Gara tidak mengerti ada apa dan sangat khawatir dengan hilangnya itsa tiba-tiba. Masih segar di ingatan ia pamit untuk kembali ke jakarta beberapa hari dan gadis itu mengiyakan. Ratusan panggilan tak terjawab serta pesan-pesannya yang membludak tidak satu pun di tanggapi itsa. Pekerjaan membuatnya terpaksa harus tetap tinggal dan tidak menyusul itsa detik itu juga.
Perasaannya makin tidak tenang ketika tiga hari kemudian ia tidak mendapati itsa di apartment nya, ponselnya mati dan gara sungguhan hampir gila karenanya. Kepalanya mencoba mengingat-ingat apakah ada dari tingkahnya yang belakangan ini membuat itsa marah? Namun sepanjang empat jam ia duduk di sofa apartment itsa ia tidak menemukan titik terang.
Gara memilih mendatangi jouska, dan disana lah semua terjawab. Cctv yang ia dapat secara paksa menunjukkan javier janardana dan itsa duduk berhadapan lumayan lama hingga itsa menangis terisak-isak, luruh di lantai menangis kencang di pelukan salah satu karyawannya. Gara mengepalkan tangannya kencang, andai saja Javier bukan pria tua renta yang duduk di kursi roda ingin rasanya gara memukulnya.
Jadi hari yang tidak pernah ia harapkan akhirnya terjadi juga. Dan gara merasa hidupnya sebentar lagi berakhir.
Masih dengan memaksa karyawan itsa, gara berhasil mendapatkan nomor telpon kalya. Gadis itu sama seperti di masa lalu. Tidak mempan paksaan bujukan dan permohonan gara untuk memberitahukan dimana itsa. Hingga gara sudah terlalu lelah, ia menemui kalya di kampusnya berlutut dibawah kakinya agar bersedia memberitahukan padanya dimana itsa berada dan apakah ia baik-baik saja karena gara bersumpah apa yang javier sampaikan pada itsa adalah awal dari kehancurannya.
"Dia gak baik-baik aja, kerjaanya cuma nangis dia gak bisa tidur gak bisa makan. Tapi saya juga mohon sama bapak, tolong jangan temuin itsa dulu. Saya janji bakal jagain itsa. Asal bapak gak muncul dulu, itsa butuh tenang." atas ucapan kalya dan juga bantuan dewangga yang ia mintai mengawasi itsa, gara akhirnya bersedia untuk hanya mengetahui kabar dan perkembangan itsa hanya lewat kalya, meski gara tidak percaya itsa baik-baik saja seperti apa yang kalya sering ucapkan. Itsa tidak baik-baik saja.
Gara mengerti betapa pengecutnya ia menjadi manusia, karena setelah semua yang terjadi gara baru berani mendatangi javier setelah seminggu kemudian. Gara tidak repot-repot menyapa damian yang menyambutnya, ia lekas mendatangi javier yang sedang duduk berdiam diri di rumah kaca kesayangannya.
"Ada apa sagara"? Gara mengepalkan tangannya mendengar sapaan javier padanya, seolah mereka akrab dan tidak punya masalah.
"Ini adalah pertama dan terakhir kalinya kakek ketemu dengan itsa" gara nyaris menetaskan air mata mengingat betapa takutnya ia hidup tanpa itsa kini.
"Bukannya kata kamu itsa juga cucu saya"? Javier menjawab santai, ia lihat dan memahami betapa gara sedang berusaha keras menahan amarahnya sekarang.
"Dia cucu yang enggak kakek inginkan! Dia anak dari menantu yang enggak kakek restui! Setelah semuanya kakek pikir kakek berhak mengakui itsa"! Bentakan gara memenuhi rumah kaca, teriakan kencangnya sedikit membuat javier terkejut. Tidak pernah sepanjang enam puluh tahun hidupnya ia melihat gara semarah ini
"Kamu terlalu mengulur waktu gara, saya cuma membantu kamu yang terlalu lama" ucap Javier setelah beberapa lama terdiam.
Gara menghela nafasnya susah payah, keringat membanjiri wajahnya yang telah memerah karena amarah, tenggorokannya nyeri menahan tangis.
"Mulai sekarang, saya bukan lagi cucu kakek. Untuk itsa, saya siap menukar semua kesalahan saya bahkan dengan nyawa saya sekalipun" ucapan gara dengan nadanya yang pelan itu membuat javier merinding.
"Tolong, tolong biarkan saya menyelesaikan ini sendiri" meskipun javier juga terlibat bahkan ini semua ada atas perintahnya, yang membuat gara lebih takut adalah karena hubungannya dengan itsa yang terancam akan berakhir. Selama ini gara hidup dengan hanya bekerja dan bekerja, tidak ada perempuan yang benar-benar pernah ia cintai sebesar cintanya pada itsa, tidak dekat dengan keluarganya, ia sudah jauh dari kata terbiasa, itsa memegang hampir seluruh hidupnya, jika tanpa itsa, gara ragu ia akan tetap hidup.
Apa ini hukuman atas dosanya? Ini kah yang menjadi karmanya? Ia teramat mencintai itsa, gadis yang mungkin akan membencinya untuk seumur hidupnya.
_________
Itsa udah mau makan kok, masih nangis, terutama kalau tengah malam. Tapi saya pastiin gak bakalan ninggalin dia
Gara tidak sanggup membalas pesan kalya. Ia takut itsa bertindak macam-macam untuk melampiaskan sedih dan amarahnya. Andai itsa tau, bahwa dirinya bersedia menjadi tempat itsa untuk melampiaskannya. Namun yang terjadi, itsa justru tidak muncul dimana pun gara mencari. Ia menghilang membawa sebagian hati dan hidupnya.
Galang yang memutuskan menginap dirumah gara melihat kondisi temannya itu seperti orang gila. Gara sudah menghabiskan tiga botol alkohol sendirian, sudah merokok dua bungkus sampai terbatuk-batuk. Galang meraih rokok yang hendak gara nyalakan, membuangnya ke lantai dan menginjak-injaknya sampai hancur.
"Ntar itsa udah mau ketemu lo tapi lo keburu mati karena penyakit paru-paru. Gak lucu" gara tidak menjawab, tidak juga melihat kearah galang yang mengambil duduk di sampingnya.
Galang baru tau, stress dan sedih akibat percintaan bisa membuat orang berubah menjadi seperti bukan dirinya. Gara harusnya tidak mengonsumsi alkohol, dari sejak pertama kali mengenalnya, gara sendiri mengaku tidak mengonsumsi alkohol dan itu memang benar. Gara juga tidak merokok. Dua hal itu adalah salah satu dari banyak alasan mengapa gara banyak di sukai oleh wanita. Wanita yang semuanya hanya singgah, namun itsa ini, dia adalah kebalikan dari apa yang selama ini terjadi. Perempuan akan memohon dan merengek bahkan menangis agar tidak di tinggalkan gara. Itsa, dialah yang justru membuat gara seperti akan hilang waras, dia yang memohon dan tidak ragu menangis karena takut itsa meninggalkannya.
"Jujur emang gak semuanya menyenangkan gara, tapi untuk kasus lo, meskipun itu menyakiti itsa, tapi lo harus". Gara masih enggan menyahut, untuk entah yang ke berapa kalinya ia ingin mengakui betapa pengecutnya ia menjadi seorang laki-laki
"Gara, kalo semisal itsa minta ke polisi buat melanjutkan lagi kasus ini, keluarga lo terutama orang tua lo pasti gak bakalan tinggal diam. Lo sendiri juga pastinya gak bakal tega liat sabria di penjara kan"? Gara akhirnya melihat kearah galang, tatapannya nyalang dan menajam
"Dan membiarkan itsa sekali lagi gak mendapatkan keadilan"? Gara menyayangi sabria. Tentu saja iya. Namun jika seperti ini bagaimana mungkin ia tetap melindungi jika jelas-jelas sabria memang salah? Javier juga sudah mengatakan itu pada itsa. Gara tidak berniat menyembunyikan apapun lagi, ia akan jujur. Termasuk soal sabria. Maka konsekuensinya adalah, biarkan sabria mempertanggungjawabkan perbuatannya dan gara yang akan ikut serta menderita.