Tuk!
Bilah bambu itu beradu dengan gagang cangkul yang dipegang oleh seorang pekerja perkebunan milik Tuan Eickman. Si pemegang cangkul terdesak karena lawannya lebih lincah memainkan benda yang dipegang. Ternyata sebilah bambu pun masih bisa dijadikan alat untuk mempertahankan diri.
Para pengepung sosok hitam itu tidak berani menyerang lebih brutal karena kawan mereka menjadi sandera. Jika diserang dengan senjata tajam maka terlalu beresiko jika senjata itu mengenai teman sendiri.
"Menyerahlah, maka kau tidak akan kami apa-apakan!"
Sosok berpakaian serba hitam itu tidak bicara apa-apa. Dia hanya menatap satu per satu orang-orang yang mengepungnya.
Dari jarak sekitar sepuluh langkah, Anna masih membidik sasarannya. Gadis remaja itu berharap bisa mendapatkan kesempatan untuk melesatkan peluru ke arah tubuh sosok serba hitam itu. Anna masih menunggu untuk beberapa saat, tapi sasarannya tahu jika dia akan ditembak dari jarak jauh. Sosok itu masih bersembunyi di balik tubuh tawanannya.
Sayang, kesempatan untuk menembak itu tidak kunjung tiba. Anna malah menyaksikan si tertawan dibawa melangkah mundur. Ada seorang pekerja yang berusaha menyerang dari arah belakang. Namun, serangan itu hanya membuatnya terpental. Tak! Parang yang dipegang terpental. Benda itu melayang setelah bilah bambu mengenai lengannya.
Luar biasa! Cara orang itu berkelahi sungguh mumpuni.
Anna mulai kehilangan konsentrasi. Pikirannya tidak lagi tertuju pada orang yang ada di hadapannya. Dia mulai berpikir jika bilah bambu itu bukan sekedar senjata untuk melindungi diri. Tapi, mungkinkah barang curian itu disembunyikan di sana?
Terlintas dalam pikiran Anna untuk mengamankan bilah bambu itu. Hah, gadis itu menarik nafas panjang. Dia mulai berpikir untuk meletakan senjata.
"Tahan semua serangan!"
Sontak para pengepung itu keheranan dengan sikap Anna. Mereka mulai mundur beberapa langkah. Menjauh dari sosok serba hitam itu.
Sosok hitam itu melihat Anna menurunkan senjatanya. Dia pun tidak mau susah-susah menjadikan tawanannya sebagai tameng. Tubuhnya terlalu berat untuk dijadikan alat berlindung. Tubuh setengah sadar itu terjatuh kemudian beradu dengan hamparan tanah.
"Serahkan bilah bambu itu! Maka kau boleh pergi!"
Ketika Anna berteriak seperti itu, si sosok hitam terlihat kaget. Matanya melotot seakan sulit mengerti dengan permintaan Anna.
Kenapa dia meminta bilah bambu ini diserahkan? Mungkin seperti itulah apa yang terbersit dalam pikirannya. Orang itu tidak mengira sebelumnya jika Anna lebih tertarik dengan bilah bambu yang dipegangnya dibanding meringkus dia kemudian menggeledahnya. Apalagi, hal yang sudah menjadi sesuatu yang dianggap "standar operasional" apabila ada pencuri atau percobaan pencurian maka pelakunya akan diringkus warga kemudian digelandang ke pos polisi terdekat.
Hal itu biasa terjadi jika warga masih bisa menahan emosi. Tetapi, jika warga sulit mengendalikan emosi maka si pencuri akan disiksa habis-habisan bahkan sampai meregang nyawa. Makanya, ketika Anna menawarkan untuk membiarkan terduga pencuri itu pergi asalkan menyerahkan bilah bambu yang dipegangnya, sosok itu terheran-heran.
Sayang, orang itu malah menggelengkan kepala. Dia menolak untuk bernegosiasi.
Dan, dia malah mundur dengan teratur ...
Tentu saja Anna sigap kembali mengangkat senapan. Dia menarik nafas panjang. Dalam hitungan detik, sebutir peluru melesat keluar dari moncong senapan.
Dor!
KAMU SEDANG MEMBACA
Panca dan 3 Gadis Tangguh
ActionAnna menatap wajah Ayahnya. Meskipun samar, dia bisa melihat sorot mata pria itu. Ada sesuatu yang dipikirkan orang itu. Tapi, Anna tidak tahu sebelum dia tahu apa yang terjadi. "Apa yang sebenarnya terjadi?" "Nanti kita bicara, kejar dia Anna. Beri...