Dua hari belakangan, Itsa tidak tau apa yang salah. Namun tante Siska terus saja marah selama itu. Selalu dan memang hanya Itsa yang menjadi objek pelampiasan amarahnya, sementara Itsa saja tidak tau sebenarnya apa yang telah terjadi.
Seperti pagi ini, Itsa membuat roti bakar dengan selai kacang diatasnya. Itu kesukaan tante Siska yang Itsa tau selama tujuh tahun tinggal dirumah ini. Namun pagi ini apa yang Itsa lakukan semuanya adalah kesalahan. Tante Siska membanting piring berisi roti itu hingga berserakan di lantai.
"ya mama gimana sih! aku kan laper!" Protes Nesya tidak di hiraukan Siska, mata perempuan tiga puluh tahun itu menatap nyalang pada Itsa yang masih berdiri di dapur dengan seragam lengkap. Itsa tinggal mengambil tasnya yang ia letakkan di sofa ruang tengah
"Keluarga kamu itu memang pembawa sial tau gak!" Siska berteriak marah, dan Itsa tidak mengerti dengan keadaan ini.
"Tante__
"DIAM KAMU!" Itsa tersentak, bahkan kakinya mundur beberapa langkah.
"Gak kamu, gak om kamu, gak ibu kamu! Semuanya pembawa masalah!" Itsa merasa, tante Siska menjadikannya sebagai tempat pelampiasan amarahnya. Dia sedang ada masalah, namun tidak peduli Itsa terlibat atau tidak dalam masalah itu, Itsa tetap salah. Itsa tetap yang akan menanggung amarahnya.
"Aku pamit___
"om kamu itu gak tau diri ya! udah syukur saya nampung benalu kayak kamu, masih aja dia cari masalah!" Itsa terdiam, benalu katanya? Itsa sudah berusaha selama ini, membantu apapun yang bisa di bantu, mengerjakan semua pekerjaan yang bahkan seharusnya tugas Siska, lalu kenapa ia dianggap benalu? Bahkan sekolah Itsa pun tidak memakai uangnya sepeser pun.
Mengingat om Darma, Itsa mulai paham. Pasangan suami istri ini sedang ada masalah karna om Darma bahkan tidak pulang sejak dua hari
"Gak tau diri! Sama kayak ibu kamu! Udah anaknya di tampung dia gak pernah datang buat ngambil kamu balik! kenapa!? Karna ibu kamu aja gak menginginkan kamu! Pembawa masalah!" Itsa sakit mendengarnya, ia tau apa? Bahkan rupa ibunya saja Itsa mulai samar. Itsa tidak tau.
Dan kalau memang ada yang salah dengan om Darma, kenapa harus Itsa juga yang salah?
"Kamu mau pamit kan? sana pergi! Gak usah balik lagi kalau perlu!" Siska mendorong kuat Itsa, merasa tidak mampu lagi melawan, Itsa mengambil tasnya lalu keluar rumah.
Itsa merasa moodnya sangat berantakan, ia tidak mungkin datang ke sekolah saat wajahnya bersimbah air mata begini. Bagaimana kalau ada guru yang bertanya?
Itsa mematikan ponselnya, menaiki angkot yang rute-nya berjauhan dari arah sekolahnya. Karna dalam keadaan hati hancur dan pikiran kacau, Itsa tidak jamin dirinya bisa berkonsentrasi di sekolah.
🦋🦋🦋
Guru bahasa Inggris sudah masuk dan semakin menambah rasa panik dalam diri Kalya, baru satu kali masuk, Kalya sudah tau kalau pak Gara pasti akan mengamati seisi kelas lebih dulu, lalu mulai mengabsen. Memang seperti itu. Kata anak-anak kelas lain juga sama.
Kalya memasukkan ponselnya kedalam tas, menyerah menghubungi Itsa yang ponselnya tidak aktif entah kenapa. Ada sedikit rasa khawatir karna Itsa sempat cerita lewat chat semalam, kalau tante Siska dua hari ini terus-menerus marah padanya padahal Itsa sendiri tidak tau salahnya apa.
"Itsa kemana?" Mata Gara mengarah pada Kalya yang meremas tangannya gugup. Gara yang berubah menjadi amat serius dan menyeramkan saat di kelas membuat nyali Kalya ciut
"Itsa..saya gak tau pak" cicit Kalya bagai anak tikus
"Kenapa gak tau? dia telat lagi?" Sejak dua hari belakangan, Gara tidak ada di sekolah karna sibuk dengan urusannya yang lain. Gara pernah mengirim pesan pada Itsa bertanya pada gadis itu mengenai kabarnya, tapi sama sekali tidak ada jawaban, Itsa bahkan tidak membaca pesan itu.