"Lo nggak papa, kan, Ndro?" tanya Ria, wajah cemas terlihat di wajahnya.
Indro menggeleng lemah. "Gue nggak papa, Ri. Lo nggak perlu cemas," ujar Indro.
Ria berdecak, gemas. Bagaimana mungkin Indro mengatakan jangan cemas, sementara keadaan lelaki itu seperti ini karena dirinya. Dia melirik jam dinding, sudah pukul 21.30. Ria bingung harus bagaiman, tidak mungkin Indro tidur di rumahnya. Indro bukan keluarga Ria, dia tidak mau nanti tetangga atau bahkan Uda Zein berpikir yang tidak-tidak.
Ria mengecek ke adaan Indro, masih hangat walau tidak sepanas yang tadi. Ria memilih pergi ke dapur dan mengganti air yang sudah dingin dengan air hangat lagi. Lalu ia mengompres Indro lagi. Lelaki itu tertidur, membuat Ria tega untuk menyuruhnya pulang.
"Gue harus gimana?" tanya Ria. Dia berjalan mondar-mandir di sana. Syukur-syukur perutnya sudah tidak sakit lagi akibat jamu yang di beli Indro tadi. "Apa gue suruh Joko buat jemput Indro aja kali,ya?" gumam Ria, menatap Indro.
"Ck. Nggak ada pilihan lain juga," kata Ria, mengambil ponsel Indro yang memang tidak di kunci. Lalu mencari kontak Joko dan menelponnya.
Tut...tut...tut...
"Hallo?" terdengar suara di sebrang sana. "Lo dimana, Ndro? Malam minggu, menghilang aja dari rumah."
Ria berdecak. "Ini gue Ria," kata Ria.
"Hah? Indro malam mingguan di rumah, lo? Terus adek gue mana?"
"Adek lo lagi sekarat sekarang. Mending lo sekarang jemput dia," kata Ria.
"Sekarat? Lo serius kalau ngomong!"
Ria lagi-lagi berdecak. "Adek lo demam karena kena hujan. Sekarang keadaannya udah mendingan. Tapi nggak mungkin dia tidur di sini malam ini. Gue nggak mau terjadi salah paham," jelas Ria, panjang.
Terdengar hembusan napas lega dari sebrang sana. "Iya, gue ke sana!"
Setelah mendengar itu, Ria langsung mematikan ponselnya. Dia duduk di samping Indro, tepatnya di dekat kepa Indro. Dia mengusap rambut Indro dan tersenyum kecut.
"Kenapa di saat gue ingin lupain segalanya tentang lo, lo malah seolah menarik gue untuk kembali bersama lo, Ndro? Kenapa segala rasa peduli lo harus terjadi di saat gue udah nggak butuh itu lagi?" lirih Ria, meneteskan air matanya.
Tanpa Ria sadari, yang ia duga Indro sedang tidur, nyatanya tidak. Lelaki itu memang menutup matanya, tetapi jiwa lelaki itu masih sadar. Dia dapat merasakan sentuhan Ria di rambutnya dan juga dapat mendengar suara lirihan Ria, yang mampu menyayat hatinya.
Maafin gue, Ria. Gue telat menyadari kalau lo begitu berarti di hidup gue. Tapi satu, Ri, lo adalah perempuan paling gue sayang setelah Mami.
-----
Menurut kalian, adegan uwu ini tetap di lanjutin? Atau Ria harus di pindah ke cowok lain dulu?
KAMU SEDANG MEMBACA
Rindro (SELESAI)
Novela JuvenilIni tentang Ria, gadis kecil, imut, dan manis. Gadis baik yang berubah menjadi begitu kejam karena sebuah alasan. Di benci oleh orang yang di cintai, di jauhi sahabat, dan tidak di pedulikan oleh keluarga. Lalu, bagaiman gadis manis yang menjelma me...