KARENINA

1.9K 141 2
                                    

Memasuki semester akhir sekolah, Itsa yang memang sudah menargetkan salah satu universitas untuk dirinya pun mulai belajar lebih keras lagi. Di setiap sela waktu yang ia miliki akhir-akhir ini, Itsa tidak pernah lupa untuk membuka bukunya mempelajari beberapa hal dari sana. Itsa tau ia kesulitan di beberapa sisi. Termasuk mungkin biaya, tapi Itsa sudah optimis kalau dia bisa dan akan berusaha. Lagi pula sekarang ia bekerja dan menabung.

Hari Jumat seperti biasanya, kelas hanya diisi satu mata pelajaran setelah senam bersama. Kini Itsa sedang duduk disalah satu bangku taman dengan buku-buku soal ujian untuk melatihnya nanti. Itsa sedang menunggu Kalya yang pamit membeli camilan di kantin.

Meski bisa di bilang Itsa tidak begitu populer di sekolah, tetap saja menjalani masa sekolah di akhir-akhir semester ternyata memiliki sensasi berbeda. Itsa pasti akan rindu pada teman-teman kelasnya yang punya beragam karakter itu.

"Lagi ngapain Sa?" Itsa menoleh, mendapati Gerald yang baru ia lihat lagi setelah beberapa waktu entah kemana.

"Lagi belajar aja" Gerald ikut melirik buku cetak yang Itsa pegang.

"Gila rajin amat, ujian masih lama" Gerald tertawa kecil, setaunya siapapun yang mengenal Itsa di sekolah ini pasti akan tau kalau Itsa terkenal karena kepintarannya. Oleh karena itu juga ia punya beasiswa full

"Lo dari mana aja kok baru keliatan?" Tanya Itsa yang sebenarnya tidak benar-benar penasaran. Gerald adalah salah satu teman terbaik yang Itsa miliki di sekolah, meski tidak bisa di sandingkan dengan Kalya, tapi setidaknya Itsa beruntung bisa dapat predikat teman dari Gerald mengingat pria itu terkenal pemilih dalam berteman. Teman-teman yang berada dalam lingkar pertemanan Gerald adalah jajaran juara olimpiade, jajaran anak-anak pintar yang sepertinya sudah muak juara terus.

Gerald yang beberapa kali menolongnya membuat Itsa akhirnya juga jadi berteman dengan pria itu

"Gak dari mana-mana sih, emang gue nya aja yang gak muncul depan lo" Gerald cengengesan. Seperti yang semua ketahui, Gerald memang makin di kenal karena usaha gigihnya mendekati Itsa. Namun sejak Itsa melakukan penolakan kesekian yang tentunya secara baik-baik membuat Gerald jadi khawatir membuat Itsa risih serta tidak nyaman. Makanya ia memberi jeda

Mendengar jawaban Gerald, Itsa hanya mengangguk. Kembali menunduk membaca bukunya saat tidak lama kemudian kalya bergabung. Menjadikan mereka bertiga mengobrol asik menghabiskan sisa waktu sekolah hingga bel pulang berbunyi.

Kalau Itsa belum bilang, Gara tadi pagi mengiriminya pesan yang mengatakan bahwa pria itu sedang berada di bandung dan mungkin akan pulang paling lambat nanti malam. Itsa yang menyadari makin dekatnya hubungan mereka pun agaknya mulai merasa enggan berjauhan lama-lama dengan Gara. Memikirkan itu membuat Itsa rasanya lupa dengan janjinya sendiri yang juga telah bersiap jika suatu hari nanti Gara bosan dan berhenti.

Itsa tiba di kafe, ia terlebih dahulu mengganti seragam sekolahnya dengan seragam kerja. Kafe sedang tidak ada pengunjung saat Itsa tiba. Teman shiftnya hari ini juga sedang sibuk membereskan dapur dan Itsa kebagian membereskan bagian kasir dan sekitarnya.

Bel diatas pintu berbunyi menandakan adanya pengunjung, Itsa berbalik, andai mungkin ia bisa lari atau menjauh akan segera Itsa lakukan agar sebaiknya ia tidak bertatap muka dengan Karenina Shila Janardana.

Wanita empat puluh lima tahun itu melepas kaca mata hitamnya, meletakkan tas mewah bermerk Dior diatas meja dengan ekspresi datar.

Entah bagaimana, Itsa seketika di landa gugup tapi harus tetap profesional. Karenina datang sebagai pelanggan yang harus di layani dengan baik.

Karenina sejenak membaca daftar menu yang terpajang diatas, itsa berani bertaruh bahwa ini mungkin adalah kali pertama Karenina memasuki kafe kecil yang tentu semua menu disini di jual dengan harga tidak seberapa baginya.

"Saya mau satu iced latte, tolong diantar kesana" Karenina menunjuk meja ujung dekat jendela yang biasa Itsa tempati saat sedang istirahat.

"Baik bu, mohon di tunggu" Itsa buru-buru mengerjakannya, bahkan ia ragu apakah ia sudah benar membuatnya mengingat Karenina bukanlah pengunjung biasa.

Itsa meletakkan segelas iced latte itu diatas meja, Karenina yang sedang sibuk dengan ponsel pintarnya segera berhenti.

"Duduk, saya mau bicara" katanya lugas, Itsa sampai lupa apa itu penolakan.

Itsa melirik pada Dewi yang berdiri di depan meja kasir, memberi kode untuk izin sebentar untuk menuruti Karenina yang di iyakan Dewi. Dari auranya saja, Dewi seperti bisa merasakan kalau hubungan keduanya tidak terlalu bagus.

"Berapa gaji kerja disini?" Karenina bertanya santai, pertanyaan itu mudah, tapi Itsa tidak sanggup menjawab. Ia hanya menunduk meremas kedua tangannya sendiri

"Kamu pasti tau Gara dimana kan?" Karenina sedari kemarin sudah kesal dengan anak itu. Anaknya yang paling sombong diantara anaknya yang lain. Sejak sukses dengan usahanya sendiri, Gara jadi makin jarang ia lihat. Sudah hampir tiga hari ini ia bahkan tidak tau dimana keberadaan putranya itu.

"Dia..mungkin lagi kerja tante" Itsa sebenarnya tidak tau apakah ia harus memberitahu Karenina soal keberadaan Gara atau tidak. Lagi pula Gara juga aneh, kenapa ibunya sendiri tidak ia beritahu soal keberadaan nya?

"Saya itu gak suka basa-basi Itsa, saya kira kamu sudah mengerti apa yang saya bilang di acara saya malam itu" oh, soal harta tahta yang tidak akan pernah Itsa pahami itu ya? Itsa menatap Karenina dengan diam.

"Besok, acara pertunangan Gara dengan Disa" Karenina menyambung, menikmati ekspresi Itsa yang terkejut di hadapannya.

Itsa sendiri? Tentu saja shock. Tapi bukannya Gara bilang Disa hanya teman kecilnya?

"Kamu masih terlalu anak-anak buat Gara, jadi udahlah gak usah buang-buang waktu. Gara yang memang udah bandel itu malah makin kurang ajar sejak ketemu kamu. Jadi udah ya? Jauhi anak saya" Karenina berbicara lancar, nadanya sinis dan tidak repot-repot menyembunyikan jengkelnya pada itsa

"Maaf tante saya____

"Sekolah tempat kamu belajar itu, yang memberi kamu beasiswa secara full adalah milik adik ipar saya" Itsa kembali terdiam, wow. Ternyata selama ini ia berada dekat sekali dengan jangkauan Janardana.

Ia baru tau, kalau sekolah yang amat ia cintai itu ternyata milik keluarga Janardana pula. Mereka sekaya itu ya?

"Sayang kan kalau beasiswa kamu saya cabut padahal bentar lagi kamu lulus? Sayang kan kalau kamu putus sekolah sekarang ?" Itsa kehabisan kata bahkan sebelum ia memulai, Itsa sudah bilang sebelumnya, Gara itu rumit. Pria itu tidak baik untuk keberlangsungan hidupnya. Itsa saja yang keras kepala

"Saya gak mau tau, Gara harus hadir besok malam. Atau kamu akan tau apa yang bisa saya lakukan untuk hidup kamu"












WABI-SABI✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang