Anna menatap dinding kamar. Polos, tanpa hiasan tergantung. Hanya ada satu salib yang terbuat dari kayu menempel di atas ranjang.
Sebuah lampu minyak menemani kesendirian gadis itu. Gelapnya malam di luar, terasa juga hingga ke dalam rumah.
Udara yang berhembus ke sela-sela jendela setidaknya menyiratkan bagaimana cuaca di luar sana. Angin tidak berhembus kencang, suara rintik hujan pun tidak terdengar. Dari sekat-sekat jendela, terlihat purnama yang bundar nyaris sempurna. Cahayanya masuk ke lubang udara di atas jendela meskipun hanya sedikit saja.
Kenapa aku sulit memejamkan mata?
Anna terbaring di atas ranjang. Sekali lagi menatap dinding kamar yang polos. Sebuah kamar tanpa perabotan kecuali rak kecil di sudut ruangan.
Prak!
Terdengar samar-samar benda terjatuh. Anna pun memfokuskan pendengarannya. Ah, mungkin itu hanya tikus.
Prasangka Anna untuk tidak berpikir berlebihan, cukup beralasan. Jika ada sesuatu atau seseorang, para penjaga malam seharusnya mengetahuinya lebih dulu.
"Hei, apa yang kau lakukan?"
Oh, prasangka Anna ternyata meleset. Ternyata ada seseorang sedang bercakap-cakap di luar kamar.
Sontak, rasa penasaran Anna tergugah juga. Gadis itu beranjak dari tempat tidurnya. Berjalan selangkah, dua langkah hingga beberapa langkah kemudian membuka pintu kamar. Pintu itu terbuat dari kayu kualitas terbaik, mungkin kayu jati. Bagi seorang gadis, pintu itu terasa berat untuk dibuka.
Temaram, lagi-lagi temaram ruangan yang dilihat oleh Anna. Sedikit sekali cahaya bagi dia untuk bisa melihat dengan jelas siapa yang sedang berbincang.
"Sssttt!"
Hanya suara desisan yang terdengar. Darimana sumbernya?
Anna kembali mencari lalu melangkahkan kaki ke arah suara desisan itu. Mungkin di dapur.
Mata Anna tertuju pada sesuatu yang dikenalnya. Dia lagi!
"Hei! Letakan pisaumu atau ..."
"Atau apa?"
Suaranya tidak asing bagi Anna. Gadis itu menatap tajam orang yang sedang mengacungkan pisau.
"Anna, sebaiknya kau ...." suara nyonya rumah terdengar gemetar.
Dilema, sosok itu mengarahkan pisau pada Nyonya Van De Meer. Pantulan cahaya lampu terlihat di pisau yang dipegang tangan kanan orang itu. Tentu saja terlihat juga bagaimana raut wajah nyonya rumah itu. Dia begitu ketakutan. Kedua tangannya diangkat ke atas. Punggung wanita itu menempel ke dinding, tersudut.
Bagi seorang Anna, ini bukan situasi yang pertama kali dihadapi. Seseorang yang tidak dikenal menyatroni rumah, entah untuk apa.
"Hei, apa yang kau inginkan?" Anna bertanya dengan nada tinggi.
"Kau tidak perlu tahu, Nona."
Suara itu terdengar berat. Terlintas dalam pikirannya, kejadian di pinggir kanal tadi siang.
Sosok berpakaian serba hitam, menutup sebagian wajahnya, bercaping dan membawa bilah bambu. Tadi siang Anna sempat berkelahi dengan orang itu. Jika orang itu tidak kabur, mungkin sekali Anna terluka bahkan meregang nyawa.
"Kau, menginginkan aku kan?"
"Bagaimana kau tahu?"
Anna kesal juga dengan gaya bicara orang itu yang bertele-tele.
"Bila kau menginginkanku, mari kita selesaikan urusan kita. Dan, jangan kau sentuh Nyonya Van De Meer. Ikut aku keluar ...!"
"Kau menantangku, bocah tengik!"
Anna tersenyum sinis.
Gadis itu menyiapkan mental untuk menghadapi situasi seperti ini. Dia tahu jika ada resiko besar menantinya.
Sebelum Anna melangkahkan kaki untuk menghadapi manusia tak dikenal itu, ternyata terdengar suara pintu terbuka. Kttt ... Tuan Van De Meer membuka pintu kamarnya dan bertanya sambil menguap, "ada apa ini, kok berisik malam-malam begini?"
Pria bertubuh tambun itu terlihat masih mengantuk. Baju piyama yang dikenakan semakin memperjelas bentuk perutnya yang buncit. Dia terus melangkah tanpa menyadari ada seseorang yang tidak dikenal sedang mengacungkan pisau pada istrinya.
"Hei, siapa kau?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Panca dan 3 Gadis Tangguh
ActionAnna menatap wajah Ayahnya. Meskipun samar, dia bisa melihat sorot mata pria itu. Ada sesuatu yang dipikirkan orang itu. Tapi, Anna tidak tahu sebelum dia tahu apa yang terjadi. "Apa yang sebenarnya terjadi?" "Nanti kita bicara, kejar dia Anna. Beri...