Satria Cetta Nadhif. Pria 35 tahun yang sudah menikah 2 tahun dengan wanita yang ia pilih sendiri menjadi pendamping hidupnya. Meski sudah 2 tahun berumah tangga, Satria belum juga dikarunia seorang anak. Istrinya divonis tidak bisa hamil karena sel telurnya susah berkembang dengan baik.
Walaupun sang istri memiliki kekurangan, Satria masih setia mendampinginya tanpa menuntut hal lebih. Namun, masalah datang bukan dari Satria ataupun sang istri. Tapi dari ibu Satria yang terus meminta penjelasan kenapa putranya dan sang menantu belum juga memberikannya cucu.
"Dalam agama, kamu boleh kok beristri lebih dari 1, Mas. Kalau emang Nadin gak mau kasih kamu anak, kamu bisa cari istri lagi. Atau kamu mau Mama yang cariin?"
Satria menghela napas. Ia menatap istrinya yang hanya memutar bola mata mendengar kalimat ibunya. Satria ingin sekali memberi tahu ibunya kalau Nadin juga mau anak untuk membungkam tuntutan sang ibu. Hanya saja, Satria kembali berpikir kalau hal itu hanya akan membuat ibunya membenci Nadin.
Sejak awal menikah, ibu Satria tidak menyukai Nadin. Wanita yang melahirkan Satria itu tidak menyukai wanita berpenampilan terbuka seperti Nadin. Meski usia Nadin 1 tahun lebih tua darinya, tapi penampilan wanita itu terlihat lebih muda dari usianya.
"Ma, sabar. Aku sama Nadin juga terus usaha. Emang belum dikasih aja sama Tuhan."
"Alasan, Mas. Mau sampai kapan kamu nyuruh Mama sabar? Umur Mama udah mau 60. Nadin apalagi makin tua juga. Tahun depan udah 37. Mendekati 40 makin susah buat dapetin anak. Dari dulu juga udah Mama bilang. Nyari istri itu jangan yang melewati 30 tahun. Boro-boro kamu dengar. Malah dapet yang lebih tua dari kamu."
Satria menghela napas. Ia menghormati ibunya. Ia juga menghormati Nadin sebagai istrinya. Tapi membahas perkara anak, Satria jadi serba salah.
"Kalau Mama emang mau cucu, kebelet banget. Cariin aja lagi mantu baru. Aku gak masalah harus dimadu asal Satria lebih mengutamakan aku sebagai istri pertamanya."
Satria menatap bingung pada Nadin. Kenapa wanita itu malah menyetujui usulan ibunya? Seharusnya Nadin menolak. Apakah Nadin tidak mencintainya lagi?
Cukup lama ibu Satria berkunjung ke rumahnya, akhirnya wanita itu pamit pulang dan Satria yang mengantarnya. Sesampai di rumah orangtuanya, Satria tidak ikut masuk. Ia ingin langsung pulang saja. Tapi ibunya malah kembali membahas istri baru untuknya.
"Ma, gak ada istri mana pun yang mau dimadu," kata Satria.
"Banyak, Mas. Kamu aja yang gak tahu. Istri itu harus nurut sama suami. Nadin gak mempunyai sifat itu. Mama bisa lihat wanita seperti Nadin itu pembangkang. Keras kepala dan egois."
"Ma, Nadin gak seburuk yang Mama kira. Selama ini dia baik melayani aku. Dia menjalankan tugasnya."
"Jangan membodohi Mama lagi, Mas. Kamu kira Mama gak tahu sudah berapa sering kamu milih nginap di hotel ketimbang di rumah? Kalau kalian baik-baik aja, kamu gak mungkin gak pulang sesibuk apa pun kamu kerja."
Satria terdiam. Benar. Perkataan ibunya memang benar. Satria tidak pulang karena tidak mau kembali ribut dengan Nadin. Ditambah lagi wanita itu sering sekali mengabaikannya dan sibuk dengan ponsel serta menelpon bersama teman-temannya entah membahas apa sampai berjam-jam lamanya.
"Besok datang ke sini. Mama mau kamu kenalan dulu sama anak teman Mama."
"Ma, aku gak mau nambah istri lagi."
"Jangan kerasa kepala, Mas! Kamu anak Mama satu-satunya. Kalau bukan kamu yang kasih Mama cucu, siapa lagi? Faiz udah mau punya anak dua. Kamu satu aja belum punya. Padahal kamu lebih dulu nikah."
Oke. Satria akui kalau nasibnya kurang beruntung seperti Faiz, sepupunya. Pria itu kini tengah menanti kelahiran anak keduanya bersama Ziya. Meski kisah cinta Faiz rumit menurut Satria, tapi pria itu cukup beruntung. Ziya menjadi menantu kesayangan di keluarga mereka. Ditambah lagi kehadiran Jasmin yang membuat semua orang merasa senang.
"Mas, Mama cuma minta 1 hal ini sebelum Mama nyusul Papa kamu. Dulu kamu gak sempat nyenengin Papa pas kamu nikah. Sekarang kamu udah nikah dan Mama gak sempat juga menimang cucu. Atau emang kamu mau nunggu Mama gak ada dulu baru pikirannya terbuka?"
Satria terdiam begitu saja. Ingatannya tiba-tiba berlalu ke 3 tahun lalu di mana ayahnya masih hidup bersama mereka. Ayah Satria ingin ia menikah saat pria itu masih hidup. Tapi Satria keras kepala mengatakan belum siap. Ditambah lagi saat itu Nadin juga belum mau menikah. Hanya berselang setahun, ayah Satria meninggalkan mereka untuk selamanya. Penyesalan jelas menggerogoti hati Satria.
"Maaf. Aku gak mau bikin Mama sedih. Aku bakal bicara lagi sama Nadin. Gimanapun, keputusan Nadin yang bakal nentuin ke depannya. Aku gak mau jadi suami egois, Ma. Aku mau jadi pria seperti Papa. Yang menghormati dan mencintai Mama sampai akhir hayatnya."
"Oke. Mama hormati keputusan kamu dan Nadin. Mama tunggu kabar baiknya ya, Mas. Kalaupun kamu benar-benar gak mau ikutin kata Mama lagi," ibu Satria tersenyum tipis. Senyuman yang Satria sangat tahu artinya. "Mama harus kubur dalam-dalam keinginan mau menimamg cucu sendiri. Mama juga harus menekan rasa iri ke keponakan Mama sendiri yang begitu patuh pada ibunya."
Satria tidak sempat membalas karena ibunya sudah keluar dari mobil dan masuk ke dalam rumah. Semenjak ayahnya meninggal, rumah mewah nan besar itu hanya dihuni oleh ibunya dan 2 asisten rumah tangga.
Bukannya Satria tidak mau mengajak ibunya tinggal bersama. Jika saja sang ibu dan sang istri bisa akrab seperti ibu Faiz dan Ziya, mungkin Satria akan sangat bahagia tinggal serumah bersama 2 wanita yang ia sayangi. Tapi rasa tidak suka ibunya pada Nadin dan bagaimana Nadin tidak peduli akan wanita itu membuat Satria harus memisahkan diri.
Satria kembali ke rumah dan menemukan Nadin masih seperti hari-hari sebelumnya. Satria hendak mendekat untuk mengajak Nadin berbicara, tapi langkahnya terhenti begitu saja saat mendengar kalimat yang Nadin ucapkan dengan tawa bebasnya bersama seseorang di sebrang telepon.
Kedua tangan Satria terkepal. Ia berharap kalau telinganya salah dengar. Nadin yang ia kenal hampir 5 tahun tidak mungkin selicik itu dalam merencanakan sesuatu. Mengenal Nadin 3 tahun selama berpacaran, lalu menikah 2 tahun lamanya membuat Satria selalu berpikir kalau ia beruntung mendapatkannya. Tapi sekarang, Satria menyesali keras kepalanya mengabaikan ucapan sang ibu.
Nadin bukanlah wanita baik seperti yang Satria nilai selama ini.
"Iya, hahaha. Tenang aja sih. Gue cari kesempatan dulu lah. Gue juga lagi nyoba jadi istri yang sholeh ngasih izin suami buat nikah lagi. Pas anaknya nikah nanti, dikira si tua bangka itu bakal bisa nimang cucu? Hahaha... Iya. Gue yang jamin kalau dia bakal mati tanpa ngelihat cucunya."
***
Nadin ada dendam nih💆🏻♀
Cung, up lagi💦
KAMU SEDANG MEMBACA
SHORT STORY 2021 - 2022 (END)
Romance[MATURE 21+] Semua cerita hanyalah karangan penulis saja. Jika ada kesamaan nama tokoh, tempat atau kejadian, itu hanyalah ketidaksengajaan. Harap bijak dalam memilih bacaan sesuai usia. Follow dulu jika ingin mendapatkan notifikasi update. Start, 2...