BARRA END

26.6K 2.5K 71
                                    

Bebel menatap Barra yang kini tengah duduk di salah satu kursi yang ada di depan meja dokter. Sedangkan ia sendiri berbaring di atas ranjang pemeriksaan pasien. Bebel mengerjap saat Barra balik menatapnya. Ia mengalihkan tatapannya secepat mungkin dan menelan air ludah dengan pelan.

Sial. Jantung Bebel rasanya tidak bisa diajak bekerja sama. Detakannya sejak tadi sangat mengganggu. Bebel malah takut kalau Barra bisa mendengar suaranya.

"Bagaimana, Dok?" tanya Barra saat seorang dokter wanita duduk di hadapannya.

"Tidak ada cedera serius. Hanya sedikit memar di kaki dokter Bellona. Tidak masalah."

"Tapi mukanya pucat," ucap Barra melirik Bebel.

Dokter wanita paruh baya itu tersenyum maklum. Ia menatap Bebel dan mengedipkan sebelah mata sebagai godaan untuknya.

"Efek dari syok."

Barra mengangguk paham. Ia beranjak tergesa saat melihat Bebel bergerak ingin turun dari ranjang pasien. Barra membantu Bebel dengan hati-hati, lalu hendak membawa wanita itu duduk.

"Udah selesai. Ke ruangan aku aja," kata Bebel.

"Dokter, makasih ya. Maaf ngerepotin," kata Bebel dengan sungkan.

Dokter wanita itu tersenyum lembut dan mengangguk. "Saya gak perlu resepin obat, kan, Dok?" godanya.

Bebel tertawa dan menggeleng. Ia berlalu bersama Barra yang masih setia memegang lengannya. Padahal Bebel masih bisa berjalan normal meski kakinya sedikit sakit. Bebel tidak tahu dari mana asalnya memar itu. Entah terbentur karena apa.

"Dok, gimana?" tanya suster yang bekerja bersama Bebel.

"Aman, Sus," jawab Bebel tersenyum. Ia masuk ke dalam ruangannya dengan Barra yang masih setia di sampingnya.

"Mau baring aja gak?" tawar Barra.

Bebel menggeleng. Sedangkan Barra terus melangkah menuntun Bebel ke ranjang pasien di sebelah meja kerja wanita itu. Bebel tidak membantah. Ia menurut saja.

"Duduk di sini aja. Obatnya di mana?"

Bebel menunjuk laci meja kerjanya dan Barra berlalu ke sana untuk mengambil obat yang wanita itu butuhkan. Melihat Bebel yang kesulitan naik ke ranjang pasien, Barra kembali membantunya sehingga Bebel berpegangan di pundak pria itu saat Barra mengangkat tubuhnya.

"Kalau sakit bilang," kata Barra.

Bebel hanya meringis saja saat Barra mengoleskan obat berupa salep itu di kulit kakinya. Barra yang posisinya berjongkok di bawah seketika mendongak.

"Besok berangkat kerja jam berapa?" tanya Barra. Ia berdiri di hadapan Bebel masih menatap lurus mata wanita itu.

"Jam sembilan," jawab Bebel sembari menutup mulut karena ia menguap. Bebel mengantuk.

"Kamu masih ada pasien hari ini?"

"Gak tahu. Biar aku tanya suster dulu," kata Bebel hendak turun.

Barra menahannya. "Mas aja," ujarnya sambil berlalu menuju pintu ruangan Bebel.

Bebel memperhatikan punggung lebar Barra. Ada harapan yang Bebel taruh pada pria itu. Tapi di sisi lain Bebel juga takut kalau di sini hanya ia yang berharap sedangkan Barra tidak membalasnya.

Bebel menunduk. Ia memperhatikan kakinya, lalu teringat bagaimana tadi Barra memeluk tubuhnya sambil mengecup keningnya. Rasanya hangat dan aman. Bebel merasa dilindungi.

"Udah gak ada pasien lagi. Kamu bisa istirahat."

Barra kembali mendekat. Kali ini ia lebih mengikis jarak dengan tubuh Bebel. Karena Bebel duduk dengan kaki menjuntai, Barra mengambil kesempatan untuk berdiri di antara kedua kaki wanita itu.

SHORT STORY 2021 - 2022 (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang