Anna bersikeras untuk pulang. Gadis itu enggan berlama-lama di Rumah Sakit karena merasa luka yang dialaminya tidak terlalu parah.
Anna memilih untuk beristirahat di dalam salah satu kamar kediaman keluarga Van De Meer. Baginya, tempat itu lebih nyaman dibanding rumah sakit. Apalagi harus bertemu begitu banyak orang yang tidak dikenalnya. Di kediaman Van De Meer, setidaknya dia bertemu dengan orang yang sudah akrab. Lagipula di sini Anna lebih nyaman untuk menyendiri sebagaimana kebiasaannya selama ini.
Temaram cahaya lampu minyak cukup untuk menemani sendu yang dirasa oleh Anna. Untungnya, dia punya 2 orang yang masih mau mendengar keluh kesahnya seperti sepasang suami istri pemilik rumah.
Kini, dia berbaring di ranjang. Bersama Tuan dan Nyonya Van De Meer, gadis berambut pirang itu bicara banyak hal tentang kejadian tadi siang. Anna masih sulit menerima kenyataan jika pencurian surat tanah milik keluarganya ternyata melibatkan orang-orang yang selama ini dipercayainya.
"Kenapa ini terjadi pada keluarga kami ...."
"Oh sayang, inilah hidup. Kadang kita sulit menerima hal-hal yang tak terduga," Nyonya Van De Meer mengelus kepala Anna. Senyuman tersungging dari wajah wanita paruh baya itu.
"Aku juga tidak menyangka jika ini terjadi dalam waktu sangat berdekatan," Tuan Van De Meer memasang wajah penuh pertanyaan. Pria bertubuh gempal itu berdiri di samping ranjang, berdekatan dengan istrinya yang duduk di kursi.
"Ini seperti sesuatu yang direncanakan sebelumnya," Anna mencoba menyimpulkan.
"Aku juga berpikir begitu," Tuan Van De Meer mengangguk sebagai tanda setuju.
"Tuan ... Nyonya ... saya mulai mengerti kenapa bangsa Eropa menjadi sangat individualis. Lebih mengutamakan dirinya sendiri ... keunggulan pribadi di atas segalanya ... dan sulit mempercayai orang lain kecuali dirinya sendiri."
Tuan dan Nyonya Van De Meer saling lirik. Mereka saling melempar senyum.
"Raden Aditama yang begitu disegani di kota ini ternyata seorang pencuri."
"Anna, kau sendiri yang menyaksikan bagaimana sepak terjang orang itu," Tuan Van De Meer menghela nafas, "sedangkan aku hanya menduga-duga, mendengar desas-desus."
"Besok pagi aku akan ke kantor polisi. Melaporkan semua kejadian yang kulihat."
Bluuurrrr!
Kilat terlihat menyambar. Cahayanya yang terang masuk ke sela-sela jendela jelusi di kamar yang ditempat Anna. Dan, selang beberapa detik suara guntur bergemuruh datang dari langit.
Gerrgghhhhh!
Saat hujan turun, gemericik air terdengar di luar. Nyonya Van De Meer dan suaminya berpamitan keluar kamar. Kemudian mempersilakan tamunya untuk beristirahat, tidur.
Anna menatap langit-langit kamar. Hanya gelap yang nampak di atas kepalanya. Cahaya lampu minyak tidak cukup untuk menjangkau seluruh sudut ruangan. Bahkan seekor cicak yang sedang berburu nyamuk pun tidak jelas terlihat ke manakah mereka merangkak.
"Nyonya, ee ...."
"Ya, sayang. Ada lagi sesuatu yang kau butuhkan?"
"Tidak, Nyonya. Saya hanya ingin mengucapkan terima kasih. Terima kasih atas semuanya ...."
"Sama-sama, sayang."
"Terima kasih juga sudah mengingatkan saya."
"Dalam hal apa?"
"Tidak terlalu percaya pada orang-orang yang dekat dengan kita."
Nyonya Van De Meer tersenyum dan mengangguk. Tangan kirinya meraih daun pintu kemudian menutupnya.
Tapi, Nyonya Van De Meer urung melakukan itu. Dia kembali masuk ke kamar, kemudian mendekati Anna.
"Anna, kau jangan sampai salah mengartikan kata-kataku."
"Maksudnya?"
"Sebenarnya sulit untuk kujelaskan. Tapi, ketika kau merasa kecewa dengan orang-orang di sekitarmu ... kau juga harus ingat jasa-jasa mereka."
"Maksud Nyonya? Apakah saya harus tetap mempercayai keluarga Panca setelah apa yang telah mereka lalukan pada saya?"
"Anna, masalah yang kamu hadapi ini bukan masalah sederhana. Bukan sesederhana kasus pencurian harta benda seperti mencuri sekarung beras untuk dimakan."
"Ini masalah besar, sebesar apa?"
Nyonya Van De Meer mendekatkan mulut ke telinga Anna. Dia berbisik untuk mengutarakan kalimat yang menjelaskan sesuatu yang penting ... dan ... rahasia.
Deg, Anna kaget juga mendengar apa yang dibisikan oleh Nyonya Van De Meer. Mereka saling tatap. Wanita paruh baya di depan Anna itu mendekatkan telunjuk ke bibir.
KAMU SEDANG MEMBACA
Panca dan 3 Gadis Tangguh
ActionAnna menatap wajah Ayahnya. Meskipun samar, dia bisa melihat sorot mata pria itu. Ada sesuatu yang dipikirkan orang itu. Tapi, Anna tidak tahu sebelum dia tahu apa yang terjadi. "Apa yang sebenarnya terjadi?" "Nanti kita bicara, kejar dia Anna. Beri...