41

71 21 0
                                    

"Hei ... hei ... apa maumu? Mari kita bicarakan," Tuan Van De Meer mengangkat tangan sambil mencoba bernegosiasi.

"Dia menginginkan saya, Tuan". Anna seakan menawarkan diri untuk menjadi martir.

"Oh, sayang ... aku tidak bermaksud menyerahkanmu. Bukan begitu, dia hanya menginginkan uang, Anna. Kau mau berapa, aku ambilkan ...."

Sesuatu yang sulit dimengerti ketika penyandera itu malah tertawa ketika mendengar tawaran Tuan Van De Meer, "hahahaha!"

"Hei, katakan apa maumu ... aku penuhi ... lalu kau bisa pergi ...."

Suasana menjadi hening sejenak. Diantara mereka sedang menerka keadaan.

"Dia pencuri yang datang ke rumah kami."

Anna langsung memberikan kesimpulan siapa yang sebenarnya yang datang sebagai tamu tak diundang. Anna ingin menegaskan pada Tuan dan Nyonya Van De Meer jika dia adalah pencuri yang harus segera dienyahkan dari rumah itu.

"Nona, kenapa kau terus menuduh orang lain tanpa bukti. Sikapmu itu hanya merugikan dirimu sendiri."

"Kalau bukan kau, siapa lagi?"

"Mungkin dia orang lain."

"Jadi benar jika kalian beraksi tidak sendiri, kalian komplotan pencuri yang terorganisir ...."

"Hahaha ... gadis sok tahu ...."

"Kau tidak menyanggahnya, berarti benar. Kalian berkomplot untuk mencuri di rumah orang-orang Eropa."

"Apakah aku tidak salah dengar, bukankah kalian yang mencuri dari kami ... kalian yang mencuri apa yang kami miliki."

"Uh, dasar orang pribumi ... mengaku-ngaku semua adalah milik kalian ... padahal kami orang Eropa yang telah mengubah keadaan.  Kalian hanya menonton apa yang telah kami bangun!"

Gaya bicara Anna semakin meninggi. Tuan Van De Meer menggelengkan kepala sambil menatap gadis itu. Hei Nak, jaga nada bicaramu.

Suasana bertambah mencekam ketika  penyandera itu semakin mendekatkan pisau ke leher Nyonya Van De Meer. Wanita itu tidak bisa berkata apa pun, wajahnya semakin menegang. Gaun tidur si nyonya rumah terlihat basah, saking takutnya. Air seni tak bisa ditahan untuk tidak keluar tanpa kendali.

"Hei, mari kita selesaikan semuanya ...," Tuan Van De Meer kembali bernegosiasi.

"Oh, apa yang kau tawarkan?"

"Tentu, aku punya beberapa lembar uang kertas dan uang logam, akan aku berikan semuanya padamu."

"Hahaha, kau pikir aku pencuri kelas teri yang hanya menginginkan barang recehan."

"Lalu, apa maumu?"

"Aku ingin surat-surat tanah yang kau simpan ...."

Tuan Van De Meer terlihat kaget. Begitupun Anna, gadis itu tidak menyangka jika penyandera itu menginginkan barang yang jauh lebih berharga dibanding segepok uang.

"Hei, kau rakus sekali," Anna mengungkapkan kekesalannya.

Tuan Van De Meer mengarahkan telapak tangannya kepada Anna. Pertanda agar Anna bisa menenangkan dirinya.

"Hei, siapa pun kau, apa pun namamu ... aku tidak menyimpan surat-surat tanah itu di sini. Aku memang notaris, tapi surat berharga seperti itu tidak ada di sini."

"Dimana?"

"Kami menyimpannya di Bank."

"Bank apa?"

"Bank Batavia."

"Kau berbohong."

"Betul, percayalah, aku tidak berbohong. Jika kau tidak percaya, periksalah kamarku."

Penyandera itu menyeret sanderanya untuk masuk ke kamar utama. Dia menodongkan senjatanya ke arah kepala si nyonya rumah. Sang penyandera mengikuti sanderanya untuk membuka lemari, laci bahkan brangkas yang berisi berkas-berkas penting milik Tuan Van De Meer.

"Hei, tenang saja ... tidak usah terburu-buru. Aku bisa membaca, jadi kau tidak bisa mengelabuiku."

Nyonya Van De Meer meletakan berkas-berkas itu di lantai. Diterangi lampu yang menempel di dinding, penyandera itu membaca satu per satu berkas-berkas yang sengaja ditaruh berjejer.

Cukup lama mereka berdua di dalam kamar. Hingga akhirnya mereka kembali keluar kamar dan menemui Tuan Van De Meer yang masih berdiri di ruang tengah.

"Sudah kubilang, tidak ada kan?"

"Ya, tapi ... kau tahu kan bagaimana cara mengambil berkas dari Bank?"

"Tentu saja harus membuka brangkas yang ada di Bank, kuncinya disimpan oleh bankir."

"Aku tahu itu, tapi bankir tidak akan membukanya begitu saja tanpa seizin pemiliknya. Bisakah kau membukakannya untukku?"

"Malam-malam begini?"

Penyandera itu menatap Nyonya Van De Meer. Wajahnya terlihat semakin ketakutan.

"Hei, di mana gadis itu?" Penyandera itu baru menyadari jika Anna tidak ada di tempatnya tadi berdiri.

Tuan Van De Meer melayangkan pandangan ke seluruh penjuru rumah. Dia tidak menemukan Anna. Ke mana gadis itu?

Panca dan 3 Gadis TangguhTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang