karna sekarang Gara nampak protes mengetahui pesannya tidak di balas.
Tidak ada guru yang melakukan itu
"Kamu masih marah karna waktu itu? saya kan udah minta maaf" Itsa tidak marah, ia tidak pernah marah pada Gara atau pada orang yang bertanya soal kendaraan apa yang ia pakai ke sekolah tiap harinya. Karna memang itu benar. Kenapa Itsa harus marah? tidak ada larangannya di sekolah ini harus naik taksi atau ojek offline kek online kek.
"Apa gunanya saya marah?" Gara terdiam, benar juga. Dan kenapa juga ia harus gelisah dan kesal karna Itsa tidak membalas pesannya?
Gara memandang wajah Itsa lekat-lekat, beberapa anak rambut terlihat karna terlepas dari ikatannya membuat Gara semakin menyadari Itsa sangatlah cantik. Dengan rambut yang diikat asal atau wajahnya yang terkesan dingin Itsa sangat cantik
"Saya permisi pak" agak risih karna Gara justru memerhatikan wajahnya se-lekat itu
"Kara____" terlalu sering mendengar kata itu, Itsa akhirnya jengah juga.
"Pak maaf, tapi nama saya Itsa" Gara terkekeh kecil, ia melipat tangan di dada mengangkat dagunya tinggi seolah menantang.
"Terserah saya dong mau manggil kamu apa. Ghaitsa kek, Itsa kek, Aruna kek, Kara kek sayang kek. Kok kamu ngatur?" Itsa mengepalkan tangannya di sisi tubuh, berusaha mengatur nafasnya agar tetap teratur dan menenangkan hatinya agar tak sampai emosi.
Ia bertanya kenapa dia mengatur? ya karna nama itu dia yang punya!
"Baik pak, saya permisi"
"Udah tiga kali kamu bilang permisi" itsa abai, ia tetap melanjutkan langkahnya menuju kantin.
Tidak tau saja Itsa, bahwa memang begitu cara Gara untuk mendekat padanya.