32

65 22 0
                                    

Suatu situasi yang sulit dimengerti oleh Panca. Seorang gadis yang semalam begitu terkesan manis dan akrab, kini menjadi seorang Anna yang beringas dan bisa melukai siapa saja yang tidak sependapat dengannya.

"Anna, apa yang ada dalam pikiranmu?"

Panca menatap gadis berdarah Eropa itu. Dengan senapan di tangan, Anna duduk bersimpuh. Tertegun, kemudian menangis, menangis tersedu-sedu ...

Di dekat Panca, A Ling duduk di atas rumput dengan kaki berselonjor ke depan. Sambil menahan rasa sakit, A Ling menatap nanar orang yang telah menembaknya.

...

Batavia, menjadi tempat yang terasa sangat asing bagi Anna. Hanya dalam semalam, hubungan Anna dengan Panca berubah seketika. Anna merasa Panca yang dikenalnya sebagai remaja yang lugu dan sopan, kini sebagai manusia yang beranjak dewasa yang penuh rahasia.

Angin gunung yang berhembus dari pegunungan membawa Anna untuk bertemu dengan hembusan angin laut  kota Batavia. Angin itu pula yang menggoyangkan dedaunan. Beberapa helai daun yang sudah kering terhembus angin itu dan dia terhempas hingga jatuh ke tengah kanal.

Dedaunan yang berjatuhan yang tercebur ke dalam kanal tak sanggup menahan arus air yang membawanya. Jika ada batu atau akar yang menghalangi maka daun itu akan tersangkut kemudian tenggelam. Tetapi, jika daun itu bisa saja terus terbawa arus hingga ke teluk. Menemui dunia yang lebih luas dan buas.

"Nona, kau bukan Nona Anna yang selama ini aku kenal," Panca bicara dengan lirih.

"Kau juga, Panca. Kau bukan Panca yang selama ini aku kenal. Kau penuh dengan rahasia."

"Semua orang punya rahasia, Nona."

"Tapi, rahasia yang kau miliki membuat aku semakin bertanya-tanya ...."

"Bertanya-tanya tentang apa? Tentang latar belakangku ... sebagai seorang keturunan priyayi ... yang bisa saja menjadi musuh orang-orang Eropa. Musuh Pemerintah Hindia Belanda. Musuh yang ingin mengusir manusia-manusia berkulit putih sepertimu untuk pergi dari tanah ini. Itu yang kau pikirkan kan?"

Anna terdiam. Gadis itu malah menyeka air matanya yang deras mengucur membasahi pipi.

"A Ling, bagaimana lukamu?" Panca beralih bertanya pada A Ling yang meringis kesakitan.

"Ini hanya luka kecil. Pelurunya hanya menggores kulitku."

A Ling menatap Anna. Gadis Cina itu bisa saja melawan dan memberikan pukulan telak pada si gadis Eropa. Tapi, A Ling bukan tipe pendendam. Dia gadis yang terlatih menahan emosinya sendiri.

"Sebaiknya kalian pergi, sebelum polisi datang ke sini."

"Kenapa kau mengusir kami?" Panca keberatan jika harus meninggalkan Anna tanpa mendapatkan kejelasan kenapa gadis itu begitu marah padanya.

"Aku ini orang Eropa, polisi akan membelaku. Kau tahu itu?"

"Ya, aku tahu. Tapi bagiku keselamatanmu yang utama."

"Setelah apa yang kulakukan padamu dan A Ling, kau masih memikirkan keselamatanku? Aku bisa sendiri. Aku tidak membutuhkanmu!"

Panca semakin sulit menerima sikap Anna. Gadis itu benar-benar ingin menjauh dari Panca, orang yang telah banyak memberikan pertolongan padanya.

...

Langit semakin kelabu. Meskipun hari belum mencapai tengahnya, awan sangat tertarik untuk menaungi manusia-manusia yang sedang bercanda, bercengkrama atau malah bersengketa seperti ketiga remaja itu. Awan semakin yakin jika suasana hati yang panas perlu didinginkan oleh guyuran air darinya. Bagi si awan, tidak membutuhkan waktu lama untuk menurunkan air berkah dari dalam perutnya.

Saat itu juga ... grrrr ... hujan pun turun.

Airnya ramai-ramai terjun dari atas kepala manusia. Diantara mereka ada yang tepat jatuh di rambut Anna, kemudian membasahinya. Air hujan bercampur dengan air mata yang tidak henti-hentinya mengalir dari pelupuk mata.

Kulit terang dari wajah Anna semakin memerah. Mata gadis itu sembab karena kesedihan, kekecewaan dan kemarahan yang menyelimuti hatinya.

Panca berdiri kemudian membopong A Ling. Dengan guyuran hujan, mereka berjalan. Pergi menjauhi Anna yang masih duduk bersimpuh di  atas rerumputan. Panca dan A Ling berjalan menuju arah jalanan yang mulai sepi setelah orang-orang menjauh dari guyuran hujan. Mereka terburu-buru mencari tempat berteduh, menghindari kebasahan.

Sebelum Panca benar-benar menjauh dari Anna, anak remaja itu mengatakan kalimat-kalimat terakhirnya, "Anna, kamu ingat ... ketika ibumu meninggal ... akulah satu-satunya orang yang bisa membuatmu tersenyum. Semenjak itu kita menjadi teman akrab. Orang-orang memperingatkanku untuk menjaga jarak denganmu karena kau gadis Eropa sedangkan aku remaja pribumi. Tapi ... itu tidak digubris. Aku tidak pernah peduli apakah kau gadis Eropa atau ... kau gadis Cina ... buatku kau masih temanku ... Aku tidak peduli dengan masalah di luar sana yang mencoba memisahkan kita hanya karena warna kulit kita berbeda."

Panca dan 3 Gadis TangguhTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang