Ria berjalan keluar kelas. Semua orang telah pulang, ia memang sengaja menunggu sepi. Tadi Wulan dan yang lain mengajak untuk pulang bersama, jelas Ria menolaknya. Tetapi Indro? Setelah memberikan Aqua dingin tadi, lelaki itu tidak ada mengajaknya berbicara sama sekali.
Dia kenapa? Aneh banget hari ini, tanya Ria dalam hati.
"Astagfirullah..." Ria memegang dadanya, kaget saat seseorang ternyata berdiri di luar kelasnya. "Lo ngapain di sini?" tanya Ria.
"Nungguin, lo," jawabnya.
"Aneh banget, lo," Ria berjalan melewati orang itu.
"Gue antar pulang, ya, Ri?" tawar orang itu—Indro.
"Nggak perlu!" tolak Ria, terus berjalan.
Sekarang sekolah terlihat benar-benar sepi. Hanya ada beberapa orang di sana, yang sepertinya mengikuti ekstrakurikuler PBB atau mungkin ada urusan lain.
"Kenapa?" tanya Indro.
"Apa?" balas Ria, terus berjalan tanpa berniat melihat Indro.
"Kenapa lo terima berangkat bareng Kak Baim, tapi nolak gue antar?" tanya Indro.
Ria berhenti berjalan, membuat Indro juga mengikutinya. "Karena itu lo dari tadi pagi cuekin gue?" tanya Ria, mengangkat sebelah alisnya dan tersenyum sinis. "Lo cemburu gitu?"
"Iya," jawab Indro, tanpa pikir panjang.
Ria di buat bengong dengan jawaban Indro. Bisa-bisanya lelaki itu menjawab tanpa berpikir dulu. "Emang lo pikir lo siapa? Lo bukan siapa-siapa gue. Lo nggak berhak buat cemburu," kata Ria, lalu tersenyum licik.
"Gue calon suami lo," jawab Indro, membuat Ria melotot padanya.
"Mimpi lo!" ketus Ria
Indro tersenyum. "Mimpi dulu, baru jadi kenyataan!"
"Najis!" cibir Ria, lalu memilih melanjutkan langkahnya.
"Gue serius, Ri. Gue berharap nanti gue bisa jadi suami, lo," tutur Indro lagi.
Ria hanya bisa geleng-geleng mendengar ucapan ngawur Indro. Bisa-bisanya lelaki yang berjalan di sebelahnya ini mengatakan itu. Calon suami? Pacaran aja tidak!
"Tapi nanti kita pacaran dulu, kok. Tenang aja," kata Indro, seolah paham apa yang ada di pikiran Ria.
"SIAPA JUGA YANG MAU PACARAN SAMA LO?!" teriak Ria. Syukur saja di parkiran tidak ada orang.
"Lo lah," jawab Indro enteng.
"Amit-amit," ujar Ria, gemas.
"Amit-amit dulu, baru nanti amin-amin," kata Indro lagi, masih tidak menyerah.
Ria mengangkat tangannya dan mengepalkannya, menahan rasa gemas yang ingin memukul wajah tampan Indro. "Gue pukul juga lo," gemas Ria.
"Kalau lo yang mukul, gue rela babak belur, deh Ri. Asal lo lagi yang obatin," kata Indro nyengir.
Ria memicing, menatap Indro. Sejak kapan es batu kayak Indro jadi tukang gombal kayak gini, sih? Bisa-bisa kalau Indro gini, Ria nggak kuat batin menahan rasa buat lupain Indro.
"Muka lo nggak cocok sama gombalan, lo!" ketus Ria, berniat ingin pergi tetapi tangannya malah di tahan oleh Indro.
"Pulang bareng gue, ya, Ri. Plish?" pinta Indro, menatap Ria dengan pandangan memohon.
"Lepasin tangan, lo, Ndro!" suruh Ria, dengan suara dingin.
Indro membuang napasnya berat. Dia melepaskan tangan Ria, tidak mau membuat mood Ria jadi memburuk karena itu. Dia tidak bisa memaksa Ria, dia tidak mau Ria semakin benci padanya. "Gue ikutin, lo, dari belakang aja," kata Indro, memaksakan tersenyum.
Ria jadi iba melihat wajah lesu Indro. Ntah kenapa, ia tidak suka melihat Indro sedih. Padahal, selama ini Indro saja telah membuat dirinya sedih. Dasar cinta! Rela sakit tetapi tidak mau melihat dia tersakiti.
"Lo pesan taxi lo aja. Biar gue tungguin. Gue pengen lihat lo pulang dengan selamat," kata Indro, tersenyum tulus pada Ria.
Rai menarik napas dalam-dalam dan menghembuskannya dengan berat. "Lo boleh antar gue. Cuman kali ini aja."
-----
Komen panjang dong bestie...
Kalian suka baca Rindro kan, aku suka baca komen kalian.Ayo dong komen panjang!!!
KAMU SEDANG MEMBACA
Rindro (SELESAI)
Ficção AdolescenteIni tentang Ria, gadis kecil, imut, dan manis. Gadis baik yang berubah menjadi begitu kejam karena sebuah alasan. Di benci oleh orang yang di cintai, di jauhi sahabat, dan tidak di pedulikan oleh keluarga. Lalu, bagaiman gadis manis yang menjelma me...