Ria berjalan mondar-mandir dekat pintu rumahnya sambil terus memegangi perutnya yang masih saja terus sakit. Sekarang gadis itu menggunakan kain panjang untuk menutupi celananya. Dia mengintip keluar dari jendela yang ada di dekat pintu, tetapi Indro masih belum datang.
"Indro dimana, ya? Mana di luar hujan deras banget," kata Ria, cemas.
Sebenarnya komplek depan itu tidak jauh. Tetapi butuh waktu 15 menit juga, jika menggunakan kendaraan. Ria kembali melihat keluar dan bertepatan saat itu motor Indro masuk ke dalam pekarangan rumahnya.
Ria langsung membuka pintu rumahnya. Dia menggigit bibir bawahnya, melihat ke adaan Indro sekarang. Lelaki itu terlihat basah kuyup. Rasa sakit yang tadi Ria rasakan mendadak menghilang, di gantikan dengan rasa khawatir. "Kenapa lo nggak pakai jas hujan?" tanya Ria, saat Indro telah berdiri di teras rumahnya.
Indro menyodorkan pesanan Ria, yang langsung di terima gadis itu. "Lupa bawa," jawab Indro, lalu tiba-tiba ia bersin.
Ria berdecak. "Kan lo bisa beli di Market," kata Ria, perihatin melihat ke adaan Indro.
Indro menggeleng. "Stoknya habis," jawabnya. Ia melipat tangannya di depan dada, merasa kedinginan.
Ria jadi tidak tega melihatnya. "Lo masuk dulu, deh. Di dalam ada pakaian Devan. Lo bisa pakai itu," suruh Ria.
"Lo minum jamunya dulu. Muka lo pucat," kata Indro, melihat wajah Ria yang memang pucat. Meski gadis itu tidak memegang perutnya lagi, tapi Indro tau Ria masih merasa sakit.
Ria lagi-lagi berdecak. Bisa-bisanya Indro memikirkan dirinya, padahal dia sendiri saja terlihat sedang menggigil sekarang. "Masuk! Gue bisa minum jamunya nanti pas lo ganti baju." kata Ria,lalu pergi ke dalam.
Indro ikut masuk. Matanya memerah, mungkin karena efek kedinginan. Pintu rumah Ria di biarkan terbuka, supaya tidak terjadi salah paham jika ada warga situ yang melihat.
Ria masuk ke dalam kamarnya dan keluar lagi dengan membawa pakaian Devan yang tertinggal di sini saat laki-laki itu menginap di rumahnya. "Lo pakai ini aja," kata Ria memberikan baju Devan pada Indro
Indro menerimanya. "Gue ganti baju dulu. Lo minum jamunya, ya?" ujar Indro, yang di balas Ria dengan mengangguk.
Setelah Indro pergi, Ria tidak langsung meminum jamu itu. Tetapi ia masuk ke kamarnya untuk bersih-bersih. Karena ia saja sidah risih dengan keadaannya sekarang.
Indro keluar dari kamar mandi, setelah mengganti pakaiannya. Dia melihat ke ruang tamu, tidak ada Ria di sana. Jamu tadi juga masih utuh di plastik, yang tadi Ria letak di atas meja.
"Ri?" panggil Indro, dengan suara halus.
Cklek!
Ria keluar dari kamarnya, dengan pakaian yang sudah di ganti.
"Ganti baju?" tanya Indro.
"Menurut, lo?" sewot Ria, lalu mendekat ke arah Indro dan duduk di sofa.
Indro menggaruk kepalanya, Ria masih tetap dingin. Indro duduk di sofa lain, depan Ria. "Kok nggak di minum jamunya, Ri?" tanya Indro.
"Eh, lupa," kata Ria, bangkit dan berdiri mengambil gelas. "Lo mau nggak?" tanya Ria, saat ia akan meminum jamu itu.
Indro memundurkan kepalanya ke belakang dan menggeleng cepat. "Gue nggak datang bulan," ujarnya dingin, membuat Ria terkekeh geli. "Lo ketawa Ri?" tanya Indro, yang kaget melihat tawa Ria.
Ria yang tersadar pun langsung menetralkan wajahnya menjadi datar lagi. "Siapa juga yang ketawa," ketus Ria, melihat ke arah lain.
Indro hanya tersenyum melihat tingkah Ria. Tidak kenapa kalau Ria tidak mau mengakui bahwa barusan ia tertawa, yang penting barusan Indro memang melihat gadis itu sedang terkekeh kecil. Tiba-tiba Indro bersin, ia mengusap hidungnya yang terasa tersumbat. Tubuhnya juga terasa hangat, namun ia malah merasa dingin.
Ria melihat Indro, mengernyit. Apa dia kedinginan, ya? tanya Ria dalam hatinya. "Lo kedinginan?" tanya Ria, akhirnya.
Indro hanya tersenyum dan memeluk dirinya sendiri. Tetapi wajah lelaki itu tampak memucat. "Perut lo udah nggak sakit lagi?" Indro malah balik tanya.
Ria menggeleng. "Sedikit," jawabnya, yang di balas Indro mengangguk. Ria jadi khawatir. Ia mendekat dan duduk di samping Indro, menempelkan tangannya di kening lelaki itu. "Auh... Lo panas banget," ujar Ria.
"G-gue n-nggak pa-pa Ri," ujar Indro terbata-bata, mungkin karena menggigil.
"Lo rebahan deh di sini," suruh Ria, mengambil bantal sofa, untuk menjadi bantal Indro dan pergi ke kamar mengambil selimut baru dan menyelimuti Indro.
Lalu Ria pergi ke dapur dan kembali membawa baskom berisi air hangat dan juga handuk kecil. Ria memeras handuk itu dengan air hangat yang tadi ia bawa, lalu ia meletakkannya di dahi Indro.
"Lo nggak papa, kan, Ndro?" tanya Ria, wajah cemas terlihat di wajahnya.
Indro menggeleng lemah. "Gue nggak papa, Ri. Lo nggak perlu cemas," ujar Indro.
-----
Kalau cerita ini seru, kalian jangan lupa vote sama comment dong!
Ini masih banyak banget yang jadi sider 🙄

KAMU SEDANG MEMBACA
Rindro (SELESAI)
Teen FictionIni tentang Ria, gadis kecil, imut, dan manis. Gadis baik yang berubah menjadi begitu kejam karena sebuah alasan. Di benci oleh orang yang di cintai, di jauhi sahabat, dan tidak di pedulikan oleh keluarga. Lalu, bagaiman gadis manis yang menjelma me...