14

82 26 1
                                    

Malam di Batavia memang bukan hal baru bagi Anna. Gadis itu bisa menyiapkan mental untuk menghadapi situasi yang sering menjadi desas-desus banyak orang. Batavia kala malam bisa menjadi tempat horor bagi yang belum siap secara fisik dan mental.

Tidak ada yang menarik ketika malam menjelang. Selain cahaya remang-remang, pemandangan indah pun tidak terlihat kala malam. Kanal-kanal yang dihiasi sampan-sampan tidak terlihat lagi. Hanya orang yang benar-benar harus keluar di malam hari sajalah yang terlihat berjalan membawa lentera. Lampu gas di pinggir jalan tidak cukup sebagai penerang Batavia yang gelap kala itu.

Tidak ada purnama, terhalang awan. Langit kembali hitam pekat. Cahaya rembulan tidak sempat masuk ke sela-sela awan dan menerangi alam raya.

Cepluk ... sesekali terdengar suara ikan gabus menggerakan badannya diantara tenangnya air di kanal. Hanya suara itu yang terdengar. Selebihnya, suara tangis bayi atau wanita yang cekikikan di gedung-gedung bertingkat namun tanpa cahaya.

Kriukkk ... suara perut Anna terdengar  jelas jika dia membutuhkan asupan makanan. Pantas saja gadis itu merasakan lapar karena waktu itu adalah jam makan makan bagi Anna. Jika biasanya dia sudah selesai makan malam dan bersiap untuk tidur, kini Anna tidak bisa melakukan itu.

"Hei, Nona. Apa kabarmu?"

Anna kaget dengan sapaan yang tiba-tiba saja datang. Suaranya berasal dari balik tanggul di pinggir kanal. Hanya terdengar suaranya, Anna tidak bisa melihat siapa yang bicara karena cahaya lampu tidak mengjangkaunya.

"Siapa di sana?" Anna memegang senapan bersiap jika orang yang menyapanya berbuat jahat.

"Hei, Nona. Kenapa harus galak-galak begitu. Kita bisa bicara baik-baik."

"Tunjukan wujudmu!"

"Hahaha, buat apa saya menunjukan wujud. Tidak penting apakah saya menunjukannya atau tidak."

"Apa maumu?"

Sosok itu tidak langsung menjawab. Ada jeda diantara mereka.

"Hei, apa maumu?"

"Aku tidak meminta hal lain, hanya meminta padamu untuk kembali pulang."

"Apa urusanmu mengaturku?"

"Saya tidak berusaha mengaturmu, Nona. Ini demi keselamatanmu."

"Terimakasih sudah memberiku perhatian. Tapi, silakan urus urusanmu sendiri."

"Ini urusanku juga, Nona."

"Hah, bagaimana bisa?"

"Aku tahu kau akan pergi ke mana ... jadi urungkan saja niatmu."

"Tidak, kau tidak tahu aku akan pergi ke mana. Kau hanya menakutiku."

"Nona Anna, kami mengenalmu. Sangat mengenalmu. Bahkan ke mana kau akan pergi kami tahu itu."

Mereka tahu namaku, Anna mulai gugup. Terbersit dalam pikirannya jika orang yang bicara dalam kegelapan ini adalah ...

"Kau tidak sendiri ... kalian siapa?"

"Kau tidak perlu tahu kami siapa, yang harus kau tahu adalah ... Tuan Eickman akan baik-baik saja jika kau mengurungkan niatmu."

Celaka, dia mengenal ayahku. Anna mulai berkonsentrasi untuk menghadang jika sesuatu terjadi.

Srrrrr ... sosok itu seperti melayang keluar dari kegelapan. Sosok-sosok yang sama dengan orang yang menyatroni rumah Anna malam kemarin. Berpakaian serba hitam. Wajahnya pun tidak terlihat, bahkan matanya pun tidak terlihat. Terlalu gelap.

Srrrr ... datang lagi sosok serupa dari arah lain. Satu, dua, tiga ... dan semakin banyak orang-orang yang mencoba mengepungnya.

Panca dan 3 Gadis TangguhTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang