67

63 16 0
                                    

A Ling berlari ke arah ruang utama Bank Batavia. Didapatinya petugas bank yang tadi melayani gadis Cina itu kini tergeletak di lantai, pingsan.

"Ke mana dia?"

"Ke luar!" seorang petugas lainnya menunjuk ke arah pintu utama sambil memasang wajah penuh ketakutan.

A Ling berlari ke arah pintu. Dia harus melangkahi 3 polisi jaga yang tergeletak di lantai. Tidak terlihat darah mengalir, berarti mereka hanya tak sadarkan diri. Topi warna biru yang biasa dikenakan kini sudah tergeletak jauh dari kepala mereka. Wajah garang khas pribumi para polisi kini tidak nampak lagi. Sepertinya kepala mereka dipukul benda tumpul.

Pedang panjang sudah jauh dari genggaman. Berarti sebelumnya mereka sempat melawan. Tetapi pencuri itu lebih gesit dibanding ketiga polisi ini.

A Ling sampai di pintu utama Bank Batavia. Tidak ada yang berjaga.

Gadis itu menyaksikan bagaimana para pria dewasa sedang mengepung si pencuri. A Ling tidak bisa membantu. Dia hanya berdiri mematung. Mencoba berpikir merebut kembali apa yang telah dicuri darinya.

"Menyerahlah, kau sudah terkepung!"

Seorang polisi menghunus pedang sambil menyuruh si pencuri menyerah. Bersamanya, ada 5 orang polisi lain yang mengepung si pencuri. Di tengah jalan raya, pencuri itu berdiri mematung. Dia tampak tenang meskipun ada polisi yang siap menangkapnya.

"Hei, kau ke mana?" seorang pengawal Sang Ketua mencoba membantu para polisi untuk menangkap si pencuri. Sedangkan pengawal lainnya mencoba mendekat dengan langkah perlahan, bermaksud menangkap si pencuri.

Hanya sebentar si pencuri berdiri mematung. Sekedar mengamati keadaan.

Langkah kaki manusia bertopeng sehelai kain itu melangkahkan kaki. Kaki kirinya menginjak jalanan yang berdebu. Energi di tubuhnya tertumpu pada kaki kirinya kemudian dia melayang ke atas atap kereta kuda yang terhenti di tengah jalan. Kusir kereta kuda itu tidak berbuat apa-apa selain memegang kedua tali kekang di tangannya. Melongo.

Pyunngg!

Si Pencuri seakan menghindar dari kepungan sekaligus enggan melawan.

"Ambil bilah bambu itu, Paman!" A Ling berteriak kencang dari arah halaman Bank Batavia.

Pencuri itu mengarahkan pandangan pada A Ling yang berteriak kencang. Sepertinya dia tahu jika para pengepungnya akan menuruti kata-kata gadis itu. Orang berpakaian serba hitam itu memegang bilah bambu yang tergantung di pundak. Dia bermaksud mengamankan apa yang telah dia dapatkan.

Tidak ingin menunggu lebih lama lagi, pengawal Sang Ketua berlari ke arah kereta kuda. Dia melompat dengan kaki kiri sebagai tumpuan.

Sayang, pria Cina itu salah perhitungan. Dia malah ditendang sebelum kaki kanannya mendarat di atap kereta. Bug! Pria berambut panjang teruntun itu malah jatuh terpental ke jalanan berbatu.

Para polisi tidak sabar untuk menunggu pencuri itu menyerah. Mereka mengangkat senapan laras panjang yang tepat mengarah pada orang yang sedang berdiri di atap kereta kuda.

Dorr!

Suara senapan terdengar menggelegar. Warga yang sebelumnya menonton keributan, kini membubarkan diri. Menghindar dari desingan peluru yang bisa saja salah sasaran.

Dan, benar saja peluru itu tidak mengenai tubuh sasaran. Si pencuri berhasil mengelak.

Bagi si pencuri, berdiri di atas kereta kuda menjadi cara dia untuk menghindar dari serangan para pengepungnya. Berada di tempat yang lebih tinggi bisa menyulitkan orang-orang yang mengepung sosok berpakaian serba hitam itu. Dia tidak perlu menggunakan senjata yang dipegangnya demi menghemat tenaga.

Bagi para pengepung, keberadaan si pencuri hanya mengulur-ulur waktu saja. Sulit juga memanjat kereta kuda itu karena si pencuri begitu mudah menghujamkan senjata dari atas. Tetapi, perlu pertimbangan penuh untuk menghempaskan peluru dari moncong senapan. Bagaimana tidak, kejadian ini terjadi di tengah kota. Banyak orang yang lalu lalang. Ditambah, deretan gedung di sekitar Bank Batavia bisa menjadi tempat mendaratnya peluru yang salah sasaran.

Untuk beberapa saat, tidak ada orang berani mendekat. Si pencuri itu seakan di atas angin. Dia punya waktu untuk mengatur strategi melarikan diri.

Tapi, si pencuri urung segera melarikan diri ketika tiba-tiba terdengar suara tembakan.

Dooorr!

Tak dinyana, suara tembakan berasal dari senapan seseorang yang tidak terlihat. Entah dari mana asal tembakan, hanya luka yang dirasa si pencuri.

Sebutir peluru menancap di betis kiri orang yang sedang berdiri di atap kereta kuda itu. Clep ...

"Arghhh!"

Nampaknya si pencuri tahu asal tembakan setelah merasakan sakitnya kulit yang dirobek. Asal tembakan itu dari arah kiri. Dan, dia melihat seseorang datang dari kejauhan dengan berkuda.

"Hei, menyerahlah!" teriak orang itu.

Ternyata ... dia ....

Panca dan 3 Gadis TangguhTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang