Abiyan menatap hamparan ombak di depan sana dengan perasaan yang tidak bisa ia gambarkan. Rintik kecil mulai turun dari langit mendung. Abiyan tersenyum tipis. Ia merasa hidupnya sangat lucu. Takdir pun sempat mempermainkannya.
"Mas, hapenya bunyi terus dari tadi. Kayaknya penting."
Abiyan menoleh. Senyumnya perlahan mengembang seiring langkah seorang wanita mendekat padanya. Cantik dan mempesona. Abiyan merasa hatinya penuh dengan bunga-bunga saat ini.
"Mau ke mana?" Abiyan menahan lengan wanita itu dan menariknya semakin dekat sehingga menempel dengan tubuhnya.
"Mas, stop. Aku harus balik ke bawah. Nanti Bunda curiga."
Abiyan terkekeh senang melihat wajah memerah wanita itu. Istrinya. Wanita yang akhirnya dipilih Alina untuk dijadikan menantu. Wanita yang dipilih sendiri oleh Alina menggantikan mantan kekasih Abiyan.
"Main cepat bisa kali," goda Abiyan sembari mendorong istrinya ke ranjang.
Abiyan sempat membayangkan masa depan cerah bersama Ane. Hidup bahagia dengan anak-anak yang lucu. Menghabiskan sisa umur mereka dengan kehidupan penuh cinta.
Kadang Abiyan masih sering berpikir tentang hubungannya dan Ane. Abiyan suka sekali diseret oleh kenangan masa lalunya. Apalagi saat malam itu di meja makan rumah kakeknya. Air mata Ane. Kemarahan Alina. Ditambah lagi Akio yang juga menghampiri mereka saat itu karena mencari sang istri.
Abiyan membayangkan jika malam itu Alina tidak tahu apa-apa tentang hubungannya dan Ane, apa ia dan Ane masih bersama dan bisa menikah, lalu hidup bahagia?
"Mas!"
Abiyan tersenyum tipis mendengar seruan panik itu. Ia semakin menekan dirinya untuk menindih sang istri. Abiyan ingin mengambil haknya. Bukankah mereka sudah sah? Akad nikah juga sudah selesai dilaksanakan beberapa jam yang lalu. Hanya pesta pernikahan saja yang menunggu malam tiba.
"Panggilannya,"
Abiyan mengabaikan ponselnya. Ia biarkan saja benda pipih itu berdering nyaring. Abiyan menganggap itu sebagai musik pengiring.
"Bentar," Abiyan beranjak. Ia menutup pintu kamarnya, lalu mengunci dan membuang kunci itu ke atas sofa.
"MAS!"
"Ayo main kuda-kuda," ajak Abiyan. Ia kembali menindih sang istri yang kini beringsut menjauh sehingga menyentuh kepala ranjang.
"Mas, kita bisa ketahuan."
"Udah sah," kata Abiyan.
"Tapi--"
Abiyan tidak membiarkan istrinya berkata lebih banyak lagi. Ia membungkam bibir itu dengan cumbuan lembut yang perlahan menuntut untuk dibalas. Abiyan mencecap bergantian bibir sang istri atas dan bawah.
"Mhmm..."
"Siap belah duren, Neng?" bisik Abiyan di depan bibir istrinya.
"Ini nekat banget."
"Kalau misal nanti aku nyebut nama mantan aku, kamu bisa pukul atau tampar aku," kata Abiyan.
Wanita di bawah tindihan Abiyan menatap tajam padanya. "Jangan macam-macam, Abiyan! Mantan yang mana?!"
Abiyan terkekeh, "mantanku cuma satu, Sayang. Aneisha. Cuma dia. Sampai kapan pun, aku akan mencintainya. Dia wanita pertama yang berhasil mencuri hatiku dan memenuhinya tanpa sisa ruang untuk wanita lain."
Istri Abiyan mendengkus, "jangan menggombal. Gak mempan. Aku tetap harus ke bawah."
"Coba aja. Atau kamu sengaja mau bikin aku nyusul ke bawah, terus pamer kemesraan depan orang banyak?"
"Sembarangan!"
Abiyan tertawa geli. "Boleh, kan?" tanyanya dengan mata memohon penuh harap.
"Mas Abiyan sayang, aku udah jadi istri kamu. Aku gak bakal ke mana-mana. Cuma nunggu bentar lagi, selesai pesta, terserah deh. Kamu mau ngapain juga sama ini badan terserah. Puasin."
Abiyan berbinar seketika. Wajahnya mendadak cerah penuh senyuman indah. "Janji ya?" tuntutnya.
"Iya!"
"Oke. Sana keluar," usir Abiyan dengan tubuh berguling ke samping untuk membebaskan sang istri.
"Kuncinya mana?"
"Gak tahu."
"Serius, Mas!"
"Gak tahu. Tadi aku lempar ke sana," tunjuk Abiyan pada lemari.
"Gak ada. Kamu seriusan dong. Kalau hilang kita gimana mau keluar?!"
"Gak usah keluar. Kan di sini aman."
"Iyan!"
"Ya, Ane sayang?"
Abiyan terbahak puas. Membuat wanita itu kesal adalah hobinya semenjak Alina dan Akio merestui mereka. Ah, sial. Ceritanya terlalu seru untuk Abiyan ulang kembali.
"Bantu cari! Atau kamu gak bakal dapet apa-apa!" ancam Ane.
Abiyan mencebikkan bibir. "I love you," ujarnya.
Ane diam saja. Matanya masih bergerak liar mencari di mana keberadaan kunci pintu kamar Abiyan.
"Kiss dulu," pinta Abiyan.
Ane mendekat. Ia mengecup bibir Abiyan dengan kuat membuat pria itu mengambil kesempatan untuk menarik pinggangnya dan melumat lembut bibir candu Ane.
Abiyan tidak akan melupakan sejarah indah di meja makan malam itu. Alina menyelesaikan segalanya dengan mudah. Ia membuat Ane mengatakan 'ya' untuk menikah dengan Abiyan tanpa keraguan lagi.
"I love you, Aneisha," bisik Abiyan dengan nada rendah.
Ane yang terengah menatap mata suaminya lalu membalas, "I love you too, Mas. Cari kuncinya."
Abiyan mendesah kesal. Dia kira Ane lupa dan mereka bisa nananinu secepatnya. Sialan. Abiyan sudah tidak tahan ingin bercocok tanam.
Nasib.
***
End!
Ngeuenya bayangin sesuai tingkat kemesuman otak masing2🌚
Gudnaik💆🏻♀
KAMU SEDANG MEMBACA
SHORT STORY 2021 - 2022 (END)
Romance[MATURE 21+] Semua cerita hanyalah karangan penulis saja. Jika ada kesamaan nama tokoh, tempat atau kejadian, itu hanyalah ketidaksengajaan. Harap bijak dalam memilih bacaan sesuai usia. Follow dulu jika ingin mendapatkan notifikasi update. Start, 2...