9. Peduli?

2.2K 248 51
                                    

Tidak perlu berpura-pura khawatir. 
Karena gue tau, itu hanya kekhawatiran yang semu.

-----

Panas-panasan adalah hal yang di hindari oleh kebanyakan kaum perempuan. Membuat kulit hitam, menimbulkan keringat yang bisa membuat bau badan, dan juga rambut lepek.

Tapi kali ini, Ria harus mengalami ini hari ini. Tidak dapat ia hindari. Tapi semua hal yang di takutkan itu bukan lah hal yang membuat Ria takut, dia punya alasan sendiri tidak menyukai panasnya matahari. Why? Karena Ria punya alergi. Jika kulitnya kena matahari cukup lama, maka kulitnya akan memerah dan gatal, bahkan bisa membuat hidungnya mengeluarkan cairan merah.

Tunggu saja. Beberapa menit lagi, hal itu akan terjadi.

....

....

....

"Ria?! Lo mimisan?"

Ria menoleh pada samping kirinya, dimana Devan baru saja menghampirinya dengan raut wajah panik. Ria tersenyum. Senyum miris. Dia sudah tidak kaget dengan hal itu, karena dia sudah tau hal itu pasti terjadi.

"Kenapa lo malah senyum?" Tanya Devan bingung. Tangannya sibuk merogoh saku celana abu-abunya, mencari sapu tangan miliknya. "Ayo, biar gue bersihin!" Devan memegang tangan Ria, ingin menariknya.

Ria menggeleng. "Hukuman gue belum selesai," kata Ria. Suaranya begitu lemah.

Hal itu membuat wajah panik Devan semakin tertera. "Elo... Ria!" Belum selesai kalimat Devan di ucapkan, Ria sudah tumbang. Membuat Devan segera siap siaga menangkap tubuhnya. Dengan gerakan cepat, Devan segera membawa Ria ke UKS.

Ria perlahan membuka matanya. Dia melirik ke kiri ke kanan, melihat lumayan banyak orang di sana. Ada gurunya-Pak Jaky, ada Devan, Indro cs, Wulan cs, dan Raquel cs. Dan Ria juga tau dimana dia sekarang, UKS.

"Ri? Lo udah sadar?" Devan segera mendekat pada Ria. Mengambilkan gadis itu minum dan memberikannya dengan sedotan.

"Ria kamu baik-baik aja, kan?" Tanya Pak Jaky.

"Ba...

"Baik, kok, Pak. Belum sempat mati soalnya," kata Devan, memotong ucapan Ria.

Pak Jaky mengernyit mendengar ucapan Devan. "Maksud kamu apa, Dev?"

"Emang kenapa, Pak? Benar, kan? Ria baik dan belum sempat mati," ucap Devan enteng.

"Lo doain dia mati?" Tanya Indro dingin.

"Bukannya lo yang mau itu terjadi?" balas Devan bertanya.

"Maksud lo apa?!" Indro menarik kerah seragam Devan.

"INDRO! DEVAN! UDAH!" kata Pak Jaky marah.

"Lepasin tangan lo Indro!" kata Ria dengan suara lemah namun penuh penekanan.

Indro menatap Ria. Hanya tatapan kecewa dan tidak suka yang Indro dapat dari artian tatapan Ria saat ini. Dengan kesal, Indro menghempaskan kerah seragam Devan.

Sementara Devan, dia tersenyum miring, mengejek Indro. Lalu ia sedikit mencondongkan tubuhnya kedepan, membisikkan sebuah kalimat pada Indro.

"Lo ga perlu sok khawatirin Ria. Harusnya lo sadar, perbuatan lo justru udah membunuh Ria dari sejak dulu. Membunuh perasaan Ria."

-----

Rindro (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang