47

69 21 0
                                    

"A Ling, kenapa bicaramu menjadi melebar ke masalah yang kau sendiri belum tentu mengerti?"

"Anna, aku hidup di Batavia dan hampir setiap hari melihat betapa orang Eropa memperlakukan tidak adil pada kaum pribumi!"

A Ling berkata lebih keras dari sebelumnya. Suaranya meminta perhatian orang-orang di sekelilingnya. Seorang pelanggan menahan suapan yang hendak masuk ke mulutnya. Dia menoleh ke arah 2 gadis yang sedang bertengkar, sesuatu yang seru sebagai hiburan di pagi hari.

"Hei A Ling, sudahlah ...," seorang pria tua mengingatkan A Ling untuk segera meredam amarahnya.

"Tidak Ayah, aku lelah melihat keangkuhan orang seperti dia. Dengan seenaknya saja memperlakukan orang yang sudah berjasa padanya seperti sampah, habis manis sepah dibuang ...."

Anna menatap tajam A Ling. Wajah kedua gadis itu terlihat memerah. Kulitnya yang terang begitu terlihat berubah ketika marah.

"Jika begitu, apa maumu?"

"Aku ingin kau mati saja!"

Wush!

Tak dinyana A Ling menggunakan nampan yang sedang dipegang sebagai senjata. Anna kaget juga ketika tenaga gadis Cina itu masih kuat. Padahal bahu kirinya kemarin telah kutembak.

Anna mundur dengan langkah cepat. Hampir saja nampan itu mengenai wajahnya. Tapi gerakan Anna bisa mengimbangi kecepatan A Ling yang menghempaskan pukulan; dengan nampan yang seharusnya untuk mengantarkan sajian.

Anna melangkah maju, kaki kirinya diangkat hingga ke atas kepala A Ling. Gadis Cina itu mengelak, sepatu but kulit lembu yang dikenakan Anna hampir saja mengenai keningnya. A Ling limpung, tubuhnya tidak bisa berdiri tegak. Untungnya si pria yang menjadi tamu rumah makan itu menahan tubuh A Ling.

"Tenang A Ling, aku membantumu! Teruskan!"

A Ling memalingkan wajah ke arah pria itu. Aha, ada sesuatu yang menarik. A Ling mengambil secangkir teh panas yang tersaji di meja. Tangan kanannya mengayunkan mug ke arah wajah Anna. Byurrrrr, air panas mengenai wajah Anna.

"Arghhh!"

Tentu saja rasa panas mengenai tangan Anna yang menghalangi semburan air teh.

Ketika lawannya sedang kehilangan konsentrasi, dengan cekatan A Ling mengangkat tubuhnya sambil mengangkat kaki kanannya. Pyunggg ... dan ... buk! Telapak kaki kanan A Ling mengenai dada si gadis Eropa.

Sontak, Anna terjungkal.

Tidak mau menyia-nyiakan kesempatan, A Ling kembali menggunakan nampan yang dipegangnya untuk memukul wajah Anna. Siutt!

Sayang, Anna pun tidak mau menjadi korban keganasan si gadis pelayan rumah makan yang sedang dilanda amarah itu. Anna menggulingkan tubuhnya ke belakang. Berguling berkali-kali.

Hingga, tak terasa Anna sudah berada di beranda rumah makan. Kemejanya yang semula putih bersih, kini terkotori oleh lumpur sisa banjir kemarin.

Anna bangkit berdiri. Tentu saja, dia tidak mau kehilangan muka. Kini duel diantara 2 gadis remaja sudah menjadi tontonan banyak orang. Dan, tidak satu pun orang Eropa yang bisa menjadi pendukungnya. Hampir semuanya orang yang ada di sana adalah orang-orang Cina yang baru membuka toko atau sedang sibuk membersihkan trotoar dari lumpur.

Anna memasang kuda-kuda. Kedua tangannya dikepalkan, siap memberikan pukulan atau sekedar menghadang serangan.

"Ayo, maju!" Anna menantang lawannya dengan teriakan keras. Tentu saja lebih terdengar seperti menjerit dibanding menggentarkan nyali lawan.

A Ling nampaknya belum puas. Dia bersikeras untuk melumpuhkan lawannya. Tapi, niatnya itu urung dilakukan setelah dia melihat seseorang datang dan berusaha menghentikan perkelahian mereka.

"Hentikan!"

Anna menoleh pada orang yang berteriak, "kau? Sedang apa di sini?"

Panca dan 3 Gadis TangguhTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang