51. Keluarga Devan

1.4K 180 35
                                    

Baca dan pahami ya!!!

Devan masuk ke dalam rumahnya dan di kaget kan dengan seseorang yang tidak asing baginya. Devan mengernyit, melihat orang yang membelakanginya sedang bercengkrama bersama kedua orangtuanya.

Itu bukannya Uda? tanya Devan dalam hati. Lalu ia memilih berjalan ke ruang tamu, untuk melihat lebih jelas orang yang membelakanginya itu. Dan ternyata benar, itu adalah Uda Zein. Tapi untuk apa Uda Zein di rumahnya malam-malam seperti ini. Bukannya Ria bilang kalau Uda Zein masih di luar kota?

"Uda Zein?" panggil Devan, membuat ketiga orang yang sedang bercengkrama jadi menoleh padanya.

"Devan? Sini, nak. Ada Uda Zein," ajak Rani—Mama Devan.

"Lihat, Zein. Keluyuran terus dia. Makanya om mau kirim ke London aja," ujar Papa Devan—Bram.

Devan memutar bola mata malas, mendengar ucapan Papanya. "Uda Zein ngapain di sini?" tanya Devan.

"Loh, kamu nggak suka Uda main ke sini?" tanya Zein.

"Bukan gitu Uda. Tetapi Ria bilang Uda masih di luar kota, tetapi kok di sini?" heran Devan.

Zein mengangguk. "Uda memang belum pulang ke Jakarta, Dev," ujar Zein, membuat Devan mengernyit. "Gimana Ria? Apa dia buat masalah selama Uda nggak ada?" lanjut Zein bertanya.

Devan yang mendengar pertanyaan dari Uda Zein, malah tertawa. "Masalah?" tanya Devan, mengulang pertanyaan Zein. "Uda udah lama nggak ketemu Ria, tetapi yang Uda tanyakan adalah masalah yang di buat Ria?" Devan terkekeh. "Ada seorang kakak yang lebih peduli dengan masalah yang di buat adiknya ketimbang ke adaan adiknya?" tanya Devan, menggeleng tidak habis pikir pada Zein.

"Devan!" tegur Bram. "Wajar kalau Zein menanyakan itu. Karena memang Ria itu pembawa masalah," ucap Bram, kasar.

Devan mengabaikan perkataan Papanya. "Uda Zein tau, Devan udah terbiasa mendengar Papa dan keluarga yang lain berkata seperti itu. Tetapi Uda? Uda juga mau ikut kayak mereka?" tanya Devan.

"Dev..." ucapan Zein di potong oleh Devan.

"Yang Ria punya itu Uda Zein. Orang satu-satunya yang Ria punya itu adalah Uda. Kakak kandungnya sendiri. Pengganti kedua orangtuanya," tegas Devan.

"Devan, udah!" tegur Mamanya.

"Apa, Ma? Udah apa? Udah biarin semua orang nyakitin Ria?" tanya Devan, menatap Mamanya sendu. "Keluarga ini benar-benar gila!" ujar Devan, menggeleng. "Uda tau nggak, kedua orangtua Uda pasti kecewa banget sama Uda. Om itu sangat bahagia saat Ria akan lahir ke bumi ini, sampai dia bersemangat buat datang ke rumah sakit di hujan deras. Iya kan, Ma?" tanya Devan pada Mamanya, tetapi Mamanya hanya diam saja.

"Lalu Tante, dia bahkan rela tiada demi Ria yang lahir dan bisa lihat bumi ini. Seperti itu kan Ma, yang Mama ceritakan ke Devan?" tanya Devan, tetapi Rani hanya bisa menunduk dan meneteskan air matanya.

Devan menatap Uda Zein dan Papanya, "tetapi om sama tante pasti menyesal sekarang. Karena telah meninggalkan putri kesayangan mereka di sini. Membiarkan putri mereka hidup tanpa mereka di bumi yang ternyata neraka bagi Ria," ujar Devan, tidak di sangka air matanya menetes.

"Uda Zein capek, kan, menghadapi Ria yang selalu bikin masalah?" tanya Devan, menatap pada Zein. "Tetapi Uda pernah tanya nggak, masalah apa yang Ria hadapi?" tanya Devan lagi, lalu ia terkekeh hambar. "Nggak kan Uda? Karena Uda lebih peduli akan masalah yang di buat Ria ketimbang masalah yang di hadapi Ria."

Segala perkataan Devan hanya bisa Zein cerna. Dia tidak tau harus berkata apa lagi, tetapi semua yang di ucapkan Devan memang benar. Dia selama ini tidak pernah melihat pada adiknya tentang segala hal yang ia hadapi. Tetapi Zein malah selalu melihat pada masalah apa yang Ria buat.

"Uda? Boleh Devan tukar posisi sama Uda?" tanya Devan, membuat 3 orang di sana jadi menatap padanya. "Uda tinggal bersama kedua orang tidak punya hati ini dan Devan menjadi kakak dari Ria, gadis kuat yang selalu bisa menutupi rasa sakitnya."

"Kenapa Uda diam?" tanya Devan. "Di sana Ria selalu berdoa, supaya pekerjaan Uda di lancarkan dan bisa cepat pulang. Tetapi orang yang di doakan malah memilih ke tempat lain ketimbang melihat adik kandungnya yang tinggal sendirian," kata Devan, menggeleng lemah.

"Dev, Ria gimana?" tanya Zein, akhirnya mengeluarkan suara.

Devan terkekeh mendengar pertanyaan Zein. "Gimana apanya Uda? Keadaanya?" tanya Devan, lali ia menggeleng dan mengangkat bahunya. "Di saat Devan pergi dan beberapa hari lalu masih Vc sama Devan, gadis kecil itu masih terlihat baik-baik saja. Tetapi kalau sekarang..." Devan menggantung ucapannya.

"SEKARANG APA DEVAN?" tanya Uda Zein, mukanya terlihat panik.

"Nggak ada yang tau kan, Uda? Ria tinggal sendiri dan mungkin dia bisa depresi dan akhirnya melakukan hal yang nekat?" tanya Devan, mengangkat alisnya. Dalam hati Devan merutuki dan mengucapkan amit-amit berulang kali.

Wajah Zein memucat. Tanpa pikir panjang, dia keluar dari rumah Devan. Masuk ke mobil dan melajukan mobilnya dengan cepat.

Devan hanya melihat kepergian Zein. Persetan lelaki itu kebut semalaman membawa mobil dari Padang ke Jakarta. Tetapi Devan hanya ingin Zein paham kalau Ria itu berarti.

"DEVAN!"

PLAK!

Devan memegang pipi kanannya yang di tampar oleh Papanya. Dia mengusap bibirnya yang mengeluarkan darah.

"Pa, udah!" Rani memegang lengan suaminya.

"KURANG AJAR KAMU! BAGAIMANA KALAU ZEIN KENAPA-NAPA DI JALAN, HAH?!" marah Bram.

Devan terkekeh. "Ria dan Uda Zein sama-sama keponakan Papa. Tetapi kenapa hanya mengkhawatirkan Uda Zein?" tanya Devan.

"KARENA RIA ITU PEMBAWA SIAL! DIA UDAH BUAT KEDUA ORANGTUANYA MENINGGAL!"

"PA!" balas Devan, membentak Bram. "CUKUP PAPA BILANG RIA ITU PEMBAWA SIAL!"

"DIA EMANG PEMBAWA SIAL!"

Devan menggeleng, lemah. "Papa tau, om sama tante melihat papa mengatakan ini, pasti kecewa banget Pa. Mereka percaya meninggalkan Ria di bumi ini tanpa mereka karena mereka berpikir kita keluarganya bakalan membesarkan Ria dengan kasih sayang. Menggantikan kasih sayang dari kedua orangtuanya," lirih Devan.

Bram terdiam.

"Apa Papa sama Mama berpikir Ria mau seperti ini?" tanya Devan, lalu ia menggeleng. "Nggak, Pa! Nggak, Ma! Nggak ada seorang anak pun yang pengen dilahirkan tanpa orangtua. Nggak ada satu orang anak mau di anggap sebagai pembawa sial karena kematian dari orangtuanya," ujar Devan. Lelaki itu sekarang telah di banjiri air mata. Dia tidak kuat mengingat setiap tangis Ria. Gadis terlihat kuat di luar, namun begitu rapuh di dalam.

"Kalau Ria boleh meminta, mungkin dia tidak akan pernah mau dilahirkan ke bumi ini."

-----

Part panjang banget, ya?

Btw, ini nggak akan panjang lagi kok.

Oh, iya. Ada yang request bikin cerita Syaqeel versi real life. Kalian gimana? Setuju nggak?

Rindro (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang