49

74 22 0
                                    

Anna menuntun pelan langkah kudanya menuju ke pinggir kanal. Berharap si kuda bisa merumput diantara pepohonan yang tumbuh subur di sana.

Gadis itu duduk termenung di atas sebongkah batu yang kebetulan ada di sana. Matanya menatap ke arah aliran  sungai yang deras. Tidak lagi tampak ikan yang berenang karena air kanal begitu keruh.

Kenapa kecurigaanku terus mengarah pada orang-orang terdekat. Isi hati gadis itu masih berkutat tentang siapa orang yang berani menyatroni rumah keluarganya di perkebunan. Ditambah, tadi malam ada orang yang berani masuk ke rumah Tuan Van De Meer. Dan, barang yang dicari oleh perampok itu adalah surat tanah.

Adakah hubungannya antara pencuri di rumahku dengan orang yang tadi malam menyatroni rumah Tuan Van De Meer?

Jika Panca tahu sesuatu dengan orang itu, apakah hubungannya dengan perampok itu? Mungkinkah Panca pun memiliki hubungan dengan perampok yang datang ke rumahku di perkebunan?

Berarti, Panca adalah orang yang dekat dengan mereka. Meskipun belum tentu Panca terlibat dengan kejahatan para perampok itu.

"Hehhhh ...," Anna menghela nafas.

Briukkk, terdengar suara dari perutnya. Dia lupa jika bekal dari Nyonya Van De Meer belum dibuka.

"Sebaiknya kau makan dulu bekalnya," tiba-tiba ada yang mengajaknya berbincang.

Anna hanya tersenyum. Gadis berhidung mancung itu menyambut orang yang datang.

"Sudahlah, kau tidak usah terus mencurigaiku."

Anna kembali membalas dengan sebuah senyuman.

"Aku tahu kau masih membutuhkanku. Karena aku punya informasi yang penting bagimu."

Anna kembali tidak memberikan tanggapan.

"Panca, kenapa kau selalu baik padaku?"

"Kenapa kau bertanya begitu?"

"Setelah apa yang aku lakukan padamu, kau masih mau membantuku."

"Sejujurnya aku tidak bisa menyembunyikan sakit hatiku. Tapi, aku juga tidak mau nama baikku tercoreng oleh kelakuan orang lain. Makanya, hari ini aku ingin membuktikan padamu jika semua yang kau tuduhkan padaku itu tidak benar."

Anna menganggukan kepala. Kemudian gadis itu beranjak dan berjalan hendak mengambil bekal di tas ransel yang tergantung di pelana kuda.

Panca mengalihkan pandangan ke arah selatan. Awan nampak bergelayut. Mungkin sekali di sana hujan besar sehingga aliran airnya begitu besar. Batavia yang terletak di delta sungai dan dekat dengan laut senantiasa menerima limpahan air dari hulu.

"Cepatlah makan, ini akan jadi hari yang panjang buat kita."

"Kau sendiri, sudah makan?" Anna membuka bekal di hadapan Panca. Setumpuk roti dengan selai kacang.

"Maaf, lidahku tidak terbiasa makanan Eropa. Lagipula, aku sudah makan di tempat A Ling."

"Aku pun baru saja ke sana. Di sana ada Pratiwi."

"Benarkah?"

"Ya, dia mencari ayahnya."

"Mungkin sakit ibunya bertambah parah."

Anna menganggukan kepala, "dia itu anaknya Raden Aditama kan?"

"Ya, tentu saja."

"Aku belum pernah bertemu dengan ayahnya. Tapi, kau tahu apa yang dikerjakan pamanmu itu di Batavia?"

"Entahlah, pamanku orang yang penuh rahasia. Aku sendiri tidak tahu persis apa yang dilakukan olehnya di sini."

"Dia terkenal juga ya di sini."

"Begitulah."

"Aku hanya bertanya-tanya, kenapa Pamanmu begitu ditakuti di Batavia?"

Panca dan 3 Gadis TangguhTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang