Arum (2)

17.5K 2.3K 206
                                    

Damar, pria 35 tahun berstatus duda tanpa anak. Ia menikah sebelumnya karena paksaan dari kedua orangtuanya. Mereka bilang hanya mereka yang tahu apa yang terbaik untuknya. Tapi siapa sangka kalau pernikahannya hanya bertahan 2 bulan saja.

Istri Damar kala itu memilih meninggalkannya. Damar yakin wanita 30 tahun itu pasti sakit hati karena ucapannya. Meski ia seorang dokter yang ramah, tapi Damar bermulut pedas jika mengungkapkan kejujurannya.

Kepergian istri dari rumah juga merupakan buah dari mulut pedas Damar. Lagi pula, pria mana yang akan diam saja saat tahu wanita yang dinikahinya dan dibanggakan oleh orangtua serta keluarganya ternyata tidak bisa menjaga kehormatan dirinya sendiri.

Mungkin kalau istri Damar itu jujur sejak awal mereka berkenalan dan dekat, ia pasti akan bisa menerimanya. Tapi wanita itu malah menipunya. Sejak sah menikah, Damar tidak mendapatkan hak nya. Ketika ia minta, wanita itu mengelak kalau belum siap. Hingga di bulan kedua pernikahan, Damar mengetahui wanita itu sering bepergian dengan seorang pria selama ia bekerja di rumah sakit.

Wanita jalang.

Ini sudah 1 tahun berlalu semenjak perceraiannya. Damar tidak lagi tertarik pada hubungan penuh kebohongan. Apalagi orangtuanya juga seperti menyesal karena menjodohkan Damar dan malah berakhir seperti ini.

Untuk pulang ke rumah orangtuanya pun Damar sudah jarang. Ia lebih memilih tinggal di rumahnya sendiri dan menghabiskan banyak waktu dengan kegiatan rumah sakit. Apalagi Damar juga dikenal dengan dokter terbaik. Jadi wajar kalau ia ingin mempertahankan gelar itu dengan kinerjanya yang harus sepadan juga.

"Selamat pagi," sapa Damar pada wanita paruh baya yang mungkin seusia dengan ibunya.

"Pagi dokter ganteng. Jadwal periksa ya? Arum belum bangun, Dok," balas wanita itu.

"Gak papa. Saya cek sebentar ya, Bu," kata Damar.

Ibu Arum mengangguk. Ia lanjut menonton televisi dan sesekali melirik dokter tampan yang tengah fokus memeriksa anak gadisnya. Entah kenapa hati ibu Arum begitu mendambakan pria itu menjadi menantunya. Arum pernah terluka dan ia ingin putrinya mendapatkan pria terbaik. Ibu Arum yakin kalau dokter itu masuk kriteria tersebut.

"Setengah jam lagi harus dibangunkan ya, Bu. Waktunya sarapan dan minum obat."

Ibu Arum mengangguk. Ia mendekat dan melirik suster yang sejak tadi bersama sang dokter. Seolah mengerti dengan kode matanya, sang suster pamit undur diri lebih dulu.

"Dok, jadi gini, Arum jadi murung karena tahu habis operasi kaki. Katanya bekas jahitan operasi pasti bakal jelas. Dia minder. Ditambah lagi dulu Arum pernah tunangan terus putus karena dadanya terlalu montok."

Damar mengeraskan rahangnya menahan kekehan geli yang akan keluar sebab kalimat ibu dari pasiennya. Sangat blak-blakan.

"Operasi buat ngecilin payudara bisa gak, Dok? Biar Arum pede. Dia bilang gak bakal bisa pakai baju seksi lagi. Dres dan semua yang dia punya di atas lutut mungkin bakal terbuang sia-sia."

Ibu Arum terus berbicara tanpa sadar kalau Damar kini mendekati bagian kaki Arum yang tertutup selimut. Damar membuka selimut di sebelah kaki yang pernah ia operasi. Karena baju pasien yang Arum kenakan berupa terusan selutut, Damar jadi mudah menarik kain itu hingga ke atas paha Arum di mana bekas operasi itu berada.

Arum tersentak dari tidurnya. Tapi ia menahan diri untuk tidak bersuara. Sentuhan lembut yang kini menjalar di sepanjang bekas operasi itu membuat Arum meremang seketika.

"Bekasnya bisa hilang dalam beberapa bulan. Saya akan kasih obatnya. Jangan khawatir."

"Kalau payudara tadi, Dok?"

Arum seketika membuka mata dan melotot menatap ibunya. Wanita itu menahan napas menunggu jawaban apa yang akan Damar berikan. Semoga saja pria tersebut tidak ilfeel pada ibunya.

"Setahu saya, operasi pengecilan payudara tidak direkomendasikan. Apalagi efek samping jaka panjang yang akan Arum alami."

"Misalnya, Dok?"

"Mungkin hasilnya akan memuaskan setelah operasi selesai. Tapi ketika Arum menikah nanti, lalu punya anak, kemungkinan besar payudaranya akan kembali ke bentuk semula atau lebih parahnya bisa membesar dua kali lipat dari bentuk awal."

"Ngeri ya. Berat banget beban Arum nanti."

Damar meringis. Ia menutup kembali kaki Arum dengan selimut. Ia tahu Arum sudah bangun, tapi ia sengaja tidak menatap wanita itu. Pandangan Damar kini beralih pada dada Arum. Cukup lama ia menatapnya hingga Arum berdeham dan mengyilangkan kedua lengannya di sana.

"Menurut saya itu ukuran yang normal dan pas. Tidak terlalu besar. Apalagi Arum memiliki pinggul yang sedikit lebar. Kombinasi sempurna untuk wanita dewasa."

Ibu Arum seketika berseru senang dan bangga. Berbeda dengan Arum yang memejamkan mata sambil menarik selimut menutupi wajahnya. Sungguh, Arum benar-benar malu saat ini. Kenapa ibunya bisa membahas hal intim seperti itu dengan dokter yang bahkan mereka baru saja kenal.

"Keturunan saya gak ada yang gagal, Dok. Saya suka bentuk tubuh Arum ini. Menurut saya juga impian pria dewasa. Tunangannya saja yang bodoh tergiur tulang tak berisi."

Damar sontak terkekeh, "selera tiap orang beda-beda, Ibu. Mungkin itu yang membuatnya suka."

"Kalau dokter suka Arum gak?"

"H--hah?"

"Maksud saya body nya. Dadanya, pinggang kecilnya. Pinggulnya yang kata dokter sedikit lebar. Kombinasi sempurna. Dokter suka yang begitu gak?"

Damar tergagap seketika. Sial. Pertanyaan yang menjebak. Kalau Damar bilang suka, nanti Arum berpikir ia dokter cabul. Jika ia bilang tidak suka, nanti Arum malah semakin minder.

"Ma, stop!"

Arum menyela karena pertanyaan ibunya terdengar konyol. Bagaimana mungkin Damar menyukai bentuk tubuh besar sepertinya. Dada besar, pinggul besar. Damar pasti tipe pria yang menyukai bentuk tubuh seperti model.

"Suka, Bu," Damar tiba-tiba memberikan jawaban yang membuat Arum seketika melongo. Sedangkan ibu Arum tersenyum lebar dan mengangguk paham.

"Kamu dengar, kan, Dek? Dokter Damar itu pinter milih calon pasangan. Selera doktet ganteng ini bagus sesuai sama mukanya."

Damar hanya meringis. Arum pun tidak lagi tahu untuk mengatakan apa selain menatap Damar yang sesekali mencuri lihat padanya.

"Saya permisi dulu ya, Bu," pamit Damar.

Ibu Arum mengangguk dan membiarkan calon menantu incarannya keluar. Dia akan membujuk Arum untuk menggoda Damar. Misi kali ini harus berhasil. Cukup putrinya bersedih setahun belakangan ini. Ia tahu semua kesakitan Arum. Tapi ia tidak bisa melakukan banyak hal untuk menghibur putrinya selain memberikan kebebasan Arum untuk ke mana saja.

"Calon mantu Mama itu," kata ibunya.

Arum memutar bola mata kesal. Coba saja kalau berhasil. Arum tidak akan mudah membuka hati lagi untuk sembarangan pria mulai saat ini. Ia tidak mau terluka lagi. Hatinya bukan untuk dimainkan.

***






Selamat berbuka puasa!

Up nanti lagi ya!

Cung!

PO vol.3&4 H-3!

Jangan sampai ketinggalan!

SHORT STORY 2021 - 2022 (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang