Dibesarkan oleh ibu yang penyayang membuat seorang pria pemilih dalam menentukan pasangan hidup. Ia menginginkan wanita yang memiliki kasih sayang seperti ibunya. Lemah lembut dan juga anggun. Beberapa pilihan ibunya ia tolak karena menurutnya tidak sesuai dengan tipe yang ia cari.
"Bunda janji ini yang terakhir," kata seorang wanita cantik meski usianya sudah memasuki kepala enam.
"Janji?" tuntut seorang pria 35 tahun yang duduk di depan wanita tersebut.
"Janji, Mas."
"Oke. Di mana? Aku gak mau di hotel lagi, Bun. Cafe biasa aja."
"Hotel biasa. Bunda udah booking tempatnya."
"Astaga, Bun..."
"Enakan di hotel, Mas. Kalau kalian keasyikan ngobrol, bisa nginap aja."
"Bunda yang benar aja ngajarin anaknya sesat begitu."
"Loh? Sesat gimana? Bunda gak mau kamu nyetir larut malam."
"Kalau aku khilaf gimana?"
"Bunda gak nyuruh kamu sekamar loh, Mas. Kamu yang sesat pikirannya."
Faiz Adelard Wasim. Pria yang sukses sejak usia muda dan sudah mengembangkan beberapa cabang perusahaan ayahnya di berbagai negara. Faiz dikenal ramah. Ia juga dikenal sebagai anak baik dan mudah bergaul. Dan ia juga dikenal sebagai pria pemilih dalam urusan pasangan hidup.
Usia 35 tahun sudah terlalu matang menurut ibu Faiz. Sehingga wanita itu sering kali mencarikan pasangan yang cocok untuk putranya. Tapi tidak ada satupun pilihan sang ibu yang sesuai dengan selera Faiz.
"Aku pergi dulu, Bun," pamit Faiz. Ia baru saja turun dari lantai 2 untuk mengganti pakaian setelah tadi menerima janji yang ibunya atur kembali.
"Hati-hati ya," balas sang ibu.
Faiz memasuki mobil, lalu melajukan kendaraan mewah itu meninggalkan rumah besar ibunya. Selain untuk pasangan hidupnya, Faiz juga memilih wanita yang bisa berbaur baik dengan sang ibu. Ibu Faiz butuh teman. Ayahnya sesekali masih turun tangan langsung menangani masalah perusahaan sehingga sang ibu pasti merasa kesepian.
Tak membutuhkan waktu lama, Faiz tiba di sebuah hotel ternama. Hotel yang dikelola oleh keluarga ibunya. Kadang Faiz malu datang ke sini hanya untuk bertemu dengan wanita kesekian kalinya pilihan sang ibu.
"Orangnya udah datang?" tanya Faiz pada sepupunya yang terkekeh saat melihat ia masuk dengan wajah datar.
"Udah 15 menit kayaknya. Kalau lo nolak yang ini, gue yakin sih lo gak doyan cewek," ejek Satria, sepupu Faiz.
"Kayaknya ini bukan tipe lo banget deh. Tapi cantik."
"Kerjaannya?"
"Pengangguran. Dia gak butuh kerjaan karena orangtuanya udah kaya."
Faiz mendengkus. Ia meninggalkan Satria yang terkekeh di depan meja resepsionis. Sepupu Faiz itu selalu saja berhasil mengusik pikirannya dengan kekehan menyebalkan yang keluar dari mulutnya.
Pintu dibuka oleh pelayan saat Faiz melangkah semakin dekat pada ruangan VIP di mana seorang wanita sedang menunggunya. Faiz menghela napas panjang sebelum masuk ke dalam sana.
Kening Faiz mengernyit saat melihat wanita yang duduk di depannya. Faiz merasa pernah melihat wanita itu. Tapi ia lupa di mana dan kapan. Namun feeling nya kuat dan tidak pernah salah kalau menyangkut seseorang.
"Kita pernah bertemu sebelumnya?" tanya Faiz.
Wanita di depan Faiz mengernyit, lalu tersenyum manis. "Gak mungkin, Mas Faiz. Saya baru balik dari Jepang. Mustahil kita pernah ketemu."
Faiz tidak membalas senyuman wanita itu. Ia hanya terus memandangi wajahnya dan hal tersebut malah membuat wanita di depannya salah tingkah.
"Kamu kuliah di Jepang?"
Faiz bertanya di saat pelayan mulai menghidangkan makanan untuk mereka berdua. Sesekali ia melirik jam di pergelangan tangannya. Wanita yang menjadi temannya makan malam kali ini pasti akan membosankan. Faiz bisa merasakannya.
"Iya. Saya kuliah di Jepang. Tinggal di sana hampir 10 tahun."
Faiz mengangguk pelan. Apa yang Faiz dengar langsung tentang wanita ini dari ibunya sedikit berbeda. Entahlah. Ibunya tidak mungkin salah informasi dalam mengenalkan seseorang padanya.
Mereka makan dalam diam. Faiz tidak lagi bertanya. Wanita itu pun sama diamnya dan fokus pada makanan di depannya. Saat pelayan masuk dan pintu sedikit terbuka, seorang gadis 5 tahun masuk sambil berlari dan memanggil 'Papi' ke arah Faiz. Gadis cantik tersebut naik ke pangkuan Faiz yang membuat pria itu spontan memeluk tubuhnya karena takut terjatuh.
"Sayang... Ya, ampun. Maaf," kata seorang wanita muda sembari mengambil gadis kecil itu yang sama sekali tidak mau melepaskan pelukannya di leher Faiz.
"Kenapa ceroboh sih? Punya anak bukannya dijaga baik-baik malah masuk sembarangan. Gak sopan."
Faiz mengeraskan rahangnya mendengar kalimat yang dilontarkan oleh wanita di depannya. Faiz kini menoleh pada ibu si gadis yang menunduk meminta maaf karena merasa bersalah.
"Sayang, ayo."
"No, Mami! Mau Papi!"
"Itu bukan Papi, Sayang."
"No!" teriak gadis itu semakin erat memeluk leher Faiz.
"Udah gak papa."
Faiz mendongak dan napasnya tertahan seketika. Ia menatap lurus wanita yang berdiri di sampingnya. Wanita itu juga terdiam dengan tubuh yang tersentak pelan. Jelas sekali ia terkejut.
"Ziya," gumam Faiz sambil berdiri dari duduknya. Gadis cantik dalam pelukannya mengerucutkan bibir memperhatikan wanita yang duduk di seberang meja.
"P--Pak Faiz," balas wanita bernama Ziya itu dengan tergagap.
"Mas, dia siapa?" tanya wanita yang bersama Faiz.
Ziya tersentak dan mengalihkan pandangannya dari pesona mata tajam Faiz. Ia mengambil paksa anaknya dari gendongan Faiz, lalu keluar dari sana dengan langkah tergesa.
Faiz mengumpat. Ia mengejar Ziya dan meninggalkan wanita pilihan ibunya yang terus memanggilnya dengan kesal. Sedangkan Ziya mempercepat langkahnya meski putrinya kini menangis dan memberontak sambil memanggil 'Papi' dengan sebelah tangan melambai pada Faiz yang mengikuti dari belakang.
"Ziya, tunggu!" Faiz berhasil menahan lengan Ziya sehingga langkah mereka terhenti tepat di lobi hotel.
"Ini anak saya?" todong Faiz tanpa basa-basi.
Wajah Ziya seketika pucat dan berkeringat. Ia menggeleng pelan sembari menarik lengannya dari genggaman Faiz.
"Jangan bohong, Ziya!"
Ingatan Faiz seketika berkelana pada 6 tahun lalu. Ia ingat kalau saat itu Ziya masih 19 tahun ketika ia menidurinya. Faiz juga ingat awal mula ia dan Ziya sampai berakhir di kamar apartemennya dalam keadaan mabuk.
Wanita itu. Wanita yang tadi bersama Faiz sumbernya. Faiz ingat sekarang ingat kalau wanita itu pernah bekerja di sebuah kelab malam dan mencoba menjebak gadis polos seperti Ziya. Faiz juga ingat wanita itu bertaruh pada teman-temannya jika berhasil meniduri Ziya. Meski gadis pilihannya random saat itu, tapi Ziya yang terkena imbasnya.
Kalau saja Faiz tidak mengetahui rencana licik itu dan merasa kasihan pada gadis cantik yang menjadi sasaran taruhan, mungkin nasib Ziya entah seperti apa saat itu. Sial. Tapi sama saja. Ziya juga berakhir kehilangan mahkotanya saat Faiz berniat menyelamatkannya. Gairah liar sialan pada diri Faiz tidak bisa ia kendali malam itu.
"Dia anak saya, Ziya?" tekan Faiz pada setiap katanya.
Ziya gemetar seketika. Ia tidak pernah lagi mengharapkan bertemu dengan Faiz setelah malam itu. Ziya sudah memikirkan matang-matang resiko terburuk yang akan menimpanya sebelum datang ke kelab saat itu.
"Bukan."
***
Lanjut sekarang?
Cung!
KAMU SEDANG MEMBACA
SHORT STORY 2021 - 2022 (END)
Storie d'amore[MATURE 21+] Semua cerita hanyalah karangan penulis saja. Jika ada kesamaan nama tokoh, tempat atau kejadian, itu hanyalah ketidaksengajaan. Harap bijak dalam memilih bacaan sesuai usia. Follow dulu jika ingin mendapatkan notifikasi update. Start, 2...