Itsa tiba di pekarangan rumah kalya beberapa jam kemudian, rumah masih nampak ramai karena keluarga kalya banyak datang dari berbagai daerah. Sapaan-sapaan yang menghampiri itsa hanya di balas dengan anggukan serta senyum ramah meski sebenarnya ia mulai lelah bersikap manis dan butuh istirahat
"Itsa, ayo makan sini" priyanka yang sedang duduk di meja makan melambaikan tangannya pada itsa yang juga langsung mendekat.
"Kalya di kamarnya"? Priyanka mengangguk. setelah acara selesai kalya juga suaminya memutuskan masuk ke kamarnya dan beristirahat. Itsa sebenarnya tidak ada rencana untuk menginap disini meski kalya dan priyanka memintanya. Besok itsa harus menyambangi sekaligus mengecek proses launching kafe nya yang baru.
"Angga tadi nyariin kamu, dia di taman sekarang" itsa mengangguk, dewangga jarang menelponnya sejak pergi ke Australia. Mereka tidak lagi berkomunikasi seperti dulu atau jalan-jalan bertiga lagi karena kesibukan masing-masing. Maka itsa sempat bingung ketika pria itu memintanya datang untuk sebuah hal penting.
"Kalau gitu aku ke taman dulu ma"
"Gak makan dulu"?
Seingatnya, itsa hanya makan sekali hari ini. Tapi hingga pukul sepuluh malam ini, rasa lapar yang ia tunggu-tunggu tidak juga tiba dan keinginan untuk makan memang tidak ada. Itsa sudah terbiasa dengan pola makannya yang tidak jelas sejak hidupnya porak-poranda.
"Nanti aja ma" Priyanka mengangguk, membiarkan itsa berjalan ke sisi kanan rumah, dimana taman kecil dengan beberapa bunga tersusun rapi. Ada bangku panjang di pinggir kolam ikan, disana dewangga yang sudah hampir lima bulan ini tidak pernah ia lihat rupanya. Dan hanya mendengar kabarnya sesekali dari kalya.
"Mas"? Dewangga yang sedari tadi menatap ikan-ikan yang ada di kolam mendongak menyambut tatapan itsa padanya.
"Duduk sa" ia mengambil kopi yang telah dingin itu untuk di letakkan dibawah agar itsa bisa duduk. Pria itu nampak berbeda, rambutnya agak panjang mencapai lehernya, dia juga lebih kurus dari yang terakhir kali itsa ingat.
"Australia kayaknya gak menyenangkan ya"? Dewangga tertawa kecil, ia kembali menatap kolam ikan di depannya. Benar kata gadis itu, Australia atau dimana pun ia berada akan tidak menyenangkan jika pikirannya tidak mau tenang.
"Sebenarnya hari ini saya gak ada rencana pulang" ucap dewangga setelah hening beberapa detik. Itsa ingat, mereka tidak secanggung ini dulu. Tapi sekarang entah kenapa itsa merasa ada sedikit perubahan dalam dewangga yang membuatnya tidak mengerti. Itsa seakan kembali ke masa dimana ia pertama kali bertemu pria itu di kafe tempat bekerja dulu.
"Terus, kenapa tiba-tiba udah disini? Harusnya tadi pagi gak sih? Biar mas angga liat kalya akhirnya udah nikah" angga mengangguk, kalya adalah sepupunya yang paling dekat bahkan paling ia sayangi diantara sepupunya yang lain. Gadis itu juga sekarang memang sedang marah padanya karena ia tak hadir di acara pentingnya. Dewangga akan memikirkan cara meminta maaf, namun untuk sekarang ia perlu membahas sesuatu dengan itsa.
"Saya benar-benar gak bisa datang, ini saya pulang juga karena mama masuk rumah sakit" itsa membulatkan matanya, terkejut mendengar kalimat dewangga.
"Sakit apa"? Tanyanya dengan sedikit rasa panik.
"Gak papa, cuma demam biasa" jawab dewangga terdengar santai. Ia sempat kesal karena ternyata mamanya memang sengaja melebih-lebihkan cerita memperparah keadaan agar dewangga pulang hari ini juga.
"Ya syukurlah kalau gak parah" sahut itsa kemudian, ia ikut memandang ke depan. Dinding yang di penuhi bunga itu agaknya lebih membuat rileks daripada dewangga sendiri.
"Ada apa sih"? Dan akhirnya itsa jengah juga, ia penasaran ada hal penting apa sampai dewangga menyebutkan ingin membahas hal penting dengannya. Pria itu sudah terlalu banyak diam dan itsa tidak suka menebak-nebak isi pikiran orang.
"Mama udah mulai panik karena saya belum nikah juga sampai sekarang" dulu, beberapa kali itsa pernah mendengar dewangga bertengkar dengan mamanya karena masalah itu. Soal dewangga yang belum juga membawa calon istrinya ke depan keluarga, kalya juga sudah pernah bilang beberapa kali bahwa dimana akhirnya dewangga membawa perempuan pilihannya kerumah, orang tuanya tidak memberikan restunya. Itsa tidak mau pusing soal itu, itu bukan urusannya. Meski memang itsa sempat berfikir, perempuan seperti apa yang akhirnya berhasil menarik perhatian seorang dewangga? Yang itsa ketahui hanya terlalu sibuk bekerja dan mengurusi hobinya.
"Terus? Hubungannya sama aku apa"? Ya. Itsa tidak tau menahu soal masalah itu, bukannya itsa tidak peduli, namun itu bukan ranahnya. Itsa dari dulu memang tidak pernah mencampuri urusan dewangga.
"Mama mengusulkan sebuah perjodohan" ungkap dewa lagi. Memang sering terjadi. Orang tua- orang tua yang mulai pusing mengapa anak-anaknya tidak kunjung menemukan jodohnya, maka mereka akan turun tangan. Itsa tidak asing dengan hal seperti itu.
Umur dewangga yang memang sudah dikatakan pas dan matang untuk menikah dan memiliki anak pasti menjadi poin utama mengapa cysara- mama dari dewangga menjadi panik dan kepikiran karena dewangga tidak kunjung menikah. Atau bahkan sekedar memperkenalkan perempuan pada keluarganya.
"Terus mas angga gak mau"? Itsa memusatkan atensinya pada dewangga yang masih menatap kolam ikan.
"Saya gak mau bukan karena perempuan itu tidak layak, saya gak mau bukan karena perempuan itu buruk atau semacamnya" itsa diam, mendengarkan cerita dewangga yang sepertinya sedang menghadapi masalah serius.
"Justru dia perempuan yang baik, dia cantik, mandiri, dan tangguh." Itsa mengangguk, di kepalanya terbayang perempuan beruntung jika ia bersama dewangga. Itsa sedikit banyak mengetahui bagaimana dia.
Dewangga adalah pria yang lembut, dia juga tidak pelit jika soal uang dan harta, kalya selalu bilang begitu padanya. Dia bukan tipe pria yang gampang marah, meski waktunya banyak di habiskan di kantor atau dimanapun dia bekerja dewangga selalu datang setiap kali kalya meminta bantuannya, itsa juga beberapa kali di bantu oleh pria itu. Bahkan bisa dibilang, atas bantuan dewangga lah ia bisa bangkit dari hidupnya.
"Tapi saya gak mungkin menikahi dia tanpa rasa cinta. Mungkin terdengar berlebihan" dewangga mengangkat pandanganya, beralih menatap itsa dengan serius yang terpancar jelas di kedua matanya.
"Saya gak mau menyakiti dia. Dengan menikah dengan dia padahal, saya sangat mencintai orang lain. Dan perempuan itu juga punya cintanya sendiri, saya tau. Dia punya seseorang yang sampai detik ini enggak pernah dia lupakan meskipun dia berusaha" itsa tidak mengerti, ia tidak bisa menjelaskan dengan benar. Bagaimana tatapan dewangga mampu membuat jantungnya berdegup kencang. Bukan karena sebuah perasaan romantis, itsa merasa bahwa dewangga sedang menceritakan dirinya. Ia tidak mau salah sangka, tapi itsa memang merasa begitu.
Ia belum berhasil menang dari masa lalunya.
"Maksud mas dewangga apa sih"? Itsa agak kesal, entah kenapa. Itsa agaknya merasa sedikit tersinggung.
"Kamu lumayan dekat dengan kedua orang tua saya sejak pindah kesini dan itu karena kalya" benar, itsa tau itu. Ia terbiasa ikut dengan kalya jika ingin mendatangi dewangga dirumahnya, berakhir itsa mengenal cysara dalam beberapa kesempatan. Dia ibu yang lembut tutur katanya, itsa di terima dengan baik disana.
"Kita harus bicara ke mama saya kalau saya gak mungkin menikahi kamu dan kamu gak mungkin menikahi saya" itsa terkejut, sangat amat terkejut. Tidak pernah terlintas bahkan di pikiran paling liarnya sekalipun dimana ia akan menikah dengan dewangga. Usulan macam apa yang cysara cetuskan itu?
"Kamu perempuan yang baik itsa, saya sudah menganggap kamu sebagai adik saya sendiri seperti kalya. Saya gak mau menikah dengan kamu justru karena saya menyayangi kamu. Saya gak mau kita dan orang-orang tertentu tersakiti karena ini" benar, dewangga juga laki-laki yang baik. Namun itu tidak cukup menjadi dasar dan landasan mereka bisa bersama.