5. Perbincangan singkat

2.2K 253 20
                                    

"Di sini bukan perihal siapa yang benar, tapi perihal siapa yang di percaya. Mau kebenaran apa pun di lakukan, kalau nggak di percaya, semua akan percuma."

-----

Ria menyimpan semua bukunya di tas dengan gerakan lambat. Padahal bel sekolah sudah berbunyi dari 5 menit yang lalu. Tapi tampaknya gadis kecil itu tidak peduli.

"Ri?"

Panggilan itu membuat Ria mengangkat pandangannya. Tapi hanya sebentar, setelahnya ia kembali sibuk memasukkan perlengkapan sekolahnya.

"Lo kapan mau berubah?"

Ria sekarang menatap pada orang itu. Menatap lekat pada bola matanya. Dia bangkit berdiri, lalu tersenyum miring. "Berubah semacam apa maksud, lo?" tanya Ria.

"Jadi Ria yang dulu."

"Jadi Ria yang selalu tersakiti? Atau jadi Ria yang selalu lo bodoh-bodohi? Yang mana, Ndro?" Tanya Ria dengan kekehan.

"Ri..."

"Tunggu-tunggu!" Ria memotong ucapan Indro. "Tapi sebelum lo minta gue buat berubah, lebih baik lo ubah diri lo dulu deh." Ria menjeda ucapannya, "berubah jadi orang yang bisa ngehargain perjuangan orang lain. Berubah jadi orang yang lebih peka," lanjut Ria.

"Gue nggak peka apa, sih, sama lo, Ri? Bukannya lo yang nggak peka. Nggak peka terhadap sahabat lo sendiri," kata Indro.

Ria tertawa. "Gila ya, Ndro. Sampai sekarang, yang selalu lo bela cuman Wulan-Wulan terus."

"Gue bukan belain Wulan. Tapi gue belain yang benar."

"Tau apa lo soal kebenaran?" Tanya Ria. "Orang egois kayak lo emangnya tau apa? Lo itu selalu membela Wulan. Meski pun yang Wulan lakuin itu salah."

"Lo yang egois, Ria! Lo yang selalu mentingin diri lo sendiri!" Balas Indro tak terima.

Untung saja sekarang kelas tinggal mereka berdua dan orang yang berlalu lalang di depan kelas tidak ada, jadi tidak akan ada orang yang melihat pertengkaran kedua orang yang pernah saling mencintai itu.

Ria tertawa hambar. "Sekarang lo bisa, ya, ngomong gitu, Ndro. Padahal, gue di benci sekarang hanya karena gue pengen belain lo," lirih Ria. Suaranya terdengar sumbang, seperti sedang menahan tangisan.

"Gue tau lo baik mau belain gue, Ri. Tapi gue juga nggak pengen lo nggak setia sama sahabat lo sendiri," jelas Indro, dengan suara yang sudah melembut.

Ria mendongak, menahan air mata yang ingin jatuh. "Sebagaiman pun gue pengen bela diri gue, rasanya percuma, Ndro. Karena gue akan tetap salah di mata lo," lirih Ria. Dia mengangkat tasnya, dan memakainya di pundak Kananya.

Ria melangkahkan kakinya berjalan ke pintu kelas, tapi sebelum ia menghilang di balik pintu, Ria kembali menatap Indro yang menatap padanya.

"Di sini bukan perihal siapa yang benar, tapi perihal siapa yang di percaya. Mau kebenaran apa pun di lakukan, kalau nggak di percaya, semua akan percuma."

-----

Spam like dan koment ya!!!

Tulis pendapat kalian tentang cerita Rindro, ya!!!

Dan jangan lupa mampir ke cerita AlvaGhea ya. Dan tolong vote dan koment juga di sana 🙏😊


Rindro (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang