55. Bukan Siapa-Siapa!

1.3K 165 22
                                    

Tet...tet...tet...

"Baik. Pelajaran kita hari ini telah selesai. Kalian bisa pulang. Selamat siang," ujar Pak Jaky, lalu keluar dari kelas setelah mendapat jawaban dari semua muridnya.

"Ria? Mau pulang bareng?" tawar Wulan. Dia berdiri di samping meja Ria bersama Santi dan yang lainnya.

"Nggak!" tolak Ria cepat.

Wulan mengangguk dan tersenyum miris. "Kalau gitu kita duluan, ya, Ri?" kata Wulan, yang hanya di abaikan oleh Ria.

Semuanya memilih meninggalkan Ria. Tetapi sebelum keluar, Santi meletakkan coklat silverqueen di atas meja Ria. Membuat kening Ria mengernyit karenanya.

"Buat, lo. Gue berharap, Ria bisa kembali kayak Ria dulu lagi. Ria yang manis kayak coklat ini," ujar Santi, lalu menyusul yang lain keluar kelas.

Ria mengambil coklat itu, "eh, Siti!"

Siti—cewek berkaca mata itu menoleh ke arah Ria. "Kenapa Ria?" tanyanya.

"Sini, deh!" panggil Ria, Siti pun mendekat.

"Kenapa?" tanyanya, bingung.

"Buat, lo!" Ria menyodorkan coklat ya di beri Santi.

"Buat gue?" heran Siti.

Ria mengangguk. "Biar lo tambah manis," katanya.

Siti mengambil coklat itu. "Makasih, Ria," katanya tersenyum.

Ria mengangguk.

"Kalau gitu gue duluan, ya?" pamit Siti, yang di balas Ria dengan anggukan.

Setelah Siti pergi, Ria memasukkan buku-bukunya kedalam tas, bersiap ingin pulang. Tetapi sebuah suara dari arah belakang, mengagetkannya.

"Kalau lo nggak mau, setidaknya nggak usah kasih ke orang lain."

Ria menoleh. Dia baru sadar, ternyata masih ada Indro di dalam kelas. Tetapi kenapa dia masih di sini? Padahal teman-temannya sudah duluan keluar. "Ngapain lo masih di situ?!" tanya Ria, mengabaikan ucapan Indro tadi

Indro mendekat ke arah Ria. "Santi kasih ke lo itu tulus. Kalau dia mau kasih ke Siti, dia bisa kasih sendiri. Tapi coklat itu khusus di kasih ke lo, Ri," kata Indro, mengabaikan pertanyaan Ria.

Ria berdecak, kesal. "Terserah gue dong. Dia kasih ke gue, berarti gue bebas mau apakan tuh coklat. Kenapa jadi lo yang heboh?!" kesal Ria.

"Ri..." kalimat Indro terpotong karena Ria bangkit berdiri dan memilih pergi keluar kelas.

Indro hanya bisa menarik napas panjang dan membuangnya dengan gusar. Lalu ia ikut melangkah keluar kelas, mengikuti Ria dari belakang.

Ria yang merasa Indro mengikutinya, jadi mempercepat langkahnya. Tetapi sial, langkahnya tidak dapat lebih cepat dari Indro. "KAK BAIM!" panggil Ria, saat melihat Baim baru saja naik ke atas motornya.

"Kenapa?" tanya Baim, saat Ria sudah berada di sampingnya.

Indro yang melihat itu hanya bisa diam berdiri, memperhatikan Ria dan Baim dari tempatnya. Jujur, perasaan Indro campur aduk sekarang. Antara cemburu, sedih, dan marah. Tetapi Indro bisa apa?

"Kak Baim? Boleh antar Ria pulang?" tanya Ria.

Indro yang mendengar suara lembut Ria berbicara pada Baim, mengepalkan erat-erat kedua tangannya. Perasaan kecewa menjalar di hatinya.

"Boleh. Tapi..." ucapan Baim di potong oleh Ria.

"Ya udah. Ayo!" ajak Ria.

Baim menoleh ke arah Indro. Dia tau, Indro marah kepadanya. Terlihat dari tatapan laki-laki itu yang begitu dingin menatapnya dan Ria. "Tapi Indro kayaknya marah, Ri," cicit Baim.

Ria menoleh sebentar ke arah Indro, lelaki itu memang terlihat marah dari tatapannya. Tetapi Ria kembali melihat ke arah Baim. "Dia bukan siapa-siapa gue, Kak. Gue nggak peduli mau dia marah atau nggak," jelas Ria.

"Tapi..." lagi-lagi kalimat Baim di potong oleh Ria.

"Kalau Kak Baim nggak mau, gue bisa pulang naik taxi!" kata Ria, ingin berjalan pergi, tetapi tangannya di tahan oleh Baim.

Indro hanya bisa menatap miris tangan Baim yang memegang tangan Ria. Ingin sekali ia datang ke sana dan menghempaskan tangan itu, kalau bisa menghajar Baim juga. Tetapi nyatanya, Indro nggak punya hak melakukan itu. Malah, Ria semakin marah padanya kalau ia melakukan itu.

"Modus lo!" kata Ria, menghempas tangan Baim.

Baim hanya bisa menggeleng melihat bocil di depannya ini. "Iya udah. Gue anterin lo, nih. Nggak usah pakai acara ngambek," kata Baim, memaki helmnya dan naik ke atas motornya.

Ria ikut naik ke atas motor Baim. Lalu motor itu berjalan keluar dari pekarangan sekolah. Saat melewati Indro, Ria sama sekali tidak melihat ke arah lelaki itu.

Indro hanya bisa menatap kepergian Ria dengan tersenyum kecut. Miris rasanya, melihat orang yang kita cinta pergi bersama orang lain.

Gue pengen relakan lo, Ri. Tapi hati gue meronta pengen tetap perjuangin, lo! Lantas, apa yang harus gue lakukan?

-----

Ada yang nungguin nggak, updatenya Rindro?

Btw, jangan lupa tonton VM Aqeela sama Rasya di YouTube ya!!! 😊

Rindro (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang