Ciee dapat notif wkwk
***
Naljja melempar ponselnya ke atas kasur setelah mengakhiri panggilannya pada Dero. Sial. Wajah Naljja panas saat tadi mendengar Ren ingin mendekatinya dan Dero malah terlihat marah.
"Ih, gak mungkinlah. Dero, kan, ada cewek. Gila aja dia suka sama gue. Tapi..."
Naljja mengenyahkan pikiran tentang Dero yang mungkin menyukainya. Mata Naljja kembali menatap kotak pemberian Dero.
"Tuh laki gak salah kirim, kan? Mungkin mau ngirim ke ceweknya malah terkirim ke gue," ucap Naljja sembari menaiki kasur dan membaringkan diri.
Ketukan di pintu kamarnya membuat Naljja berseru 'masuk' agar si pengetuk berhenti berisik.
"Mbak, Mas Dero di bawah lagi ngobrol sama Mama."
"H-hah?!"
Kenapa Dero bisa tiba di rumahnya begitu cepat? Bukankah tadi pria itu masih di rumah sakit? Dengan perasaan yang mendadak tidak enak, Naljja keluar dari kamar dan langsung menuju ruang tamu.
Benar saja. Dero tengah duduk di sofa bersama ibu Naljja yang kini tertawa entah untuk apa, sedangkan Dero semangat bercerita.
"Bukannya besok malem, ya?" tanya Naljja memastikan janji yang mereka buat.
Dero mendongak dan mengangguk. "Iya. Gue ke sini cuma nganterin kue titipan Mama. Tadi kelupaan ngasih ke Abel."
"Oh, gitu."
Naljja duduk di sebelah ibunya dan melirik kue di atas meja. Tangannya meraih satu potongan, lalu memakannya.
"Enak. Dari dulu Tante Nana gak pernah gagal bikin kue apa pun," puji Naljja membuat Dero tersenyum geli.
"Der, kapan nih Tante dapet undangan? Mama kamu bilang mau lamaran minggu depan, ya? Wajar sih, udah pacaran lama. Sejak kuliah, kan? Berapa tahun itu? Hampir delapan, ya?"
Naljja seketika menghentikan kunyahannya. Bahkan ia hampir tersedak karena kue yang hendak ia telan.
"Do'akan aja, Tan. Kalau gitu aku pamit dulu, Tan. Mau siap-siap juga balik ke rumah sakit," ujar Dero sembari beranjak diikuti oleh ibu Naljja.
"Der, kalau ada waktu luang kenalin Naljja ke teman-teman kamu yang dokter gitu. Masa kamu udah mau nikah, Naljja masih gini-gini aja?"
Naljja kesal mendengar ucapan ibunya. "Ma, apaan sih? Gak usah malu-maluin aku."
"Ya, kamu. Udah tua loh ini, Mbak. Masa kamu masih betah sendiri? Selagi Mama masih sehat harusnya kamu buruan nikah. Nunggu apa lagi? Dari dulu alasannya belum siap terus. Kapan siapnya? Mama juga mau nimang cucu kayak Tantemu yang lain."
Naljja berlalu dari sana dengan mencebikkan bibir. Kakinya menaiki undakan tangga, matanya sudah buram karena genangan air mata.
"Mending gue minggat kalau dituntut begini terus. Dikira nikah itu gampang apa?"
Naljja memasuki kamar, lalu terisak. Setiap temannya datang bertamu, ibunya selalu saja seperti itu. Memangnya di dunia ini hanya Naljja yang belum menikah di usia 30 tahun? Bahkan teman-teman semasa kuliahnya juga banyak yang belum menikah.
"Mbak, mau ke mana kamu?" tanya sang ibu saat memasuki kamar Naljja dan menemukan wanita itu tengah memasukkan baju dengan asal ke dalam koper.
Naljja diam saja tanpa menjawab pertanyaan tersebut. Sesekali ia akan mengusap air matanya. Ibunya selalu egois tanpa pernah bertanya kenapa sampai sekarang Naljja belum siap menikah.
"Mbak, kamu tuh kekanakan tahu gak. Mama cuma bilang yang bener kamu malah kayak gini. Gimana-"
"Mama tenang aja. Mama mau cucu? Makanya cepat-cepat nyuruh aku nikah? Oke, bakal aku kasih cucu. Ngasih cucu buat Mama gampang. Dari dulu juga bisa. Tapi aku masih mikirin nama baik keluarga kita. Kalau kayak gini terus. Aku capek."
"Maksud kamu apa? Jangan aneh-aneh deh, Mbak!"
Naljja terus saja menyibukkan diri tanpa menatap ibunya lagi.
"Kamu tuh sama kayak Papa kamu. Keras kepala."
Gerakan tangan Naljja terhenti seketika. Ia teringat ayahnya yang kini sudah hidup bahagia dengan keluarga barunya.
Naljja menoleh pada sang ibu, lalu tersenyum sedih. "Sekarang aku paham kenapa dulu Papa ninggalin Mama. Mama terlalu egois dan mau menang sendiri."
"Kamu-"
"Bahkan, ketika aku nangis-nangis minta kalian jangan pisah, Mama gak peduli. Mama tetap egois dan ngemas barang-barang Papa dari rumah ini. Papa juga udah minta maaf soal kesalahan dia yang sibuk kerja karena nyari uang buat kita. Tapi Mama gak mau denger. Dan akhirnya Papa beneran pergi. Sekarang udah hidup bahagia. Cuma Mama yang gak ada perkembangan apa pun sampai sekarang."
Naljja tahu perkataannya sangat jahat. Tapi semua itu sudah ia tahan dan membengkak sejak lama sehingga baru sekarang baru ia utarakan.
"Kalau bukan uang dari Papa, aku dan Abel gak bakal sekolah. Kita bakal jadi gembel. Bahkan Papa masih ngasih uang lebih buat kehidupan Mama. Harusnya istri baru Papa marah. Tapi Tante Chloe gak marah sama sekali. Wanita baik itu bahkan selalu ngasih uang lebih buat aku dan Abel. Papa gak nuntut apa pun. Gak kayak Mama. Semuanya harus dituruti. Aku sekolah di mana, Mama yang tentuin. Sampai aku kerja, juga Mama yang nentuin. Aku manusia, Ma, bukan boneka. Mungkin sekarang Abel masih remaja, tapi pas nanti dia dewasa, dia makin ngerti sama keegoisan Mama, bisa jadi Abel bakal ninggalin Mama demi kebahagiaannya sendiri."
Ibu Naljja terdiam tidak bisa berkata-kata lagi. Tubuhnya bagaikan disiram lautan es. Beku.
"Aku pergi. Mama jaga diri baik-baik."
Naljja berlalu sembari menyerah kopernya. Dia akan tinggal di Apartemen yang dulu diberikan ayahnya sebagai kado ulang tahun ke-25 tahun. Kado yang tidak pernah diketahui oleh sang ibu.
"Mbak..."
Naljja menoleh pada adiknya yang kini sudah berurai air mata di depan kamarnya. Gadis itu pasti mendengar semuanya.
"Jaga Mama, ya," kata Naljja mengusap pipi chubby sang adik.
"Kalau Mbak pengin sendiri. Lagi banyak pikiran. Atau kesal sama Mama, ke sini aja. Jangan ngelawan Mama, ya, Mama cuma punya Mbak sama Adek."
Kalimat ayahnya terngiang di benak Naljja seiring langkah kakinya menuruni undakan tangga. Kenapa ada wanita ssegois ibunya? Bahkan pria sebaik ayahnya saja sampai disia-siakan.
"Mau ke mana?"
Naljja terkejut mendapati Dero masih berada di halaman depan. Naljja pikir pria itu sudah pergi sejak tadi.
Naljja terlalu malu hanya untuk sekadar menatap pria tersebut sehingga ia segera menoleh ke arah lain. Naljja menghela napas sebelum memasuki mobilnya bersamaan dengan Dero yang mendekat.
"Na," panggil Dero lembut.
"Gue mau sendiri," Naljja menghindari sentuhan Dero yang hampir mengenai lengannya.
"Lo gak bisa pergi dalam keadaan kacau begini, Na. Gue gak mau lo kenapa-napa."
Naljja menatap Dero dan mengusap air matanya. "Gue baik-baik aja," katanya dan mendorong pelan tubuh Dero agar menyingkir.
"Na, plis. Jangan kayak gini," mohon Dero.
Naljja tidak peduli. Ia tetap masuk ke dalam mobil dan mengendarai kendaraan itu dengan laju meningkalkan perkarangan rumahnya.
"Shit, Na!" maki Dero sambil menjambak kesal rambutnya sebelum memasuki mobil dan mengikuti mobil Naljja.
***
Yaahh... Naljja kabur.
Naljja itu aku ambil dari bahasa Korea, artinya kurma.
Buah gak tuh. Ketebak dong volume ini seri apa?😗
Perjuangan banget up bab ini... Gagal mulu grgr jaringan wp😭 kesel.
KAMU SEDANG MEMBACA
SHORT STORY 2021 - 2022 (END)
Romance[MATURE 21+] Semua cerita hanyalah karangan penulis saja. Jika ada kesamaan nama tokoh, tempat atau kejadian, itu hanyalah ketidaksengajaan. Harap bijak dalam memilih bacaan sesuai usia. Follow dulu jika ingin mendapatkan notifikasi update. Start, 2...