Sincere Love (2)

36.3K 3.9K 182
                                    

Nico menatap ibunya yang tampak lebih berseri dari tadi pagi. Wanita yang melahirkannya dan Kinkan itu begitu bersemangat menyiapkan beberapa camilan dan berjalan ke sana kemari.

"Mi, ada apa?" tanya Nico keheranan.

"Apanya?" Ibunya bertanya balik pada Nico.

"Mami kayak orang kasmaran dari tadi senyum-senyum mulu."

Sang ayah yang paham maksud putranya terkekeh geli. Di rumah mewah ini hanya ada mereka bertiga. Semenjak Kinkan menikah, adik Nico itu memilih tinggal bersama suaminya.

"Nanti malam jangan lupa kamu ada janji sama Abel," ucap sang ibu.

"Aku gak janji, Mi. Aku bilang kalau aku sempat."

"Harus sempat, Mas. Sama calon istri harus luangin waktu sesempat mungkin."

Nico menghela napas. Kedua sahabatnya sudah menikah dan sudah memiliki anak. Hanya Nico yang belum ada pergerakan apa pun.

"Kalau bukan Mami yang turun tangan langsung, kamu gak akan ada niatan mau dekat-dekat perempuan. Kamu ganteng, Mas. Mapan. Kerjaan jelas. Kurang apa lagi? Sekali aja Mami gak pernah lihat kamu jalan sama perempuan. Atau sekadar kenal dekat deh."

"Itu Naljja."

"Beda cerita. Naljja istri Dero. Kamu dekat Naljja juga setelah Dero nikah, kan."

"Ya, kan artinya aku dekat perempuan juga, Mi. Ini pikiran Mami pasti aneh-aneh deh."

"Mikir aneh-aneh gimana? Mami malah takut kamu itu sibuk kerja sampai lupa buat hidup berumah tangga. Mami gak pernah mempersulit kebahagiaan anak-anak Mami. Adek kamu contohnya."

Ya, Nico tahu. Kinkan hidup bahagia bersama Ren karena sejak dulu orangtua mereka tidak pernah menghakimi perbuatan dua orang tersebut. Meski Ren terbilang sudah menyakiti Kinkan, tapi orangtua Nico masih berbaik hati pada pria itu.

"Tapi lihat muka Ren bawaanku kesal. Pengin nonjok."

"Jangan coba-coba, ya, Mas. Kamu hampir bikin wajah Ren cacat gara-gara emosi kamu itu," ancam ibunya.

Nico mendengkus. Jelas sekali sahabat laknatnya itu menjadi menantu kesayangan ibunya. Entah apa yang menarik dari diri Ren selain pria itu kaya, pemilik rumah sakit tempat mereka bekerja.

"Punya anak laki satu, ambil dokter. Punya mantu, dokter juga. Perusahaan Papi gak ada yang lanjutin. Cucu pertama perempuan pula. Gak tega kasih beban ke Quin."

"Nanti aku kasih cucu laki-laki buat Mami," celetuk Nico tiba-tiba.

"Mami tuntut, ya, Mas. Awas aja kamu gagal nikah sama Abel. Mami bener-bener bakal bawa kamu ke psikiater."

Nico hanya bisa mencebikkan bibir. Ibunya mengira Nico tidak normal? Yang benar saja.

***

Abel kembali menatap pantulan dirinya. Rasanya ini berlebihan hanya untuk makan malam biasa bersama calon suaminya.

"Tan, ganti aja deh," kata Abel pada ibu tirinya.

"Gak. Udah cocok ini. Ayo," ajak Chloe menarik lembut lengan putri tirinya.

Dengan helaan napas berat Abel mengikuti langkah Chloe keluar dari kamar. Wanita itu sedikit merasa risih karena gaun malam yang ia kenakan tidak menutupi punggung mulusnya.

"Papa gak marah gaunnya terbuka gini?"

"Gak. Tenang aja. Papa marah, aku marahin balik."

Abel terkekeh. Ayahnya sungguh takut pada Chloe. Keputusan Chloe selalu saja dianggap hal mutlak yang tidak boleh ditolak.

"Mbak," sapa Abel saat ia melihat Naljja baru saja memasuki rumah. Ada ayah mereka yang langsung menggendong cucu kesayangannya.

"Nico udah di depan," ucap Dero.

"Aku pergi dulu," pamit Abel pada semua orang.

Langkah kakinya membawa Abel keluar rumah. Benar. Ada Nico yang baru saja keluar dari mobil. Pria itu tampak tampan dengan setelan jas formal. Sial. Abel mendadak berdebar.

"Aku ke dalam bentar, pamit sama Om," kata Nico saat ia menatap Abel yang berdiri tak jauh darinya.

Abel mengangguk dan Nico berlalu dari sana dengan langkah lebar. Tak berselang lama, pria itu kembali. Matanya mengerjap menatap punggung mulus Abel.

"Dingin," kata Nico saat tubuh Abel tersentak kala ia menyampirkan jasnya ke tubuh wanita itu.

Nico membuka pintu mobil dan menyuruh Abel segera masuk. Terbiasa memanjakan ibu dan adiknya, Nico juga memperlakukan Abel dengan sama.

Abel masuk, Nico kembali menutup pintu dan berlalu ke pintu di sebelah kemudi. Nico begitu tenang. Hanya Abel yang menggila dengan rasa gugupnya.

Selama di perjalanan, tidak ada yang membuka suara. Nico diam karena tidak tahu harus mengatakan apa. Abel pun sama. Ia tidak tahu harus memulai percakapan dari mana. Ini adalah pertama kalinya mereka hanya berdua. Selama ini, jika bertemu, paling hanya bertegur sapa biasa dan tidak pernah mengobrol.

Mobil Nico berhenti di salah satu tempat parkiran kosong. Ia turun dan kembali membuka pintu mobil untuk Abel. Pandangannya menatap Abel yang terlihat lebih dewasa malam ini.

"Pelan-pelan," kata Nico ketika Abel hampir saja tersandung. Abel jelas gugup.

Keduanya memasuki restoran dan tak sengaja bertemu dengan Ren dan Kinkan yang juga makan malam bersama. Ada Quin juga.

"Bel!" panggil Kinkan senang.

Abel dan Kinkan saling berpelukan. Abel juga menyempatkan mencium Quin yang tersenyum lebar padanya.

"Mau gabung, takut ganggu," celetuk Ren sembari memeluk pinggang Kinkan.

Nico hanya diam, sedangkan Abel tersenyum lebih ke meringis. Nico memberi Ren kode agar menyingkir dari sana. Seolah paham, Ren terkekeh dan berbisik pada Kinkan.

Abel menatap keduanya yang lebih dulu berlalu memasuki sebuah ruangan VIP. Nico juga melangkah lebih dulu dan Abel mengikutinya. Ruangan ia dan Ren bersebelahan.

Makan malam yang Abel rasa sangat hambar. Tidak ada hal-hal yang istimewa. Nico tetap diam. Abel juga tidak berniat untuk mengajak pria itu bicara. Sesekali Nico akan sibuk dengan ponselnya.

"Aku ke toilet bentar," kata Abel sembari beranjak. Nico mendongak dan mengangguk saja.

Abel keluar dari ruangan tersebut, ia berpapasan dengan Ren yang entah dari mana dan hendak masuk ke ruangan sebelah. Abel hanya tersenyum saja dengan sapaan Ren.

Tibanya di toilet, Abel menatap penampilannya. Ia jadi membandingkan diri. Abel merasa tidak begitu cantik dan cocok untuk bersanding dengan Nico. Apalagi setelah ia melihat penampilan Kinkan malam ini.

"Aku... mundur aja kali, ya?" gumam Abel menghela napas.

Usai meratapi penampilannya, Abel keluar dari toilet dan hendak kembali ke ruangan di mana Nico menunggunya. Hampir mendekati ruangan tersebut, Abel mengernyit menatap Ren dan Nico yang bicara tak jauh dari toilet pria.

Abel ingin berlalu tanpa diketahui, tapi langkahnya tertahan kalau Ren menyebut namanya dalam percakapan mereka.

"Seenggaknya lo udah nyoba. Sekarang udah ada Abel. Gue tahu move on gak gampang. Buktinya gue gak bisa. Tapi lo harus, Nic. Lupain Naljja. Anjing lo. Gue bahkan sampai gak percaya kalau lo selama ini naksir Naljja. Bisa-bisanya lo stay cool dan jaga mata tiap ketemu dia," decak Ren.

"Gue juga berusaha. Lagian gue gak tahu kalau nyokap gue jodohinnya sama Abel. Muda banget. Bukan tipe gue remaja tanggung begitu."

Ren berdecak kembali. "Kalau Dero tahu, habis lo."

"Abel? Kok di sini?"

***








Ketahuan💅🏻
Abel denger, gak yaaaa???
Batal nikah niiihhh Mas Nic breng🤌🏻 gagal iparan sama Dero💦

SHORT STORY 2021 - 2022 (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang