33

61 20 0
                                    

Kereta kuda melintas tepat di depan Anna yang masih berdiri termangu di pinggir jalan. Rodanya bersentuhan dengan air kubangan sehingga air kotor itu terciprat ke arah si gadis berambut pirang. Anna tidak peduli dengan air yang terciprat hingga ke wajahnya.

Mata Anna masih saja menatap ke depan dengan tatapan kosong. Tangan kirinya memegang tali kekang. Sedangkan tangan kanannya memegang senapan yang terarah ke tanah. Gadis itu nampak lelah.

Ketika kelelahan menggelayuti pikirannya, Anna pun tidak menyadari jika kereta kuda tadi ternyata menghentikan laju rodanya. Kedua ekor kuda yang menarik kendaraan berwarna gelap itu kini hanya berdiri sambil terus mengibaskan ekornya dan menggoyangkan tubuhnya demi membuang tetesan air yang menempel di tubuhnya.

"Anna! Anna!"

Suara orang yang memanggil itu tidak digubris oleh si gadis berhidung mancung itu. Matanya malah tertutup dan menyembunyikan warna cokelat dari bola matanya.

Ketika gadis itu berdiri mematung, pikirannya ternyata sudah melayang ke tempat lain. Atau, lebih tepatnya melayang ke dimensi lain.

...

Anna bercengkrama dengan kedua adiknya. Seorang adik perempuan dan seorang laki-laki yang sama-sama memiliki kulit terang. Ketiga anak itu menjadi sosok yang terlihat berbeda diantara anak-anak lain yang berkulit kecokelatan.

Anna menyaksikan sang ibu sedang mengobrol dengan ayahnya di beranda. Matanya merasakan  keteduhan menyaksikan keharmonisan keluarganya. Menjadi keseharian yang menyenangkan kala mereka bisa bersantai sambil menunggu gelapnya malam. Menghirup udara sore dan menenangkan pikiran ketika melihat hamparan hijau perkebunan teh.

Namun, sore itu berubah menjadi sore paling menyedihkan dalam hidup seorang Anna. Tak dinyana, adik lelakinya tiba-tiba saja diterkam binatang buas. Tentu saja, Anna melihat dengan jelas bagaimana binatang itu mencabik-cabik tubuh adiknya.

Sontak, Anna pun berteriak keras, "Arhghhhh!"

...

"Nona, Nona, Nona ... ada apa?"

Anna membuka matanya. Kini, di depannya tidak ada satu pun anggota keluarganya. Dia hanya melihat seseorang yang rasanya dia kenal.

"Nona Anna baik-baik saja?"

"Paman ...."

"Saya kusir kereta Tuan Van De Meer. Kami melihat Nona sedang berdiri sendirian di sini."

Anna menatap orang di depannya. Gadis itu masih sulit memisahkan diri dari lamunan dan kenyataan.

"Nona Anna, sebaiknya ikut kami."

"Ke mana?"

"Menuju kediaman Tuan Van De Meer."

"Untuk apa?"

"Oh, Nona. Hujan belum tentu berhenti dalam waktu dekat. Bisa jadi hujan akan terus mengguyur Batavia sampai malam."

"Tidak Paman, saya mau pulang."

"Nona, lebih baik menunggu hujan reda di rumah Tuan Van De Meer."

Anna diam tanpa kata. Matanya melihat ke arah kereta kuda yang berada di seberang jalan. Dari jendela kereta kuda, seorang lelaki melambaikan tangan.

Dalam hati, terpikir oleh gadis itu untuk menerima tawaran orang di depannya. Aku ingin menanyakan banyak hal pada Tuan Van De Meer.

Panca dan 3 Gadis TangguhTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang