34. Dihantui rasa bersalah.

1.6K 175 19
                                    

Kring...kring...kring...

Semua murid menghembuskan napas lega. Setelah 3 jam, akhirnya waktu istirahat tiba. Termasuk Ria, dari deretan anak yang bahagia saat mendengar bunyi bel itu.

"Baik anak-anak. Kalian boleh istirahat," ujar Pak Jaky.

"Dari tadi, kek," gumam Ria, memasukkan buku-bukunya.

"Ria?" panggil Pak Jaky.

"Hm?" jawab Ria, tanpa menatap Pak Jaky. Dia melihat ke belakang, tidak ada lagi orang kecuali Siti—cewek bermata empat,yang duduk di bangku depan.

"Saya mau ngomong sama kamu," ujar Pak Jaky.

Ria mengernyit, lalu menggeleng. "Enak aja bapak mau korupsi waktu saya. Nggak, ya! Bye!" ujar Ria, berlenggang pergi meninggalkan kelas.

"RIA!" panggil Pak Jaky, yang di abaikan Ria. Pak Jaky cuman bisa menggeleng, memijit pelipisnya, merasa pusing melihat anak didiknya yang satu itu.

Sementara Ria yang baru saja keluar kelas, menatap bingung Joko yang berdiri di depan kelas. Keningnya mengernyit, lalu pandangannya melihat pada apa yang Joko lihat. Wulan dan Damar.

Ria berjalan mendekati Joko. "Lo cemburu?" tanya Ria, berdiri di samping Joko.

Joko melirik Ria, malas. "Bukan urusan lo!" sarkasnya.

Ria mengangkat bahunya,"emang bukan urusan gue," ujarnya. "Tapi pemandangan gue terganggu melihat cowok mellow kayak, lo," kata Ria.

"Nggak usah di lihat. Gitu aja susah," balas Joko, ketus.

Ria menatap jengkel Joko. Ingin sekali ia memukul wajah sok dinginnya itu. Semenjak amnesia, lelaki itu jadi sok cool. "Lo nggak usah mikir macem-macem," ujar Ria.

Joko menoleh pada Ria, mengangkat sebelah alisnya. "Apa?"

"Mau Wulan dekat sama siapa pun, tapi hatinya tetap buat, lo. Cinta Wulan itu cuman buat, lo," kata Ria.

Ucapan Ria benar-benar mampu membuat Joko kaget. Bagaimana tidak, gadis itu seolah berpihak pada Wulan. "Lo sehat, ngomong kayak gitu?" tanya Joko. "Oh, atau lo mau caper sama gue, biar gue kagum sama, lo?" tanya Joko.

Ria memutar bola matanya, malas. Merasa tidak suka mendengar ucapan pede Joko. "Nggak usah narsis! Nggak sudi gue suka sama, lo!"

"Buktinya dulu lo ngejar-ngejar gue," balas Joko, tidak mau kalah.

Ria tersenyum sinis. "Lebih tepatnya, pura-pura ngejar, lo!"

Setelah mengatakan itu, Ria memilih pergi meninggalkan Joko. Dia pergi ke kantin, mengisi perutnya yang sudah keroncongan.

Tapi tanpa Ria sadari, jajaran manusia sedang bersembunyi di balik tembok mendengarkan pembicaraannya dan Joko tadi.

"Gimana? Gue sama Wulan benar, kan? Ria udah berubah?"

Joko menoleh, menatap Indro. "Gue percaya," ujarnya, lalu melihat pada yang lain.

"Gue juga," kata Beben, Rafi, Lesti, Cantik, Raquel, dan Baby.

Wulan dan Damar berjalan mendekati teman-temannya. "Gimana?" tanya Wulan.

"Kita bakalan bawa Ria kembali ke kita!" kata mereka serempak, kecuali geng Raquel.

"Kita nggak tau apa-apa. Tapi kita juga bakalan bantu," kata Raquel.

Sementara Santi, ia hanya terdiam.

"San?" panggil Wulan.

Santi menggeleng.  Air matanya menetes. "Gue malu," lirihnya.

"KENAPA?" tanya semuanya.

"Gue yang paling jahat sama Ria. Gue yang paling suka bully dia."

Indro tersenyum. "Lo pada mau tau, cerita kehidupan Ria sebenarnya?" tanya Indro. "Gue cuman cerita kalau Devan sepupu Ria kan kemarin?"

Semua menoleh pada Indro. "Kehidupan Ria?"

"Iya. Kehidupan Ria. Lebih tepatnya tentang keluarga Ria."

"Emang keluarga Ria kenapa, Ndro?" tanta Beben, yang sama di benak yang lain.

Indro tersenyum kecut. "Kalau lo pada dengar cerita ini, rasa bersalah akan semakin menghantui kalian."

Semua hanya diam, menunggu kelanjutan cerita Indro.

"Ria anak Yatim!"

-----

Maaf banget kalau alur cerita nggak sesuai sama ekspetasi kalian 🙏😊

Rindro (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang