"Bagaimana bisa mereka bubar begitu saja?" Anna masih heran dengan sikap sekumpulan laki-laki pelaut itu.
"Seharusnya kau tanyakan pada mereka," Panca menjawabnya asal saja sambil membereskan ruangan makan yang berserakan.
"Panca, sebenarnya apa hubunganmu dengan Ketua Serikat Orang Cina?"
"Ah, aku hanya asal sebut saja."
"Tidak, aku tidak percaya. Kau pasti ...."
"Nona Anna, jika aku berbicara terus terang, apakah kau akan percaya?"
Anna menganggukan kepala sambil tetap duduk di bangku. Tidak ada inisiatif untuk membantu Panca dan A Ling yang sama-sama membereskan bekas ulah gadis Eropa itu. Nampaknya sikap keras kepala dan gengsi Anna lebih tinggi daripada setiakawan pada orang yang jelas-jelas menyelematkannya dari bahaya yang semakin dekat menghampiri.
Ungtung saja, perkelahian tidak terus berlanjut. Hanya kerusakan kecil yang terjadi pada bangku dan meja serta beberapa piring yang pecah. Jika Panca tidak segera melerai perkelahian Anna dengan komplotan itu maka bisa dibayangkan bagaimana kerusakan yang terjadi.
"Hei, Panca. Jawab dulu pertanyaanku!"
"Anna, kau sendiri belum memberitahuku kenapa kau datang ke Batavia? Maka aku pun tidak akan menjawab apa hubunganku dengan Ketua Serikat Orang Cina."
A Ling hanya tersenyum mendengar Panca dan Anna saling mengungkapkan rasa penasaran.
"Ha, kau tahu sesuatu A Ling?"
"Tidak Nona, tidak semua hal berhak saya tahu dari Panca," A Ling malah memberikan pernyataan atas sikap serba ingin tahu dari Anna.
"Ah, kalian sama saja." Wajah Anna berubah menjadi cemberut.
Untuk beberapa saat, diantara mereka tidak ada percakapan. Anna hanya memandangi hidangan yang tersaji di meja. Selera makannya semakin berkurang, padahal sebelumnya rasa lapar begitu mengganggu. Anna mengalihkan pandangan ke arah pintu yang terbuka.
Di luar, hujan rintik-rintik mulai terlihat. Akhirnya, awan pekat sejak tadi sore menurunkan bebannya. Air-air yang dikandung berjatuhan membasahi jalanan yang berdebu. Sesekali terlihat kereta kuda yang melewati jalan di depan rumah makan itu.
Orang itu? Anna teringat seseorang ketika melihat kereta yang baru saja lewat. Di dalam kereta itu, sekilas nampak wajah yang tidak asing bagi gadis itu. Sontak, Anna berlari ke arah pintu. Dia keluar menuju pinggir jalan. Di bawah keremangan cahaya, gadis remaja itu masih bisa melihat punggung kereta yang melaju dengan kecepatan sedang.
"Ada apa, Nona?"
"Saya melihat orang yang saya kenal."
"Dalam kereta itu?" Panca menebak maksud Anna.
Anna menganggukan kepala sekaligus meyakinkan Panca, "kusirnya pun ... rasanya tidak asing bagiku. Dia pernah datang ke rumah beberapa waktu lalu."
"Ah, mungkin itu perasaanmu saja. Di Batavia ini, banyak pria Eropa atau kusir pribumi yang berpakaian sama."
"Dia berjenggot dan berjambang, mirip dengan orang yang saya kenal."
"Nona memiliki keperluan dengannya?" Panca kembali mencoba menerka isi hati gadis berhidung mancung di hadapannya.
Anna tidak menjawab, dia hanya memandang lurus ke arah belokan dimana kereta kuda itu mulai tidak tampak di pelupuk mata.
"Baiklah, kalau kau tidak mau menjawabnya. Saya hargai itu. Berarti diantara kita masih banyak rahasia yang belum terungkap."
Anna kemudian menatap Panca.
"Ya, aku akui duhai Nona Anna ... jika aku pun tidak mau berbagi cerita denganmu."
"Baguslah, kalau kau mengerti."
Anna langsung melengos dan masuk kembali ke dalam ruangan makan. Dia duduk di atas bangku, kemudian termenung.
"Nona, apakah makanannya tidak enak? Akan saya gantikan jika berkenan." A Ling menawarkan hidangan penutup. Gadis itu heran karena makanan di atas meja masih banyak, jauh jika disebut habis.
"Maklum saja, dia memang tinggal di pinggir hutan, A Ling. Tapi lidahnya masih tertinggal di Eropa." Panca tertawa demi menggoda temannya yang semakin sulit tersenyum.
"Sekali lagi kau meledekku ... aku akan pergi."
"Eisss ... jangan Nona, ini Batavia. Sebaiknya kau tidak keluar sendirian kala malam."
"Aku akan mengejar kereta tadi."
"Hei, besok saja. Kau harus pikirkan keselamatanmu. Kau tidak inginkan pulang menemui Tuan Eickman tanpa hasil?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Panca dan 3 Gadis Tangguh
AksiAnna menatap wajah Ayahnya. Meskipun samar, dia bisa melihat sorot mata pria itu. Ada sesuatu yang dipikirkan orang itu. Tapi, Anna tidak tahu sebelum dia tahu apa yang terjadi. "Apa yang sebenarnya terjadi?" "Nanti kita bicara, kejar dia Anna. Beri...