Selain kecantikan, wanita juga dibandingkan soal usia. Ketika muda, ia seolah sedang berada di masa emas bisa memilih pria yang diinginkan. Namun, ketika ia sudah mulai memasuki kepala tiga, ia seolah sedang dipertaruhkan. Tidak boleh memilih. Tidak boleh menunda dan masih banyak lagi.
Naljja adalah salah satu korban tersebut. Ketika ia berusia 20 tahun, ia disanjung karena memiliki paras cantik dan juga otak yang cemerlang. Tapi, ketika sekarang ia berusia 30 tahun, Naljja seolah menjadi bahan cemooh.
"Sudah tiga puluh, kenapa dia belum menikah?"
"Bukankah usia tiga puluh sudah terlalu tua untuk memilih?"
"Terlalu sombong. Lihatlah, sudah tiga puluh tahun dan dia belum laku."
"Calon perawan tua."
Masih banyak lagi ucapan-ucapan yang terekam di benak Naljja soal permasalahan usia dan statusnya saat ini. Naljja bukannya tidak berani berargumen untuk mematahkan cemoohannya itu. Tapi... bukankah menjelaskan kepada orang-orang yang minim ilmu juga akan sia-sia?
"Udahlah, biarin aja. Lagian, umur bukan tolak ukur untuk semua orang berlomba-lomba menikah. Lo mau kayak tetangga gue? Gara-gara sibuk mikirin sindiran orang, dia buru-buru nikah sama pacarnya. Sekarang? Malah cerai, kan?"
Naljja menghela napas panjang sembari menerima minuman kaleng dari temannya, Dero.
"Tapi gue gemes, Der. Masa tiap mereka ketemu gue omongannya selalu begitu. Dikira gue budek apa gimana? Dikira gue gak kepikiran dan gak ngerasa gitu apa?"
Dero adalah pria 31 tahun yang sejak dulu sudah menjadi teman suka duka Naljja. Mereka satu sekolah dan selalu satu kelas ketika SMA. Berpisah saat keduanya masuk bangku kuliah karena Dero mendapatkan beasiswa ke luar negeri. Sedangkan Naljja memilih kuliah di Universitas lokal saja.
"Kayak gak tahu mulut ibu-ibu aja. Dari dulu lo cuek soal nyinyiran orang-orang. Kenapa sekarang kayak keganggu gitu?" tanya Dero penasaran.
"Masalahnya..." Naljja teringat ibunya. Wanita yang melahirkannya itu juga menginginkan Naljja menikah segera.
"Lupain deh. Gue cuma ngeluarin unek-unek doang ke sini. Btw, dokter yang waktu itu makan siang bareng kita beneran dokter bedah plastik juga?"
"Dokter Ren?"
Naljja mengangguk ketika ia mengingat nama dokter tersebut.
"Hm, bener. Dokter Ren konsultan estetika. Kenapa?" Dero menatap penuh curiga pada Naljja.
Naljja menggigit bibir dan menggeleng. Walaupun ia cukup dekat dengan Dero, bukan berarti ia harus menceritakan semuanya pada pria itu.
"Nanya doang. Soalnya di Indo, kan, jarang banget cowok yang ambil subspesialisasi itu."
"Iya sih. Banyakan cewek."
"Kenapa lo gak ambil itu aja dulu? Kenapa malah milih konsultan bedah wajah?"
"Ya, kepengen aja. Ngebantu orang-orang biar makin percaya diri sama bentukan wajahnya kayak punya kepuasan tersendiri."
"Muka lo gak ada yang dipermak, kan?" tanya Naljja lagi.
Dia sengaja menggoda Dero. Meskipun tampannya berlebihan, tapi Naljja tahu kalau pria itu memang tanpam alami sejak dulu. Hanya saja saat ini wajahnya lebih dewasa karena bulu-bulu halus di sekitar rahang.
"Menurut lo gimana?"
Dero memajukan wajahnya sehingga kini hanya berjarak 5 sentimeter saja dari wajah Naljja. Mata Naljja mengerjap dan napasnya sontak tertahan karena posisi mereka.
KAMU SEDANG MEMBACA
SHORT STORY 2021 - 2022 (END)
Romance[MATURE 21+] Semua cerita hanyalah karangan penulis saja. Jika ada kesamaan nama tokoh, tempat atau kejadian, itu hanyalah ketidaksengajaan. Harap bijak dalam memilih bacaan sesuai usia. Follow dulu jika ingin mendapatkan notifikasi update. Start, 2...