Ria membuka pintu rumahnya dan kaget melihat orang yang mengetok rumahnya itu. Itu Joko, tetapi dia tidak sendiri. Wulan, Santi, Lili, Roni, Gino, Beben, Edo, Rafi, dan Billy juga ikut datang ke sini.
"Lo pada mau ngapain ke sini?!" tanya Ria galak. Dia menatap bawaan mereka, selimut, boneka, bantal guling, dan lain-lain. "Ngapain juga lo pada bawa barang-barang gitu?!"
"Ria cantik... Kita mau nginap di sini," kata Beben dengan cengiran.
Ria melotot. Apa-apaan, ini? Ria menatap Joko, lelaki itu hanya berdiri dengan gaya angkuhnya di samping Wulan yang tersenyum padanya. "Nggak! Nggak gue izinin!" tolak Ria.
"Kita udah izin sama Uda Zein," kata Joko, berlenggang masuk, di ikuti yang lain.
"TAPI UDA ZEIN NGGAK ADA DI SINI!" teriak Ria, tidak terima. Tetapi semua malah masuk dan mengabaikan Ria.
"Indro? Kok lo bisa kayak gini, sih?" tanya Joko, pada Indro yang sekarang udah duduk.
"Gue kehujanan," jawab Indro, melirik Ria yang berdiri dengan kesal.
"Jok? Lo bukannya mau jemput gue?" tanya Indro, suaranya serak.
Joko mengangguk. "Tadinya gitu. Tapi gue kebetulan ke rumah Wulan tadi, terus Wulan ngasih ide buat nginap di rumah nenek lampir ini. Soalnya Wulan bilang lo nggak mungkin pulang dalam ke adaan sakit gitu, kan. Soalnya Wulan itu punya hati, nggak kayak yang onoh." Joko melirik Ria, yang menatap tajam padanya.
Indro memijit pelipisnya. "Udah, lah, Jok. Jangan kayak gitu," kata Indro. Dia tidak ingin Ria tambah marah padanya.
"Ria? Boleh, ya, kita nginap di sini?" pinta Wulan.
"Iya, Ri. Boleh, ya?" pinta Santi lagi.
"Lagian kita kan udah lama banget udah nggak pernah tidur bareng lagi," ujar Lili tersenyum.
Ria menggeleng, tidak habis pikir dengan jalan pikir mereka. Setelah dulu mereka ngelupain Ria dan tidak mempedulikannya lagi, terus sekarang malah bersikap seolah tidak pernah terjadi masalah.
"Ri? Kita juga udah bawa makanan, kita bisa makan bareng-bareng," kata Beben, menunjuk kresek besar di atas meja.
Indro melihat Ria. Gadis itu terlihat benar-benar tidak suka. "Mm... kita pulang aja, ya?" kata Indro, menatap yang lain.
"Eh, Ndro! Lo nggak perlu takut sama Ria. Kita di sini udah minta izin Uda Zein, kok. Tenang aja," kata Joko, dengan gaya tengilnya.
"Tapi gue nggak mau Ria nggak nyaman karena kita, Jok!" tegas Indro. Dia memegang kepalanya,yang berdenyut tiba-tiba.
Ria mengangkat tangannya, ingin memegang Indro, tetapi segera ia turunkan kembali. "Lo semua boleh tidur di sini. Cuman buat malam ini!" putus Ria akhirnya.
"Ri, kita bol..." kalimat Lili menggantung karena Ria sudah lebih dulu pergi dan masuk ke dalam kamarnya.
"Ria nggak mungkin izin kita tidur di kamarnya, Li. Nerima kita nginap di sini juga terpaksa karena Ria khawatir sama ke adaan Indro," jelas Santi, yang memang benar.
"Santi benar. Kita nggak bisa berharap terlalu jauh kalau Ria bakalan nerima kita. Nggak akan mudah buat Ria," ujar Wulan yang membenarkan semuanya.
"Terus kita tidur di mana?" tanya Lili.
"Di kamar tamu aja," kata Indro, dengan suara lemah.
"Terus makanannya?" tanya Edo.
"Kita nggak mood, mau tidur aja!" kata ketiga gadis itu, lalu pergi ke kamar tamu.
"Dih. Ya udah, kita aja yang makan. Ya nggak?" ujar Edo, mengangkat alisnya menatap teman-temannya.
"Lo aja yang makan sendiri."
-----
Kayaknya nih cerita bakalan lebih deh 50 part... Sebenarnya bisa, kalau gue tulis per part itu panjang, tapi gue nggak suka aja lihatnya.
Jadi nggak papa deh, ya. Kalau partnya nanti jadi banyak.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rindro (SELESAI)
Teen FictionIni tentang Ria, gadis kecil, imut, dan manis. Gadis baik yang berubah menjadi begitu kejam karena sebuah alasan. Di benci oleh orang yang di cintai, di jauhi sahabat, dan tidak di pedulikan oleh keluarga. Lalu, bagaiman gadis manis yang menjelma me...