KARA

2.4K 164 0
                                    

Sudah seminggu sejak Itsa akhirnya resmi bekerja sepulang sekolah. Dan selama seminggu itu pula, Gara terus saja datang duduk berlama-lama di salah satu meja kafe yang ramai.

Memandangi Itsa, memerhatikan apa saja yang Itsa lakukan, matanya mengikuti setiap langkah yang Itsa ambil. Dan jujur saja Itsa sudah mulai risih. Seolah Gara tidak punya pekerjaan lain. Belum lagi beberapa karyawan lain yang selalu bertanya siapa sebenarnya Gara. Selama seminggu itu juga Gara tidak pernah absen mengantar Itsa pulang dengan segala jenis paksaan dan ancaman yang memang tidak bisa Itsa lawan jika itu berkaitan dengan sekolahnya

Jam makan siang sudah lewat, hari ini adalah hari minggu dan tentu saja Gara sudah disana sejak satu jam yang lalu. Merasa pekerjaannya sedang longgar, Itsa sengaja menghampiri Gara yang langsung mengangkat pandangannya dari layar laptop pada Itsa yang berdiri dengan ekspresi datar di depannya

"Bapak lagi apa?" Gara tersenyum tipis, meski ia tau Itsa sudah mulai jengah karena terus berada disini untuk waktu yang lama

"Lagi ngerjain sesuatu" jawab Gara tenang, bukan tanpa alasan ia berada disini. Ia harus memastikan Itsa baik-baik saja dan mengantarnya pulang dengan selamat. Selama seminggu Itsa tidak tau saja betapa Gara menahan diri saat beberapa kali ada pria yang mencoba menarik perhatian Itsa, meminta nomor ponselnya meski tidak mendapatkan hasil, atau salah seorang rekan kerja Itsa yang sepertinya tidak menyukai Itsa pun tidak luput dari pengamatan Gara.

"Kenapa gak di kerjain di apartment bapak aja?" Iya sebenarnya memang bisa, tapi mengingat Itsa sekarang sedang jauh dari jangkauannya, Gara memang perlu membuktikan pada Itsa bahwa perkiraannya selama ini mengenai dirinya adalah salah.

"Boleh kalau kamu mau menginap di apartment saya" Itsa menatap Gara dengan kesal, memang Gara pikir keberadaannya disini tidak menarik perhatian apa?

Itsa sudah mulai jengah terus saja ditanyai, bahkan beberapa kali Gara ikut campur pada pekerjaan Itsa yang sedang mengantarkan pesanan orang.

"Bapak pulang aja sana" Itsa berusaha untuk tidak mengeraskan suaranya, meski kafe sedang sepi, Itsa tau kalau Sheila-, salah satu rekan kerjanya sudah memerhatikan dirinya dari tadi.

"Memangnya saya gak boleh disini? Saya kan gak duduk aja. Saya pesan makan dan minum kan? Salah saya dimana?" Itsa lupa betapa sebenarnya Gara adalah pria keras kepala

"Tapi saya gak nyaman bapak disini terus" Gara memang tidak secara langsung mengganggunya tapi tetap saja Itsa risih

"Kapan saya ganggu kamu?" Senyum jail di wajah Gara semakin membuat itsa kesal saja. Maka dengan menghentakkan kaki Itsa memilih kembali pada pekerjaannya.

"Sa, tolong bawain ini ya gue mau ke toilet" Itsa mengangguk, mengambil nampan berisi dua gelas minuman dan berjalan menuju meja yang tadi sempat Sheila tunjuk

"Pesanannya kak. Silahkan, saya permisi" Itsa baru akan pergi dari sana saat salah satu pria dengan kaos biru itu memegang lengannya

"Ya, ada yang bisa saya bantu?"  Jawab Itsa ramah sembari melepas pegangan pada lengannya

"Aku baru liat kamu disini, kamu baru ya?" Itsa mengangguk dengan senyum yang berusaha dibuat natural. Itsa tidak nyaman pada tatapan pria yang sepertinya anak kuliahan ini. Belum lagi tatapan teman disampingnya yang juga tidak putus memerhatikan Itsa sedari tadi

"Boleh minta nomor telepon kamu gak?"  Itsa mengernyitkan dahi, bukan pertama kali ia mendapatkan permintaan seperti, ini tapi tidak pernah ada yang Itsa tanggapi karena merasa risih. Lagi pula bukan bagian dari pekerjaannya untuk memenuhi apa saja mau pelanggan yang bahkan tidak seharusnya kan?

"Maaf kak saya permisi, masih banyak kerjaan lain" pria itu menahan lengannya lagi, kali ini lebih kuat hingga Itsa tanpa sengaja meringis pelan.

"Gak usah takut aku cuma mau kenalan kok, aku kenal sama yang punya kafe. Kami teman akrab" baik. lalu? Apa Itsa harus peduli dan apakah itu penting baginya?

WABI-SABI✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang