32. Gue Titip Ria!

1.6K 187 37
                                    

Lo mau tau, nggak, Ndro, perihal keluarganya Ria?" tanya Devan, menatap serius Indro.

Indro mengangguk antusias. "Yang gue tau keluarga Ria ada di padang. Tapi gue nggak pernah tau orangtua Ria itu siapa. Waktu kelulusan Ria di SMP pun, orangtuanya nggak datang," terang Indro.

Devan tersenyum kecut. "Iya, keluarga Ria emang di padang. Tetapi itu cuman orangtua angkat," jelas Devan.

"Hah?" kaget Indro. "Maksud lo gimana?" tanya Indro yang tidak paham.

"Gue bakalan ceritain kejadian yang gue tau, yang di ceritain sama nyokap gue. Tapi lo nggak boleh jeda cerita gue sampai selesai," ujar Devan, Indro mengangguk.

"Lebih tepatnya Ria dan Uda Zein itu adalah anak yatim. Mereka kehilangan kedua orangtua mereka saat Ria dilahirkan. Ayah Ria kecelakaan saat di perjalanan menuju rumah sakit. Sementara Ibunya meninggal setelah melahirkan Ria."

Indro kaget mendengar pernyataan Devan. Jadi selama belasan tahun Ria sama sekali tidak pernah merasakan kasih sayang dari orangtua kandungnya?

"Sampai waktu itu, adik dari Ayah Ria, yang juga merupakan Kakak dari Papa gue, itu memang tidak bisa punya anak. Jadi mereka yang mengadopsi Ria dan Uda Zein. Mereka mengurus Uda Zein dan Ria, sampai Uda Zein lulus kuliah dan bisa bekerja. Tetapi sayang, mereka memperlakukan Uda Zein itu berbeda. Karena tidak ada di keluarga kami yang menganggap kehadiran Ria. Semua orang menganggap Ria adalah pembawa sial. " Devan menerawang langit malam, terang di temani bintang.

"Sampai waktu itu Uda Zein bekerja di Jakarta, dia memilih membawa Ria. Bukan tanpa sebab, tetapi karena Uda Zein tau bagaiman perlakuan orangtua angkat mereka pada Ria. Dan iya," Devan menatap Indro, "apa lo pernah lihat Ria takut di saat pergi ke padang?" tanya Devan.

Indro mengangguk. "Itu sebagai ancaman yang di berikan Uda Zein setiap Ria ngelakuin kesalahan," jelas Indro, mengingat bahwa selama ini Ria begitu takut di saat di ancam di pindah ke padang.

Devan mengangguk dan tersenyum. "Tapi lo nggak pernah tanya alasannya, kan?" tanya Devan, Indro menggeleng. "Karena di sana Ria bakalan mati mental. Bukan cuman orangtua gue, om-tante yang merupakan orangtua angkat Ria, tetapi semua sepupu-sepupu kita ikut mematahkan hati Ria. Semua orang menyalahkan Ria. Mungkin bagi Ria di padang adakah neraka duniawi baginya," terang Devan, tersenyum kecut mengingat kejadian yang Ria lalu di padang.

"Dan lo mau tau, kenapa Ria berubah saat kembali dari padang? Kenapa Ria meminta lo semua buat ngelupain dia?" tanya Devan.

Indro hanya bisa mengangguk. Hatinya begitu sesak mendengar cerita Devan. Dia tidak pernah tau bahwa kehidupan Ria se hancur itu. Tapi bagaimana mungkin Ria membantunya dalam menghadapi masalah keluarganya waktu itu, padahal Ria sendiri memiliki keluarga yang begitu hancur?

"Sewaktu di padang, Ria di bully habis-habisan sama keluarga kami, Ndro. Ria bahkan di kasih makan hanya sehari satu kali. Tetapi untungnya waktu itu gue bisa bantu Ria dengan ngasih Ria makan tiap malam. Tapi sayang, gue ketahuan. Bokap gue marah besar dan usir gue dari rumah."

"Terus lo nggak bisa lihat keadaan Ria lagi?"

"Gue aduin ke Uda Zein. Sampai akhirnya Uda Zein jemput Ria buat pulang. Gue ikut Ria ke Jakarta bersama Uda Zein, tanpa Papa gue tau. Tapi sial, sekarang Papa gue tau dan meminta gue buat pergi ke London."

"Kenapa lo harus di kirim ke London?" tanya Indro.

Devan menarik napas dan membuangnya kasar. "Karena papa gue nggak ingin gue dekat terus sama Ria. Dia nggak pengen gue sial kalau terus bersama Ria," terang Devan.

"Pikiran keluarga lo terlalu prik, tau, nggak!"

"Terus pikiran lo semua gimana saat nggak ada yang ngertiin Ria?"

Skakmat!

Indro hanya bisa diam. Apa yang Devan bilang benar.

"Alasan Ria meminta lo semua buat ngejauhin dia itu simpel. Dia cuman nggak mau buat masalah lagi. Dia nggak mau Uda Zein hukum dia dan kirim ke padang lagi," terang Devan.

"Gue nggak tau harus bersikap gimana di depan Ria, Dev. Gue malu. Dia orang pertama bantu gue saat keluarga gue dalam masalah, tapi gue? Gue bahkan nggak tau kalau Ria menghadapi masalah keluarga sebesar itu." Indro menatap kosong ke depan, tepat ke arah jalan raya.

Devan menatap Indro, ucapan lelaki itu terdengar tulus. "Yang harus lo lakukan sekarang cuman satu. Buat Ria maafin lo dan nerima lo lagi, dan jangan pernah lakukan kesalahan lagi."

Indro menatap ke arah Devan. "Lo bolehin gue buat deketin Ria lagi?" tanya Indro.

Devan mengangguk. "Itu adalah kesempatan terakhir buat lo. Tapi kalau sampai Ria kecewa lagi karena lo, gue yang bakalan pastikan, lo nggak akan pernah ketemu sama Ria lagi," jelas Devan, menatap Indro tajam.

Indro tersenyum dan mengangguk. "Makasih, Dev. Gue nggak akan sia-siakan kesempatan ini," kata Indro yakin.

"Tapi emang lo bisa luluhin hati Ria?" tanya Devan.

Indro mengangguk, mantap. "Gue bakalan berjuang sekeras apa pun itu."

Devan mengangguk. "Oke. Gue titip Ria sama lo." Devan menepuk pundak Indro, lalu ia berdiri. "Sebulan ini gue masih ada di Padang. Ada yang harus gue urus di sana. Kalau lo butuh bantuan gue, lo tinggal kabarin gue."

Setelah mengatakan itu, Devan pergi meninggalkan Indro. Senyum tipis di wajah Indro tak mampu ia pendam. Ia sangat senang saat tau bahwa kesempatan dia bisa dekat sama Ria masih ada.

Gue bakalan perjuangin lo, Ri. Gue nggak akan sia-siakan kesempatan ini.

-----

Next selanjutnya tergantung antusias comment kalian.

Kalau mau next kalian commentnya yang antusias gitu dong. Luapkan semua yang kalian rasain. Kesal, senang, semua!

Jangan cuman spam next aja. Apalagi ada yang baca tapi nggak comment 🙄

Rindro (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang