Afiza menghela napas kala pekerjaannya selesai. Matanya menatap dengan teliti setiap ruang yang menjadi tempat kerjanya hampir 2 bulan ini. Memang tidak terlalu besar, tapi sangat nyaman untuknya bisa berlama-lama di sini.
Ketukan di daun pintu, lalu masuknya seseorang dari sana membuat Afiza terkekeh. Arum selalu rajin mengunjunginya dalam sekali seminggu. Beruntung sekali wanita itu terlahir dari keluarga yang berkecukupan sehingga bolak-balik Jakarta-Bali sangatlah biasa.
"Nanti malam temenin gue ke acaranya Zen dong," pinta Arum.
Afiza menggeleng. "Gue capek. Dari kemarin udah gue bilang, kan, kalau lo ke sini cuma buat bujuk gue biar balik ke Jakarta untuk acara Zen doang, gak, gue gak bisa dan gue gak mau."
"Tapi gue udah minta izin buat bawa lo dan Abang bilang oke. Seminggu. Itung-itung liburan. Udah 2 bulan kerja masa lo gak ada waktu tenang sih," keluh Arum.
Bukannya Afiza tidak mau untuk kembali ke Jakarta. Hanya saja ia takut jika nanti tanpa sengaja bertemu lagi dengan ibunya atau William. Afiza sudah bersusah payah untuk bisa sampai di pulau ini meninggalkan segala kesakitannya.
"Gue pulang duluan. Lo gak boleh nginap. Gue pengin tenang. Plis," mohon Afiza.
Arum memanyunkan bibirnya dengan lucu. Arum pasti paham dengan permohonan Afiza kali ini. Afiza tidak bermaksud untuk menjauhi sahabatnya itu. Hanya saja ia butuh waktu sendiri untuk tenang sejenak. Lagi pun mereka juga bisa bertemu kapan pun selama Arum di sini.
Afiza memasuki apartemen miliknya setelah 15 menit menghabiskan waktu di jalan. Hari sudah mulai gelap dan Afiza harus membersihkan diri sebelum bergelung di dalam selimut. Ia benar-benar lelah. Entah kenapa hari ini rasanya berbeda. Pelanggan butik sungguh membludak.
Baru saja membuka seluruh pakaian miliknya, bel apartemen berbunyi. Afiza berdecak. Pasti Arum yang berkunjung. Wanita itu ternyata cukup keras kepala. Afiza melangkah dengan balutan handuk pendek yang membalut tubuhnya hingga ke bokong.
"Rum, plis deh--"
Afiza menegang. Sosok yang berdiri di depannya bukan Arum. Afiza gelagapan karena tidak pernah membayangkan akan didatangi oleh orang itu.
"Hai, Nona,"
Pintu apartemen yang hendak Afiza tutup kembali malah terdorong kuat sehingga ia terhuyung ke belakang dengan pintu yang menghantam dinding dengan suara nyaring.
"Pergi!"
Afiza mundur bersamaan dengan langkah kaki orang itu masuk dengan lebar. Seringaian jahat terbit di bibirnya saat melihat penampilan Afiza yang setengah telanjang.
'Will...,' batin Afiza memanggil 1 nama yang begitu saja terlintas di benaknya.
"Jangan munafik, Nona. Kamu dan seorang pelacur harganya sama. Kenapa bersusah payah menolak jika kamu diberi yang enak?"
Afiza gemetar. Jika malam itu ia bisa lolos karena ada orang yang menolongnya, mungkin malam ini hidup Afiza akan tamat. Di sini tidak ada siapa-siapa yang akan menolongnya.
"Jangan!" pekik Afiza saat lengannya hendak ditarik oleh pria di depannya.
"Jauhin cewek gue," ujar seseorang dengan nada dingin.
Afiza meremas handuknya dan semakin menjauh. Meski kini ia sedikit merasa aman, Afiza tetap harus menghindar dari sana.
"Jangan ikut campur! Lo gak puas bikin kerja sama kita hancur, hah?!" balas orang yang Afiza benci kedatangannya.
"Lo yang berulah, tolol!"
"Halah. Cuma karena cewek murahan begini lo bikin kacau semuanya. Lo yang tolol, William. Masih banyak pelacur yang bisa lo dapatin. Biar dia buat gue aja. Bekas lo juga, kan."
KAMU SEDANG MEMBACA
SHORT STORY 2021 - 2022 (END)
Romansa[MATURE 21+] Semua cerita hanyalah karangan penulis saja. Jika ada kesamaan nama tokoh, tempat atau kejadian, itu hanyalah ketidaksengajaan. Harap bijak dalam memilih bacaan sesuai usia. Follow dulu jika ingin mendapatkan notifikasi update. Start, 2...