Gara mengenal Galang sejak duduk di bangku SMA. Pria itu juga adalah orang berjasa yang selama ini membantu Gara dalam mengurus pekerjaannya terutama jika harus ke luar kota.
Beberapa hari yang lalu, pria yang lebih tua setahun diatasnya itu mengabarinya akan menikah dengan pacar yang kebetulan juga teman SMA mereka berdua. Gara pada awalnya memang senang untuk datang, apalagi ada Itsa yang akan menemaninya. Dimana gadis itu sudah berada di jakarta sejak kemarin.
Tapi ada dua hal yang memicu kesalnya Gara hari ini yaitu
Satu, Galang dan calon istrinya-, Nanda memberikannya baju seragam berwarna soft pink. Gara rasanya ingin membakar baju itu sejak awal ia melihatnya.
Atas dalih Galang yang mengatakan semua teman mereka memang memakai baju yang sama dan permohonan Nanda lah yang akhirnya Gara setujui dengan tak ikhlas.
Kedua, Itsa sudah di jakarta sejak kemarin. Tapi perempuan yang sangat ia cintai itu menolak untuk menginap di rumahnya dan memilih menyewa hotel. Gara sudah membayangkan akan menghabiskan banyak waktu dengan Itsa tapi dia malah menjauh. Tapi karena rasa cinta itu pula Gara tidak kuasa memaksa Itsa.
Pagi ini pukul tujuh Gara sudah rapi dengan kemeja batik pink soft sialan yang Galang dan Nanda siapkan, ia padukan dengan celana bahan berwarna senada. Gara benci sekali stylenya hari ini. Ia berdiri di depan pintu hotel kamar Itsa, setelah memencet bel beberapa kali.
Pintu terbuka, menampilkan Itsa dengan kebaya modern berwarna pink soft yang sama dengan baju Gara. Yang Itsa beli kemarin setelah Gara memberitahu kalau mereka harus pakai baju dengan warna yang sama meski pria itu kentara sekali tidak suka. Itsa mengenakan rok batik yang senada dan tidak terlalu panjang juga tidak pendek.
Rambutnya yang panjang dan bergelombang ia biarkan tergerai, riasan wajahnya tidak berlebih sama sekali. Ini mungkin adalah kali kedua Gara melihat itsa berdandan. Tapi soal terpesona, Gara tidak ingat sudah berapa kali
Boleh tidak, mereka tidak usah pergi? Biarkan kecantikan Itsa untuk dirinya sendiri. Yang lain tidak perlu tau.
"Ngelamun, ayo" Itsa sedang menutup pintu kamarnya saat Gara tiba-tiba memeluknya erat.
"Gak usah pergi lah" Itsa mengernyit, meski memang ia takut muncul di depan teman-temannya Gara. Ia tidak ingin menjadi penghalang Gara untuk kemana-mana.
"Kenapa?" Apa penampilannya membuat Gara malu? Ia memang tidak berbakat merias diri dan tidak akan menjadi ahli meski Kalya berulang kali mengajarinya.
"Kamu cantik banget sayang, kalau ada yang lihat terus suka sama kamu gimana?" Ucapan Gara membuat tawa Itsa berderai. Gara melepas pelukannya, menatap Itsa dengan ekspresi cemberut yang justru membuat tawa Itsa makin sulit berhenti.
Tidak sembarangan Gara mengatakan ini, teman-temannya itu rata-rata brengsek. Namun meski begitu, mereka punya potensi besar membuat kaum hawa tertarik. Mereka kaya dan punya wajah tampan meski Gara yakin ia berada di urutan atas.
Bagaimana kalau diluar Itsa bertemu dengan pria sepantaran dengannya, yang mampu menarik perhatian Itsa?
"Gak usah ngomong aneh-aneh deh, nanti kita telat" Itsa mengambil tangan Gara untuk di tarik pelan dan berjalan bersama
"Denger ya Kara, nanti sampai sana kamu gak boleh jauh-jauh dari saya" Itsa mengangguk menjawab Gara. Pria itu menatap serius, tangannya memegang kedua bahu Itsa
"Saya serius, kamu ngerti kan?"
Menghela nafasnya, Itsa yang mulai tidak sabar dengan sikap Gara menurunkan kedua tangan Gara dari bahunya.
"Aku gak akan jauh-jauh, aku gak kenal siapa-siapa disana selain kamu"
"Bagus!" Gara mengambil tangan Itsa kembali. Dalam hati ia janji tidak akan berlama-lama disana. Karena selain tidak ingin Itsa akrab dengan teman-temannya, Gara yakin paling tidak salah satu dari keluarganya akan ada disana mengingat orang tua Galang dan orang tuanya juga akrab dari dulu.