53

65 22 0
                                    

"Lihatlah ke arah sana ...!"

"Di mana?" Anna menggerakan lehernya ke sebelah kiri. Matanya melihat sesuatu yang menarik, sekaligus menakutkan.

"Hei, sedang apa kau di sana?" Panca menyapa sesuatu yang dilihatnya seakan sudah saling mengenal.

"Besar sekali ... sebaiknya kita cepat pergi sebelum dia sadar akan keberadaan kita."

Ternyata, seekor ular sedang melingkar di akar bakau. Ular sanca dengan kulitnya yang bermotif hitam dan kuning keemasan. Mata hewan melata itu mengarah pada 2 anak manusia yang mengganggu istrirahatnya. Panjang tubuh si ular hampir menutupi ruas-ruas akar bakau yang sesungguhnya sama-sama besar.

"Hei, turunkan senapanmu ...!"

"Aku hanya berjaga-jaga," Anna mengarahkan moncong senapan ke sosok yang melingkar itu.

"Is jangan buat dia merasa tertekan. Dia hanya berjemur di sana."

Anna pun menurunkan moncong senapan. Tetapi, isi ular malah mengangkat kepalanya. Kepala yang lebih kecil dari perutnya yang terlihat lebih besar. Perut besarnya hampir sama dengan pohon kelapa yang sedari tadi ditemui oleh Anna dan Panca. Apakah dia sudah menelan seekor mangsa dengan ukuran lebih besar darinya?

Ingatan Anna tertuju pada seekor ular  yang pernah dilihatnya di pekarangan rumah. Ukurannya lebih kecil dibandingkan dengan apa yang dilihatnya hari ini. Anna pun ingat jika seekor ular bisa menelan mangsanya dimana ukuran tubuh si mangsa lebih besar dibanding mulut si ular. Ular sebesar jari tangan pun bisa menelan seekor katak dewasa.

"Ayo cepat pergi ...!" Anna mulai ketakutan ketika tubuh si ular bergerak menuruni tanah.

"Waduh, sepertinya dia tersinggung olehmu."

"Ah, kau malah menyalahkanku."

Anna mempercepat langkahnya, menyusul orang di depannya. Kini, gadis itu melangkah setengah berlari. Gadis itu tidak mau lagi menengokan kepala ke belakang. Mata kecokelatan si gadis Eropa tertuju pada sungai kecil yang mulai terlihat membentang di depan.

"Di depan ada sungai, bagaimana nih?"

"Terus saja berlari, kita cari sebatang pohon sebagai jembatan."

Panca memegang tangan Anna dan mengajaknya berlari, lebih kencang lagi.

Membutuhkan waktu beberapa detik untuk sampai di pinggir sungai. Sebuah sungai kecil yang menjadi anak sungai yang mengarah ke laut. Jika diteruskan menyusuri sungai kecil itu dengan sampan maka akan berpapasan dengan cabang dari sungai yang lebih besar. Dan, tidak jauh dari sana laut terbuka dapat terlihat dengan jelasnya.

"Panca, mana jembatan itu?"

"Di sana ...," sambil mengarahkan telunjuknya ke sebuah batang kelapa yang berfungsi sebagai titian.

"Kita malah menjauh dari sana."

Titian dari pohon kelapa itu tidak terlalu panjang. Panjangnya hanya 2 kali tubuh orang dewasa. Jika dilihat dari lumut yang tumbuh di kulitnya, bisa diterka jika titian itu jarang digunakan.

"Ular itu malah mendekati titian ...."

"Kita lewat sungai ini saja."

"Jangan, ular itu malah lebih gesit di air."

Anna mengangkat senapannya. Memasukan sebutir peluru kemudian membidik kepala si ular.

"Jangan dulu, mungkin dia hanya ingin mencebur ke sungai," Panca menurunkan moncong senapan.

"Hanya bersiap-siap, siapa tahu dia meliuk ke arah kita."

"Sepertinya tidak, dia hanya ingin berpindah tempat untuk berjemur."

Benar saja, sebagaimana perkiraan Panca si ular hanya berpindah tempat untuk berjemur. Sialnya, si ular berjemur tepat si atas titian. Tubuhnya yang besar membentang di atas titian yang dibuat dari sebatang pohon kelapa itu.

"Mau sampai kapan kita di sini?"

"Entahlah."

...

Membutuhkan waktu beberapa menit untuk menunggu ular itu pergi. Dan, Anna pun mulai bosan menunggu. Dia hanya duduk-duduk di batang pohon yang sudah rapuh. Mungkin pohon itu rubuh karena angin kencang. Jamur-jamur mulai tumbuh di sela-sela kulit pohon itu. Kayunya sudah melapuk dimana terlihat dari warnanya yang semakin menghitam.

Ketika Anna dan Panca bosan menunggu, ada sesuatu yang membua mereka kaget.

"Gouk gouk gouk!"

Ada suara anjing menyalak dengan kerasnya. Suara itu datang dari seberang sungai.

"Ada orang datang."

"Siapa dia?" Anna bertanya penasaran.

Mulai terlihat 2 ekor anjing menyalak. Wajah mereka begitu geram ketika melihat seekor ular menghalangi jalannya. Anjing itu begitu benci pada si ular  yang menghalangi jalannya.

Kedua anjing itu diikuti oleh seseorang yang berbaju pangsi dan bercaping. Mungkin sekali dia adalah pemiliknya anjing-anjing itu.

"Panca, tangan orang itu ...," Anna berbisik ke telinga temannya, "terluka ...."


Panca dan 3 Gadis TangguhTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang