Tadinya, Kalya ingin menemani Itsa untuk mendatangi rumah tantenya untuk mengambil baju dan beberapa barang Itsa yang tidak banyak. Namun Itsa menolak keras karna tidak ingin Kalya melihat interaksinya dengan tante Siska yang sangat buruk.
Pukul empat sore, Itsa membuka pintu pagar itu tanpa menutupnya kembali karna Itsa akan segera pergi dari sini. Menekan bel dua kali, tante Siska dengan pakaian rumahannya menyambut Itsa dengan tatapannya yang sangat sinis
"Ngapain kamu kesini lagi! Gak betah kan jadi gelandangan di luar?" Jadi gelandangan apa? Malah Itsa merasa jadi ratu. Tapi itu dulu saat di tempat Gara. Sekarang Itsa harus berjuang sendirian
"Aku cuma mau ambil pakaian aku" kata Itsa datar
"Oh iya, hampir aja saya bakar pakaian kamu. Cepet ambil, gak pake lama. Gak sudi saya liat muka kamu lama-lama" Itsa hanya menghela nafasnya pelan, Itsa setuju pada orang yang mengatakan bahwa sabar itu adalah hal yang sangat berat untuk di lakukan, Itsa saja yang sudah terbiasa masih setengah mati.
Itsa sedang memasukkan bajunya yang tidak banyak kedalam tas serta beberapa benda yang dirasa penting saat Nesya datang bersandar di daun pintu, gadis itu melipat tangannya di dada.
"Lo sekarang tinggal dimana? Kolong jembatan? atau panti asuhan?" Itsa tidak menjawab meski hatinya kesal sekali mendengar itu. Tujuannya datang bukan untuk cari ribut
"Kayaknya gak ada panti asuhan yang terima lo, emang bagusnya lo tinggal di bawah jembatan" akan ada saatnya dimana Itsa membungkam mulut Nesya, tidak usah dengan fisik. Banyak cara lain
Nesya menggeram kesal saat Itsa hanya melewatinya setelah mengabaikan semua kalimatnya, Itsa sudah hampir mencapai pintu saat suara tante Siska terdengar memanggilnya
"Kamu pikir semuanya gratis, selama kamu makan dirumah ini kamu anggap itu gratis"? Itsa mengerutkan keningnya, apalagi kali ini?
"Maksud tante?" Siska memutar bola matanya, lalu mendekat dua langkah di hadapan Itsa.
"Kamu harus ganti rugi, biaya kamu makan selama ini harus kamu ganti!" Itsa hampir teriak mendengarnya, setau Itsa pun, uang yang dipakai dirumah ini adalah uang hasil kerja om Darma. Bukan Siska apalagi Nesya
"Tante tau aku gak punya apapun" balas Itsa masih berusaha untuk bersabar. Apa selama ini dirinya yang menjadi pembantu belum cukup?
"Loh, kamu pikir saya peduli?!" Nesya ikut bergabung mendengar bentakan mamanya
"Suruh dia tinggal disini aja mah, jadi babu" Itsa menatap Nesya dengan tajam, ia juga sudah lihat ada seorang ART di dapur yang sedang menyiapkan makanan.
"Kenapa? Gak ada yang ngerjain pr lo? Orang-orang di sekolah lo akhirnya tau kalo ternyata lo bego?" Sialnya memang benar, sejak Itsa keluar dan tidak mengerjakan pr nya lagi nilai Nesya anjlok. Benar-benar anjlok
"Sialan lo!" Bentak Nesya keras-keras, dia tidak akan bisa melawan Itsa secara fisik karna ia memang lemah. Sudah lemah, sombong, bodoh pula.
"Jaga ya ucapan kamu, saya gak mau tau, kamu harus ganti uang selama kamu disini" tante Siska menunjuk-nunjuk wajah Itsa
"Tante mau paksa aku sekalipun aku gak bisa apa-apa, aku gak ada uang" selesai Itsa mengatakan itu, ponselnya dalam saku celana berdering. Itu panggilan dari Gara yang tidak ingin Itsa tanggapi lagi
Itsa tidak sempat menahan saat dengan cepat Siska merampas ponsel itu dan membantingnya kearah tembok, hingga layar ponselnya benar-benar pecah parah.
"Tante!"
"Apa! Mau protes?! Makanya kalo tante ngomong denger!" Itsa menatap nanar ponselnya, ia mengambil benda itu yang tidak akan berguna lagi.
"Kamu__